Bangsa
Eropa pertama kali sampai di Asia Tenggara pada abad keenam belas. Ketertarikan
di bidang perdaganganlah yang umumnya membawa bangsa Eropa ke Asia Tenggara,
sementara para misionaris turut serta dalam kapal-kapal dagang dengan harapan
untuk menyebarkan agama Kristen ke wilayah ini.
Portugis
adalah kekuatan Eropa pertama yang membuka akses jalur perdagangan yang sangat
menguntungkan ke Asia Tenggara tersebut, dengan cara menaklukkan Kesultanan
Malaka pada tahun 1511. Belanda dan Spanyol mengikutinya dan segera saja
mengatasi Portugis sebagai kekuatan-kekuatan European utama di wilayah Asia
Tenggara. Belanda mengambil-alih Malaka dari Portugis di tahun 1641, sedangkan
Spanyol mulai mengkolonisasi Filipina (sesuai nama raja Phillip II dari
Spanyol) sejak tahun 1560-an. Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) atau
Perserikatan Perusahaan Hindia Timur yang bertindak atas nama Belanda,
mendirikan kota Batavia (sekarang Jakarta) sebagai pusat perdagangan dan
ekspansi ke daerah-daerah lainnya di pulau Jawa, serta wilayah sekitarnya.
Inggris
yang diwakili oleh British East India Company, secara relatif datang ke wilayah
ini lebih kemudian. Diawali dengan Penang, Inggris mulai memperluaskan kerajaan
mereka di Asia Tenggara. Mereka juga menguasai wilayah-wilayah Belanda selama
Perang Napoleon. Di tahun 1819, Stamford Raffles mendirikan Singapura sebagai
pusat perdagangan Inggris dalam rangka persaingan mereka dengan Belanda.
Meskipun demikian, persaingan tersebut mereda di tahun 1824 ketika
dikeluarkannya traktat Anglo-Dutch yang memperjelas batas-batas kekuasaan
mereka di Asia Tenggara. Sejak tahun 1850-an dan seterusnya, mulailah terjadi
peningkatan kecepatan kolonisasi di Asia Tenggara.
Kejadian
ini, yang disebut juga dengan nama Imperialisme Baru, memperlihatkan terjadinya
penaklukan atas hampir seluruh wilayah di Asia Tenggara, yang dilakukan oleh
kekuatan-kekuatan kolonial Eropa. VOC dan East India Company masing-masing
dibubarkan oleh pemerintah Belanda dan pemerintah Inggris, yang kemudian
mengambil-alih secara langsung administrasi wilayah jajahan mereka. Hanya
Thailand saja yang terlepas dari pengalaman penjajahan asing, meskipun Thailand
juga sangat terpengaruh oleh politik kekuasaan dari kekuatan-kekuatan Barat
yang ada.
Tahun
1913, Inggris telah berhasil menduduki Burma, Malaya dan wilayah-wilayah
Borneo, Perancis menguasai Indocina, Belanda memerintah Hindia Belanda, Amerika
Serikat mengambil Filipina dari Spanyol, sementara Portugis masih berhasil
memiliki Timor Timur.
Para
pedagang barat yang datang ke Indonesia yang berbeda watak dengan
pedagang-pedagang Arab, Persia, dan India yang beragama Islam, kaum pedagang
barat yang beragama Kristen melakukan misinya dengan kekerasan terutama dagang
teknologi persenjataan mereka yang lebih ungggul dari pada persenjataan
Indonesia. Tujuan mereka adalah untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan Islam di
sepanjang pesisir Asia Tenggara. Pada mulanya mereka datang misalnya ke
Indonesia untuk menjalin hubungan dagang, karena Indonesia kaya dengan
rempah-rempah, maka kemudian mereka ingin memonopoli perdagangan tersebut.
Waktu
itu kolonial belum berani mencampuri masalah Islam, karena mereka belum
mengetahui ajaran Islam dan bahasa Arab, juga belum mengetahui sistem social
Islam. Pada tahun 1808 pemerintah Belanda mengeluarkan instruksi kepada para
bupati agar urusan agama tidak diganggu, dan pemuka-pemuka agama dibiarkan
untuk memutuskan perkara-perkara dibidang perkawinan dan kewarisan.
Tahun
1820 dibuatlah Statsblaad untuk mempertegaskan instruksi ini. Dan pada tahun 1867
campur tangan mereka lebih tampak lagi, dengan adanya instruksi kepada bupati
dan wedana, untuk mengawasi ulama-ulama agar tidak melakukan apapun yang
bertentangan dengan peraturan Gubernur Jendral. Lalu pada tahun 1882, mereka
mengatur lembaga peradilan agama yang dibatasi hanya menangani perkara-perkara
perkawinan, kewarisan, perwalian, dan perwakafan.
Apalagi
setelah kedatangan Snouck Hurgronye yang ditugasi menjadi penasehat urusan
Pribumi dan Arab, pemerintahan Belanda lebih berani membuat kebijaksanaan
mengenai masalah Islam di Indonesia, karena Snouck mempunyai pengalaman dalam
penelitian lapangan di negeri Arab, Jawa, dan Aceh. Lalu ia mengemukakan
gagasannya yang dikenal dengan politik Islamnya. Dengan politik itu, ia membagi
masalah Islam dalam tiga kategori :
1.
Bidang agama murni atau ibadah; Pemerintahan kolonial memberikan kemerdekaan
kepada umat islam untuk melaksanakan agamanya sepanjang tidak mengganggu
kekuasaan pemerintah Belanda.
2.
Bidang sosial kemasyarakatan; Hukum
islam baru bisa diberlakukan apabila tidak bertentangan dengan adat kebiasaan.
3.
Bidang politik; Orang islam dilarang
membahas hukum islam, baik Al-Qur’an maupun Sunnah yang menerangkan tentang
politik kenegaraan dan ketata negaraan.
Penguasaan
kolonial memberikan dampak yang nyata terhadap Asia Tenggara. Kekuatan-kekuatan
kolonial memang memperoleh keuntungan yang besar dari sumber daya alam dan dan
pasar Asia Tenggara yang besar, akan tetapi mereka juga mengembangkan wilayah
ini dengan tingkat pengembangan yang berbeda-beda. Perdagangan hasil pertanian,
pertambangan, dan ekonomi berbasis eksport berkembang dengan cepat dalam
periode ini. Peningkatan permintaan tenaga kerja menghasilkan imigrasi
besar-besaran, terutama dari India dan Cina, sehingga terjadilah perubahan
demografis yang cukup besar. Munculnya lembaga-lembaga negara bangsa modern
seperti birokrasi pemerintahan, pengadilan, media cetak, dan juga pendidikan
modern (dalam lingkup yang terbatas}, turut menaburkan benih-benih kebangkitan
gerakan-gerakan nasionalisme di wilayah-wilayah jajahan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar