A. PENGERTIAN AKHLAK BERPAKAIAN
Pakaian sebagai
kebutuhan dasar bagi setiap orang dalam berbagai zaman dan keadaan. Islam
sebagai ajaran yang sempurna, telah mengajarkan kepada pemeluknya tntang
bagaimana tata cara berpakaian. Berpakaian menurut Islam tidak hanya sebagai
kebutuhan dasar yang harus dipenuhi setiap orang, tetapi berpakaian sebagai
ibadah untuk mendapatkan ridha Allah. Oleh karena itu setiap orang muslim wajib
berpakaian sesuai dengan ketentuan yang ditetap Allah. Untuk memberikan
gambaran yang jelas tntang adab berpakaian dalam Islam, berikut ini akan
dijelaskan pengertian adab berpakaian, bentuk akhlak berpakaian, nilai positif
berpakaian dan cara membiasakan diri berpakaian sesuai ajaran Islam.
Pakaian (jawa :
sandang) adalah kebutuhan pokok bagi setiap orang sesuai dengan situasi dan
kondisi dimana seorang berada. Pakaian memiliki manfaat yang sangat besar bagi
kehidupan seorang, guna melindungi tubuh dari semua kemungkinan yang merusak
ataupun yang menimbulkan rasa sakit. Dalam Bahasa Arab pakaian disebut dengan
kata "Libaasun-tsiyaabun". Dan dalam Kamus Besar Bahasa Indonsia,
pakaian diartikan sebagai "barang apa yang biasa dipakai oleh seorang baik
berupa baju, jaket, celana, sarung, selendang, kerudung, jubah, surban dan lain
sebagainya.
Secara istilah,
pakaian adalah segala sesuatu yang dikenakan seseoang dalam bebagai ukuran dan
modenya berupa (baju, celana, sarung, jubah ataupun yang lain), yang
disesuaikan dengan kebutuhan pemakainya untuk suatu tujuan yang bersifat khusus
ataupun umum. Tujuan bersifat khusus artinya pakaian yang dikenakan lebih
berorientasi pada nilai keindahan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi
pemakaian.
Tujuan bersifat
umum lebih berorientasi pada keperluan untuk menutup ataupun melindungi bagian
tubuh yang perlu ditutup atau dilindungi, baik menurut kepatutan adat ataupun
agama. Menurut kepatutan adat berarti sesuai mode ataupun batasan ukuran untuk
mengenakan pakaian yang berlaku dalam suatu wilayah hukum adat yang berlaku.
Sedangkan menurut ketentuan agama lebih mengarah pada keperluan menutup aurat
sesuai ketentuan hukum syari'at dengan tujuan untuk berribadah dan mencari
ridho Allah. (Roli A.Rahman, dan M, Khamzah, 2008 : 30).
B. PENGERTIAN AKHLAK BERHIAS
Berhias adalah naluri yang dimiliki oleh setiap manusia.
Berhias telah menjadi kebutuhan dasar manusia sesuai dengan tingkat peradaban,
tingkat sosial di masyarakat. Berhias dalam ajaran Islam sebagai ibadah yang
berorientasi untuk mndapatkan ridha Allah. Untuk memberikan uraian yang lebih
detail tentang akhlak berhias, berikut akan dibahas tentang ; pengetian akhlak
berhias, bentuk akhlak berhias, nilai positif akhlak berhias, membiasakan
akhlak berhias dalam kehidupan sehari-hari, tentunya sesuai dengan nilai Islam.
Dalam kehidupan masyarakat dewasa ini (modern),
berhias adalah kebutuhan dasar untuk memperindah penampilan diri, baik di
lingkungan rumah ataupun di luar rumah. Berhias adalah bentuk ekspesi personal,
yang menegaskan jati diri dan menajdi kebanggaan seseorang. Berhias dalam
Bahasa Arab disebut dengan kata "Zayyana-yazayyini (QS. Al-Nisa') 'Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, berhias diarttikan : "Usaha memperelok diri
dengan pakaian ataupun lainnya yang indah-indah, berdandan dengan dandanan yang
indah dan menarik"
Secara istilah berhias dapat dimaknai sebagai upaya
setiap orang untuk memperindah diri dengan berbagai busana, asesoris ataupun
yang lain dan dapat memperindah diri bagi pemakainya, sehingga memunculkan
kesan indah bagi yang menyaksikan serta menambah rasa percaya diri penampilan untuk
suatu tujuan tertentu.
Berdasarkan ilustrasi di atas, maka dapat dipahami
pada pada hakekat berhias itu dapat dikategorikan akhlak terpuji, sebagai
perbuatan yang dibolehkan bahkan dianjurkan, selama tidak bertentangan dengan
prinsip dasar Islam. (QS. Al-A'raf : 31).
Dalam
sebuah Hadist Nabi saw bersabda :
Artinya
: Sesungguhnya Allah itu Indah dan menyukai keindahan (HR. Muslim)
Adapun tujuan berhias untuk memperindah diri sehingga lebih memantapkan pelakunya menjadi insane yang lebih baik (muttaqin). (Roli A. Rahman, dan M. Khamzah, 2008 : 33)
Adapun tujuan berhias untuk memperindah diri sehingga lebih memantapkan pelakunya menjadi insane yang lebih baik (muttaqin). (Roli A. Rahman, dan M. Khamzah, 2008 : 33)
C. PENGERTIAN AKHLAK PERJALANAN(SAFAR)
Pada masyarakat modern inisaat ini, perjalanan
menjadi bagian mobilisasi kehidupan. Artinya semakin maju tingkat kehidupan
seorang, maka akan semakin sering seeorang melakukan perjalanan untuk memenuhi
berbagai kebutuhan dan tujuan. Pada masa Rasulullah, perjalanan untuk berbagai
keperluan (terutama berdagang) telah menjadi tradisi masyarakat arab sebelum
islam dating. Pada musim tertentu seperti musim panas maupun hujan masyarakat
arab melakukan perjalanan ke berbagai tempat dengan berbagai keperluan. Untuk
mendapatkan gambaran tentang akhlak dalam perjalanan, berikut akan diuraikan
secara sepintas tentang pengertian akhlak perjalanan bentuk akhlak perjalanan,
nilai positif akhlak perjalanan, membiasakan akhlak perjalanan dalam perilaku
kehidupan.
Perjalanan dalam bahasa Arab disebut dengan kata “rihlah
atau safar”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjalanan diartikan “
perihal (cara, gerak, dsb) berjalan atau bepergian dari suatu tempat menuju
tempat yang lain untuk suatu tujuan”. Secara istilah, perjalanan sebagai
aktivitas seseorang untuk keluar ataupun meninggalkan rumah dengan berjalan
kaki ataupun menggunakan sarana transportasi yang mengantarkan sampai pada
tempat tujuan dengan maksud ataupun tujuan tertentu.
Dengan demikian rumah tinggal merupakan start awal dari
semua jenis perjalanan yang dilakukan setiap orang, sedangkan finisnya berada
pada tempat yang menjadi tujuan dari setiap perjalanan. Namun demikian setelah
seorang sampai pada tempat tujuan dan telah menemukan ataupun mendapatkan sesuatu
yang dicari, maka pada suatu saat mereka akan kembali kerumah. Perjalanan yang
demikian ini kemudian dikenal dengan nama pulang pergi (PP).
Perjalanan pulang pergi secara berkesinambungan menunjukkan
adanya mobilisasi yang tinggi dan menjadi ciri masyarakat modern. Apabila pada
suatu kampung, sebagian besar masyarakatnya melakukan perjalanan pulang pergi
pada setiap harinya, maka hal tersebut menunjukkan adanya mobilisasi masyarakat
dan menjadi pertanda kemajuan dari kesejahteraan masyarakat.
Pada masyarakat modern, perjalanan (safar) menjadi bagian
mobilisasi kehidupan, artinya semakin maju kehidupan seseorang maka akan
semakin sering seseorang melakukan perjalanan untuk berbagai tujuan. Pada masa
Rasulullah, perjalanan untuk berbagai keperluan (terutama berdagang) telah
menjadi tradisi masyarakat Arab. Pada musim tertentu masyarakat Arab melakukan
perjalanan ke berbagai teempat untuk berbagai keperluan. Hal tersebut
diabadikan oleh Allah dalam Al-qur’an surat Al-Quraisy. Karena itu tidak heran
jika Islam satu-satunya agama yang mengatur kegiatan manusia dalam melakukan
perjalanan, mulai dari masa persiapan perjalanan, ketika masih berada dirumah,
selanjutnya pada saat dalam perjalanan dan ketika sudah kembali pulang dari
suatu perjalanan. (Roli A. Rahman dan M. Khamzah, 2008:37)
D. PENGERTIAN AKHLAK BERTAMU
Dalam kehidupan bermasyarakat, kita tidak akan
pernah terlepas dari kegiatan bertamu. Adakalanya kita yang akan dating
mengunjungi anak saudara, teman-teman atau para kenalan, namun kesempatan lain
berganti kita yang dikunjungi. Supaya kegiatan saling berkunjungi tetap
berdampak positif bagi kedua belah pihak, maka islam memberikan tuntunan
bagaimana sebaiknya bertamu dan menerima tamu dilakukan. Untuk memberikan
gambaran tentang tatacara bertamu, berikut ini akan dibahas secara mendalam
tentang, pengertian,akhlak bertamu, bentuk akhlak bertemu, nilai positif akhlak
bertamu dan membiasakan akhlak bertamu
Bertamu
merupakan tradisi masyarakat yang selalu dilestarikan. Dengan bertamu seorang
bias menjalin persaudaraan bahkan dapat menjalin kerja sama untuk meringankan
berbagai masalah yang dihadapi dalam kehidupan. Adakalanya seorang bertamu
karena adanya urusan yang serius, mialnya untuk mencari solusi terhadap
problema masyarakat actual, sekedar bertandang, karena lama tidak ketemu
(berjumpa) ataupun sekedar untuk mampir sejenak. Dengan bertandang ke rumah
kerabat atau sahabat, maka kerinduan terhadap kerabat ataupun sahabat dapat
tersalurkan, sehingga jalinan persahabatan menjadi kokoh.
Bertamu dalam bahaa Arab disebut dengan kata “Ataa
liziyaroti, atau Istadloofa-Yastadliifu”. Menurut kamus bahasa Indonesia,
bertamu diartikan ; “datang berkunjung kerumah seorang teman ataupun kerabat
untuk suatu tujuan ataupun maksud (melawat dan sebagainya)”. Secara istilah bertamu
merupakan kegiatan mengunjungi rumah sahabat, kerabat ataupun orang lain, dalam
rangka menciptakan kebersamaan dan kemaslahatan bersama.
Tujuan bertamu sudah barang tentu untuk menjalin
persaudaraan ataupun persahabatan. Sedangkan bertamu kepada orang yang belum
dikenal, memiliki tujuan untuk saling memperkenalkan diri ataupun bermaksud
lain yang belum diketahui kedua belah pihak.
Bertamu merupakan kebiasaan positif dalam kehidupan
bermasyarakat dari zaman tradisional sampai zaman modern. Dengan melestarikan
kebiasaan kunjung mengunjungi, maka segala persoalan mudah diselesaikan, segala
urusan mudah dibereskan dan segala masalah mudah diatasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar