A.
Nama – nama Walisongo
Walisongo sebagai jantung penyiaran
Islam di Jawa. Ajaran-ajaran walisongo memiliki pengaruh yang besar di kalangan
masyarakat Jawa, bahkan kadangkala menyamai pengaruh seorang raja. Namun yang lazim dikaui
sebagai Walisongo sebagai berikut.
1.
Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik
2. Raden Rahmat atau Sunan Ampel
3. Raden Maulana Makhdum Ibrahim
4. Raden Mas Syahid atau Sunan Kalijaga
5.
Raden Paku (Raden Ainul Yakin) atau Sunan Giri
6.
Raden Kosim Syarifuddin atau Sunan Drajat Sedayu
7.
Raden Ja’far Sadiq atau Sunan Kudus
8. Raden Said (Raden Prawoto) atau Sunan
Muria
9. Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung
Jati
B. Kontribusi Walisongo
Walisongo memiliki pendekatan yang khas
dalam melakukan dakwah kepada khalayak. Mereka mampu memahami secara detail
kondisi sosio-kultural masyarakat Jawa. Terdapat beberapa bentuk budaya lama
telah dimodifikasi para wali, misalnya:
1. Sunan Kalijaga membolehkan pembakaran kemenyan. Semula pembakaran kemenyan
menjadi sarana dalam upacara penyembahan para dewa tetapi oleh Sunan Kalijaga
fungsinya diobah sebagai pengharum ruangan ketika seorang muslim berdoa. Dengan
suasana ruangan yang harum itu, diharapkan do'a dapat dilaksanakan dengan lebih
khusyuk .
2. Sunan Kudus melarang penyembelihan lembu bagi masyarakat muslim di Kudus.
Larangan ini adalah bentuk toleransi terhadap adat istiadat serta watak
masyarakat setempat yang sebelumnya yang masih kental dengan agama Hindunya.
Dalam keyakinan Hindu, lembu termasuk binatang yang dikeramatkan dan suci.
3. Para wali mengadopsi bentuk atap masjid yang bersusun tiga, yang merupakan
peninggalan tradisi lama (Hindu). Namun, para wali memberikan penafsiran baru terhadap bentuk atap susun
tersebut. Bentuk atap
itu merupakan melambangkan iman, Islam, dan ihsan.
Berikut ini walisongo :
a. Maulana Malik Ibrahim atau
Sunan Gresik
Pada akhir abad
ke-14, Maulana Malik Ibrahim datang dan mendarat di pantai Jawa Timur yang
disertai beberapa orang kawan dekatnya untuk selanjutnya bermukim di Gresik.
Maulana Malik Ibrahim adalah keturunan Zainal Abidin, cicit Nabi Muhammad saw.
dan saudara sepupu Raja Chermen (menurut sebagian pendapat Chermen berasal dari
India, namun sebagian lagi menyebutnya dari Sumatera). Kehadiran Maulana Malik Ibrahim disertai Raja Chermen
untuk mengislamkan Raja Majapahit. Kegiatan dakwah Islam di Jawa dipandang
sukses ketika dilakukan oleh Maulana Malik Ibrahim
Pada langkah
berikutnya Maulana Malik Ibrahim mengambil jalur pendidikan dengan mendirikan
pesantren. Dalam perjalanann hidupnya, Maulana Malik Ibrahim tetap
bermukim di Gresik untuk menyiarkan ajaran Islam hingga akhir hayatnya pada
tanggal 12 Rabiulawal 822 H, bertepatan dengan 8 April 1419 M. Maulana Malik
Ibrahim akhinya lebih dikenan dengan panggilan Sunan Gresik, setelah meninggal
beliau dimakamkan di Perkuburan Gapura Wetan, Gresik. Makamnya banyak diziarahi
masyarakat Jawa hingga sekarang. Sunan Gresik dianggap sebagai penyiar Islam
pertama di tanah Jawa.
b. Raden Rahmat atau Sunan Ampel
(Campa, Aceh 1401 – Tuban Jawa Timur 1481)
Raden Rahmat adalah
putra Sunan Gresik dari istrinya yang bernama Dewi Candrawulan. Raden Rahmat
sebagai penerus perjuangan ayahnya dalam menyebarkan agama Islam di tanah Jawa.
Untuk melancarkan
misi dakwahnya pada tahap awal, Raden Rahmat membangun pesantren di Ampel
Denta, dekat Surabaya. Raden Rahmat [Sunan Ampel] dikenal tegas dan radikal
dalam menyampaikann ajaran Islam, khususnya dalam bidang akidah.
Raden Rahmat [Sunan
Ampel] wafat pada tahun 1481. Beliau dimakamkan di Masjid Ampel, Surabaya.
Sampai sekarang makan beliau banyak dikunjungi peziarah dari berbagaai derah
diseluruh pelosok Nusantara.
c.
Maulana Makhdum Ibrahim
atau Sunan Bonang, (Ampel Denta, Surabaya 1465 – Tuban 1525)
Maulana Makhdum Ibrahim adalah putra dari Sunan
Ampel dari istri yang bernama Dewi Candrawati. Maulana Makhdum Ibrahim
merupakan sepupu dari Sunan Kalijaga yang banyak dikenal sebagai pencipta
gending pertama.
