Kamis, 21 Juli 2016

Asuransi Konvensional dan Syari’ah



A.    Pengertian Asuransi
Dalam bahasa Arab, asuransi dikenal dengan istilah at-ta’min, pengnaggung disebut mu’amin, tertanggung disebut mu’amman lahu atau musta’min. At-ta’min diambil dari amana yang artinya memberi perlindungan, ketenangan, rasa aman, dan bebas dari rasa takut, seperti yang tersebut dalam QS. Quraisy (106): 4, yaitu:
Artinya: “Diaah Allah yang mengamankan mereka dari ketakutan.”
Pengertian dari at-ta’min adalah seseorang membayar/ menyerahkan uang cicilan untuk agar ia atau ahli warisnya mendapatkan sejumlah uang sebagaimana yang telah disebutkan, atau untuk mendapatkan ganti terhadap hartanya yang hilang .
Ahli fikih kontemporer Wahabbah az-Zuhaili mendefinisikan asuransi berdasarkan pembagiannya. Ia membagi asuransi dalam dua bentuk, yaitu at-ta’min at-ta’wauni dan at-ta’’min bi qist sabit. At-ta’min at-tawuni atau asuransi tolong menolong adalah: “ kesepakatan sejumlah orang untuk membayar sejumlah uang sebagai ganti rugi ketika salah seorang di antara mereka mendapat kemudaratan.” At-ta’’min bi qist sabit atau asuransi dengan pembagian tetap adalah: “akad yang mewajibkan seseoran untuk membayar sejumlah uang kepada pihak asuransi yang terdiri atas beberapa pemegang saham dengan perjanjian apabila peserta asuransi mendapat kecelakaan, ia diberi ganti rugi.

Asuransi konvensional Menurut Robert I. Mehr, Asuransi (konvensional) adalah suatu alat untuk mengurangi resiko dengan menggabungkan sejumlah unit-unit yang beresiko agar kerugian individu secara kolektif dapat diprediksi. Kerugian yang dapat diprediksi tersebut kemudian dibagi dan didistribusikan secara proporsional diantara semua unit-unit dalam gabungan tersebut.
Dewan Syariah Nasional Majlis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dalam fatwanya tentang pedoman umum asuransi syariah, member definisi tentang asuransi. Menurutnya, asuransi syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabbaru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
Dari definisi diatas tampak bahwa asuransi syariah bersifat saling melindungi dan tolong menolong yang disebut dengan ‘ta ‘awun’. Yaitu, prinsip hidup saling melindungi dan saling menolong atas dasar ukhuwah Islamiyah antara sesame anggota peserta asuransi syariah dalam menghadapi mala petaka (resiko).
Menurut Hosen dan Hasan ali (PKES, 2008 : 8-9) Asuransi Syari’ah mempunyai cirri-ciri antara lain:
a.       Asuransi syariah menggunakan akad tolong menolong bukan akad jual beli.
b.      Dana yang terkumpul dari peserta asuransi akan tetap menjadi milik peserta asuransi bukan menjadi milik perusahaan. Karena itu perusahaan asuransi syariah hanya berperan sebagai pengelola dana(Mudharib) bukan penentu investasi.
c.       Pembayaran klaim peserta mengguakan dan akebijakan atau (tabarru) bukan dana milik perusahhan asurannsi.
d.      Pada asuransi syariah terdapat dewan pengawasaan syariah (DPS) sebagai pengawas kegiatan oprasional asuransi syariah agar tidak menyimpang dari nilai-nilai syariah.

B.     Pendapat Para Ulama tentang Asuransi
1)      Pendapat ulama yang mengharamkan
1.      Syekh Muhammad al-Ghazali. Ia berpendapat bahwa asuransi itu mengandung riba, karena
a.       Apabila waktu perjanjian telah habis, maka uang premi dikembalikan kepada terjamin dengan disertai bunganya dan ini adalah riba.
b.      Perusahaan asuransi di dalam usahanya mendekati pada usaha lotre, dimana hanya sebagian kecil dari yang membutuhkan dapat mengambil manfaat.
c.       Asuransi dengan bentuk seperti ini merupakan salah satu alat untuk berbuat dosa. Banyak alasan uang dicari-cari guna mengorek keuntungan dengan mengharap datangnya peristiwa yang tiba-tiba.
2.      Dr. Muhammad Muslehhuddin mengatakan bahwa kontrak asuransi konvensional ditolak oleh ulama atau kalangan cendekiawan muslim dengan alasan : Asuransi merupakan kontrak perjudian, asuransi hanyalah pertaruhan, asuransi bersifat tidak pasti, dalam asuransi jiwa jumlah premi tidak tentu karena peserta asuransi tidak tahu berapa kali cicilan yang akan dibayarkan sampai ia meninggal, seluruh bisnis asuransi didasarkan pada riba.
3.      Majma’ al – fiqih al-islami, memutuskan pengharaman asuransi jenis perniagaan (konvesional). Dan menyerukan agar seluruh umat islam untuk menggunakan asuransi syariah (ta’awuni).
4.      Keputusan muktamar muhammadiyah menyimpulkan bahwa asuransi hukumnya haram, karena mengandung unsur ghoror, maisir, dan riba, kecuali asuransi sosial yang diselenggarakan oleh pemerintah, seperti Taspen, Astek, Asuransi beasiswa karena mengandung maslahat, maka untuk sementara masih dibolehkan.
2)      Pendapat ulama yang membelohkan
1.      Dr. Muhammad Al-bahi berpendapat bahwa asuransi itu hukumnya halal karena beberapa sebab: Asuransi merupakan suatu usaha yang bersifat tolong menolong, asuransi tidak mengandug unsur riba, tidak mengandung tipu daya, tidak mengurangi tawakal kepada Allah dan asuransi suatu usaha untuk menjamin anggotanya yang jatuh melarat karena suatu musibah.
2.      Syaikh Muhammad Ahmad membolehkan asuransi jiwa dan asuransi konvesional lainnya dengan alasan : persetujuan asuransi tidak menghilangkan arti tawakal kepada Allah, didalam asuransi tidak ada pihak yang dirugikan dan merugikan, tujuan asuransi adalah kerjasama dan tolong-menolong.
3.      Syaikh Muhammad Al-Madani mengatakan bahwa asuransi itu hukumnya menurut syara’ boleh, sebab premi (iuran) asuransi itu di investasikan dan bermanfaat untuk tolong menolong.
C.    Tujuan Asuransi Konvensional dan Syari’ah
Tujuan utama dari perusahaan asuransi konvensional adalah  murni  bisnis. Seperti  kebanyakan  bisnis  lain  tujuan  tersebut  adalah untuk  mendapatkan profit yang  besar.  Hal  ini  terlihat  dari  dana  yang diperoleh dari premi nasabah, semuanya menjadi milik perusahaan.  
Asuransi syariah, tujuan utamanya bukanlah untuk mendapatkan laba yang besar.  Tujuan  utama  asuransi  syariah  adalah  mencari keuntungan untuk meningkatkan kesejahteraan dan  perjuangan  umat.  Hal  ini  terlihat  dari  visi  dan misi  yang  diemban  oleh  asuransi  syariah,  yaitu:  misi  aqidah,  misi  ibadah,  misi isghtishodi, dan misi keumatan.
Perbedaan  tujuan  antara  asuransi  konvensional  dan  asuransi  syariah  akan berpengaruh  kepada  pelaksanaan  usaha  asuransi  tersebut.  Transaksi  yang  sama antara  kedua  asuransi  tersebut  bisa  berbeda  cara  pengakuannya.  Hal  ini disebabkan  karena  adanya  perbedaan tujuan  yang  harus  dicapai  oleh  asuransi konvensional dan asuransi syariah.
D.    Perbedaan Asuransi Konvensional dan Syari’ah
Konsep asuransi Islam berbeda dengan konsep asuransi konvensioanl. Dengan perbedaan konsep ini, tentunya akan mempengaruhi operasionalnya yang dilaksanakan akan berbeda satu dengan lainnya. Berikut adalah perbedaab antara asuransi syariah dan asuransi konvensional yang dikemukakan oleh Muhammad Syakir Sula.
NO
PRINSIP
ASURANSI KONVENSIONAL
ASURANSI SYARIAH
1
Konsep
Perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan pergantian kepada tertanggung, dengan menerima permi asuransi, untuk memberikan pergantian kepada tertanggung
Sekumpulan orang yang saling membantu, saling menjamin, dan bekerja sama, dengan, cara masing-masing mengeluarkan dana Tabarru.
2
Asal Usul
Dari masyarakat babilonia 4000-3000 SM yang dikenal dengan perjanjian Hammurabi. Dan, tahun 1668 M di Coffe House London Berdirilah Lloyd of London sebagai cikal bakal asuransi konvensional.
Dari Al-Aqilah, kebiasaan suku Arab jauh sebelum Islam datang. Kemudian disahkan oleh Rasulullah menjadi hokum Islam, bahkan telah terutang dalam konstitusi pertama di dunia (Konstitusi Madina) yang dibuat langsung Rasulullah.
3
Sumber Hukum
Bersumber dari pikiran mannusia dan kebudayan. Berdasarkan hokum positif, hokum alami, dan contoh sebelumya.
Bersumber dari wahyu ilahi. Sumber hokum dalam syariah islam adalah Al-Qur’an, Sunah atau kebiasaan Rasul, Ijma’, Fatwa Sahabat,Qiyas, Istihsan, ‘Urf ‘Tradisi’dan Mashalih Mursalah.
4
Maghrib (maisir, Gharar, dan Riba)
Tidak selaras dengan syariah Islam karena adanya Maisir, Gharar, dan Riba, hal yang diharamkan dalam muamalah.
Bersih dari adanya praktik maisir, Gharar, dan Riba.
5
Dewan Pengawas Syariah
Tidak ada, sehingga dalam banyak praktiknya bertentangan dengan kaidah-kaidah syara.
Ada, yang berfungsi untuk mengawasi pelaksanaan operasional perusahaan agar terbebas dari praktik-praktik mualamalah yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
6
Akad
Akad jual beli (akad mu’amalah, akad idz’am, akad ghara, dan akad mulzim)
Akad tabarru dan akad tijarah (mudharabah, wakalah, wadiah, syirkah, dll)
7
Jaminan/risiko
Transfer of risk, dimana terjadi transfer resiko dari tertanggung kepada penanggung.
Sharing of risk. Dimana terjadi proses saling menanggung antara satu peserta dengan peserta lainnya. (ta’awun)
8
Pengelolaan dana
Tidak ada pemisahan dana, yang berakibat pada terjadinya dana hangus (untuk produk saving life)
Pada produk-produk saving life terjadi pemmisahan dana, yaitu dana tabrru’ ‘derma’ dan dana peserta, sehingga tidak menegnal istilah dana hangus. Sedangkan untuk term insurance (life) dan general insurance semuannya bersifat tabarru’
9
Investasi
Bebas melakukan investasi dalam batas-batas ketentuan perundang-undangan dan tidak terbatasi pada halal dan haramnya objek atau system investasi yang digunakan.
Dana yang terkumpul dari peserta dalam bentuk iuran atau konstribusi, merupakan milik peserta (shohibul mal), asuransi syariah hanya sebagai pemegang amanah (mudharib) dalam mengelola dana tersebut.
10
Kepemilikan Dana
Dana yang terkumpul dari premi peserta seluruhnya mejadi milik perusahaan bebas menggunakan dan menginvestasikan kemana insurance
Dana yang teerkumpul dari peserta dalam bentuk iuran atau kontribusi, merupakan milik peserta(shoibul mal), asuransi syariah hanya sebagai pemegang amanah (mudharib) dalam mengelola dana tersebut
11
Unsur Premi
Unsure premi terdiri dari table mortalitas (mortality tables), bunga (interest), biaya asuransi (cost of insurance)
Iuran atau kontribusi terdiri dari unsure tabarru’ dan tabungan (yang tak mengandung unsure riba). Tabarru’ juga dihitung dari table mortalitas, tapi tanpa perhitungan bunga teknik
12
Loading
Loading pada asuransi konvensional cukup besar terutama diperuntukkan untuk komisi agen, bias menyerap premi tahun pertama dan kedua. Karena itu, nilai tunai pada tahun pertama dan kedua biasanya belum ada (masih hangus)
Pada sebagian asuransi syariah, loading (komisi agen) tidak dibebankan pada peserta, tetapi dari dana pemegang saham. Namum, sebagian yang lainnyaa mengambil dari sekitar 20-30 persen saja dari premi tahuun pertama.engan demikian nilai tunai tahun pertama sudah terbentuk.
13
Sumber Pembayaran Klaim
Sumber biaya klaim adalah dari rekening perusahaan sebaga konsekuensi penanggung terhadap tertanggung. Murni bisnis dan tidak ada nuansa spiritual.
Sumber pembayaran klaim diperoleh dari rekening tabarru’ yaitu peserta saling menanggung. Jika salah satu peserta mendapat musibah, maka peserta lainnya ikut menanggung bersama resiko.
14
Sistem Akuntansi
Menganut system akuntansi accrual basis,yaitu proses akuntansi yang mengikuti terjadinya peristiwa atau keadaan nonkas. Dan, mengakui pendapatan, peningkatan asset, expenses, liabilities dalam jumlah tertentu yang baru akan diterima dalam waktu yang akan datang.
Menurut konsep akuntansi cash basis, mengakui apa yang benar-benar telah ada, sedangkan accrual basis dianggap bertentangan dengan syariah karena mengakui adanya pendapat, harta, beban atau utang yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Sementara apakah itu benar-benar dapat terjadii hanhya Allah yang tahu.
15
Keuntungan (Provit)
Keuntungan yang diperoleh dari surplus underwriting , komisi reasuransi, dan hasil investasi seluruhnya adalah keuntungan perusahaan
Profit yang diperoleh dari surplus underwriting, komisi reasuransi, dan hasil investasi, bukan seluruhnya menjadi milik perusahaan, tetapi dilakukan bagi hasil (mudhorobah) dengan peserta
16
Misi dan Visi
Secara gais besar misi utama dari asuransi konvensional adalah misi ekonomi dan misi sosial
Misi yang diemban dalam asuransi syariah adalah misi akidah, misi ibadah (ta’awun), misi ekonomi (Iqtishodl), dan misi pemberdayaan umat (social)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PORTOFOLIO RANGKUMAN TUGAS PEMBATIK LEVEL 4 TAHUN 2023

Tidak terasa perjalanan yang luar biasa hingga sampai pada titik ini. Langkah demi langkah, menyelesaikan tugas demi tugas yang tentunya ber...