Sebelum terjun dimedan Dakwah,
Maulana Makhdum Ibrahim banyak belajar di Pasai, kemudian sekembalinya dari
Pasai, Maulana Makhdum Ibrahim mendirikan pesantren di daerah Tuban. Santri yang belajar pada pesantren Maulana Makhdum
Ibrahim, berasal dari penjuru daerah di Tanah Air. Dalam menjalankan kegiatan
dakwahnya Maulana Makhdum Ibrahim [Sunan Bonang] mempunyai keunikan dengan cara
merubah nama-nama dewa dengan nama-nama malaikat sebagaimana yang dikenal dalam
Islam. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya persuasif terhadap penganut ajaran
Hindu dan Budha yang telah lama dipeluk sebelumnya .
Karya yang berupa catatan-catatan pengajaran
Maulana Makhdum Ibrahim [Sunan Bonang] dikenal dengan Suluk Sunan Bonang atau Primbon
Sunan Bonang. Suluk atau primbon hasil karya Sunan Bonang berbentuk prosa
dalam gaya Jawa Tengah, dan penggunaan kalimat-kalimatnya banyak sekali
dipengaruhi bahasa Arab. Terdapat pula karya lainnya, yaitu Sekar Damarwulan, Primbon Bonang I dan II,
dan Serat Wragul. Karya-karya Maulana
Makhdum Ibrahim ini antara lain bisa ditemui di perpustakaan Universitas
Leiden, Belanda. Sunan Bonang meninggal pada tahun 1525 dan dimakamkan di
Tuban, daerah pesisir Utara Jawa yang menjadi basis perjuangan dakwahnya.
d.
Raden Mas Syahid atau
Sunan Kalijaga (Tuban akhir abad ke-14 - Demak pertengahan abad ke-15)
Raden Mas Syahid [Sunan Kalijaga] dikenal sebagai seorang wali yang berjiwa besar,
berpandangan luas, berpikiran tajam, intelek, Cerdas, kreatif, Dinamis serta
berasal dari suku Jawa asli.Raden Mas Syahid [Sunan Kalijaga] juga terkenal
sebagai seorang negarawan dan menjadi arsitek sistem pemerintahan Jawa. Sistem
kabupaten yang berkembang pada masa sekarang dan telah diterapkan secara
nasional sebagai wujud gagasan Sunan Kalijaga.
Raden Mas Syahid sebagai orang yang
paling berjasa menggunakan pendekatan
kultural dalam berdakwah, termasuk di antaranya wayang dan gamelan sebagai
media dakwah. Sunan Kalijaga mengarang berbagai cerita wayang yang islami,
khususnya yang bertemakan akhlak atau budi pekerti.
Sunan Kalijaga (Raden Mas Syahid )
meninggal pada pertengahan abad ke-15 dan makamnya ada di desa Kadilangu, Demak, Jawa Tengah.
e.
Raden Paku atau Sunan
Giri, (Blambangan, pertengahan abad ke-15 awal abad ke-16)
Raden Paku adalah putra dari Syekh
Maulana Ishak (murid Sunan Ampel). Raden Paku dan dikenal dengan sebutan Sunan
Giri adalah saudara ipar dari Raden Fatah, dikarenakan istri mereka bersaudara.
Raden Paku [Sunan Giri] terkenal sebagai
seorang pendidik yang mampu menerapkan metode permainan yang bersifat agamis.
Karya- karyanya berupa permainan atau tembang di antaranya Gula Ganti, Jamuran, Jelungan, Jor, Ilir-ilir, dan Cublak-cublak Suweng. Karya yang lain
yaitu Kitab Serat Wali Sana dan Serat Widyapradana, berisi pengetahuan
ilmu faal yang kemudian dikembangkan oleh R. Ranggawarsita. Sunan Giri juga
mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pemerintahan Kesultanan Demak.
Berbagai masalah atau keputusan penting sering
menunggu pertimbangan Sunan Giri.
Sunan Giri meninggal sekitar awal abad
ke-16, makam beliau ada di Bukit Giri, Gresik, sampai sekarag makamnya banyak
diziarahi masyarakat dari berbagai penjuru.
f.
Raden Kosim atau Syarifuddin atau Sunan Drajat
(Ampel Denta, Surabaya, 1470 – Sedayu, Gresik, pertengahan abad ke-16)
Raden Kosim atau Syarifuddin lebih
dikenal dengan panggilanSunan Drajat. Masyarakat mengenalnya juga sebagai Sunan
Sedayu, karena ia dimakamkan di dekat Kota Sedayu ( kuarang lebih 30 Km dari
Sedayu).
Raden Kosim [Sunan Drajat] mempunyai
andil berdakwah dengan pendekatan kultural. Ia menciptakan tembang Jawa yang
sampai sekarang ini masih banyak
disenangi masyarakat, yaitu tembang Pangkur,
dan Cariosipun Jaka Pertaka.
g. Ja’far Sadiq atau Sunan Kudus, (abad ke-15 – Kudus 1550)
Ja’far Sadiqatau
Raden Undung, dikenal dengan panggilan Sunan Kudus, beliau juga dijuluki Raden
Amir Haji sebab ia pernah bertindak sebagai pimpinan Jama’ah Haji (Amir)..
Dikenal sebagai seorang pujangga yang luas dan mendalam ilmunya.Ja’far
Sadiq[Sunan Kudus] adalah putra Raden Usman Haji yang menyebarkan agama Islam
di daerah Jipang Panolan, Blora, Jawa Tengah.
Ja’far Sadiq [Sunan
Kudus] dalam melaksanakan dakwah menggunakan pendekatan budaya, beliau juga
memainkan peran sebagai sosok pujangga yang menciptakan berbagai lagu dan
cerita keagamaan. Karyanya yang paling terkenal adalah Gending Maskumambang dan Mijil.
Sunan Kudus meninggal di Kudus pada tahun 1550, makamnya berada di dalam
kompleks Masjid Menara Kudus dan banyak diziarahi oleh kaum Muslimin dari dari
berbagai penjuru di tanah Air.
h.
Raden Umar Said atau Sunan Muria (abad ke-15 – abad
ke-16)
Raden Umar Saiddikenal dengan panggilan
Sunan Muria, sebab pusat kegiatan dakwah ataupun makamnya terletak di Gunung
Muria (sekitar 18 km sebelah utara Kota Kudus). Beliau adalah putra Sunan
Kalijaga, semasa kecil ia biasa dipanggil R. Prawoto.
Di dalam berdakwah Sunan Muria memiliki
keunikan yaitu menjadikan desa-desa terpencil sebagai medan dakwah Islamnya.
Sunan Muria dikenal sebagai wali yang lebih gemar menyendiri, bertempat tinggal
di desa terpencil, dan bergaul dengan rakyat kebanyakan. Sunan Muria memberikan
pengajaran kepada masyarakat di sekitar Gunung Muria dengan mengadakan
kursus-kursus bagi para pedagang, nelayan, ataupun elemen masyarakat kecil
lainnya.
Beliau memiliki karya tulis yang masih
digemari hingga saat ini, yaitu tembang sinom
dan kinanti. Dalam sejarah tidak
diketahui secara persis tahun meninggalnya dan Menurut perkiraan, Sunan Muria
meninggal pada abad ke-16 dan dimakamkan di Bukit Muria, Kudus.
i. Syarif
Hidayatullah atau Fatahillah atau Sunan Gunung Jati, (wafat: Gunung Jati,
Cirebon, 1570)
Syarif Hidayatullah atau Fatahillah
dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati. Beliau adalah salah seorang dari
Walisongo yang banyak memberikan kontribusi dalam menyebarkan agama Islam di
pulau Jawa, khususnya di daerah Jawa Barat. Syarif Hidayatullah dikenal sebagai
pendiri Kesultanan Cirebon dan Banten.
Sunan Gunung Jati meninggal di Cirebon
pada tahun 1570 dan usianya diperkiran sekitar 80 tahun. Makamnya terdapat di kompleks pemakaman Wukir Sapta Pangga
di Gunung Jati, Desa Astana Cirebon, Jawa Barat.
C.
Teladan Spiritual dan Intelektual
Walisongo telah
menunjukan peranan yang sangat berharga dalam menyiarkan Islam di tanah jawa.
Melihat keberhasilan dakwah walisongo, maka sebagai generasi muda Islam, harus
dapat meneladani kepribadianya diantaranya melalui:
1.
Sebagai generasi muda harus senantiasa mempertebal
keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt., karena hal itu adalah modal yang
paling utama yang harus dimiliki
2.
Tuntutan perkembangan zaman mengharuskan generasi muda
untuk memperdalam penguasaan ilmu, baik ilmu agama maupun pengetahuan lainnya,
sehingga dapat memberikan manfaat baik bagi diri sendiri khususnya dan
masyarakat pada umumnya
3.
Unutuk mendapatkan kemuliaan dihari esok, maka generasi
muda harus bersedia berjuang dalam rangka meninggikan agama Allah, sesuai
bidang yang ditekuninya
4.
Mengembangkan jalinan silaturahmi dengan cara-cara yang
bijaksana, sehingga akan melahirkan ukhuwah Islamiyah
5.
Diperlukan keahlian untuk menyampaikan kebenaran dan
kebaikan dengan menggunakan cara-cara yang cerdas dan simpatik, sehingga mudah
diterima orang lain yang menjadi sasaran dakwah
6. Dalam setiap
situasi dan keadaan senantiasa menunjukkan kepribadian yang luhur serta
menghindarkan diri dari sifat-sifat yang kurang terpuji. Demikian beberapa
sikap yang dapat diungkapkan, sebagai upaya meneladani kepribadian dan
perjuangan Walisongo. Wujudkan sikap-sikap
tersebut dalam diri dan kepribadianmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar