BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Lambat laun dalam
pertumbuhan ketatanegaraan terdapat konflik antara pemerintah dan masyarakat dan
jika pemahaman Negara dan pemahaman masyarakat tidak dapat dipersatukan lagi,
sehingga dikenal satu pemahaman saja, sosiologi atau ilmu masyarakat sedapat
mungkin harus dapat menjembatani antara ilmu kenegaraan dan ilmu tentang
manusia.
Sosiologi yaitu ilmu
kemasyarakatan yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat, dan menyelidiki
ikatan-ikatan antar manusia yang menguasai kehidupan. Masyarakat mengalami
perubahan social yang cepat. Perubahan social menimbulkan masalah-masalah yang
dialami dunia pendidikan, sehingga lahirlah sosiologi pendidikan.
Sosiologi pendidikan merupakan
suatu analisis terhadap proses sosiologi yang berlangsung dalam lembaga
pendidikan. Sosiologi pendidikan banyak topik-topik pembahasan yang harus kita
mengerti salah satunya yaitu “Sosialisasi dan Pola Hubungan pada Lembaga
Pendidikan Islam” di dalam makalah ini akan membahas lebih jelas tentang
sosialisasi dan pola hubungan lembaga pendidikan.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang tersebut, masalah-masalah yang dibahas dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1.
Apa
Pengertian Sosialisasi?
2. Bagaimana proses sosialisasi di dalam
pesantren?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Sosialisasi
Manusia
adalah makhluk social yang senantiasa mempunyai kecenderungan untuk hidup
bersama dalam suatu bentuk pergaulan hidup yang disebut masyarakat. Dalam hidup
bermasyarakat manusia senantiasa dituntut untuk mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungan sosialnya melalui suatu proses. Penyesuain ini dapat disebut proses
penyesuaian diri individu ke dalam kehidupan social, atau lebih singkat dapat
disebut dengan Sosialisasi.
Sosialisasi
adalah proses belajar yang dilakukan oleh seseorang individu untuk berbuat atau
bertingkah laku berdasarkan patokan yang terdapat dan diakui dalam masyarakat.[1]
Dalam proses belajar atau penyesuaian diri itu seseorang kemudian mengadopsi
kebiasaan, sikap, dan ide-ide dari orang lain, kemudian seseorang mempercayai
dan mengakui sebagai milik pribadinya.
Oleh
karena itu proses sosialisasi melahirkan kedirian dan kepribadian seseorang.
Kedirian (self) sebagai suatu produk sosialisasi, merupakan kesadaran terhadap
diri sendiri dan memandang adanya pribadi orang lain terhadap dirinya. Asal
mula timbulnya kedirian:
a.
Dalam
proses sosialisasi mendapat bayangan dirinya, yaitu setelah memperhatikan cara
orang lain memandang dan memperlakukan dirinya.
b.
Dalam
proses sosialisasi juga membentuk kedirian yang ideal. Orang bersangkutan
mengetahui dengan pasti apa-apa yang harus ia lakukan agar memperoleh
penghargaan dari orang lain. Mekanisme kedirian itu adalah “identifikasi” yaitu
kemampuan untuk tidak saja menilai bagaimana tampang dan tingkah laku orang
lain, tetapi juga membuat sesuatu angan-angan ideal tentang orang lain yang
patut ditiru.[2]
B. Proses
Sosialisasi di Dalam Pesantren
Proses
sosialisasi di dalam pesantren merupakan suatu proses interaksi yang terjadi di
dalam pesantren baik interaksi antara santri dengan kyai maupun santri dengan
santri, sebagai contoh pada pesantren Suryalaya yang terletak di Desa
Tanjungkerta, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya. Pesantren ini
merupakan satu-satunya pesantren di Indonesia yang secara langsung ikut
menangani masalah kenakalan remaja , khususnya korban narkotika. Di dalam
pesantren ini terdapat 2 bentuk proses sosialisasi yang sangat kompleks yang terjadi di dalam
pesantren yaitu[3]
a.
Sosialisasi Antar Santri
Sosialisasi
antar santri merupakan proses interaksi yang dilakukan santri dengan santri,
baik interaksi secara langsung maupun tidak langsung.
Di dalam tradisi pesantren ini dikenal adanya
dua kelompok santri yaitu santri mukim dan santri kalong. Santri mukim yaitu
para santri yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap di pesantren,
sedangkan santri kalong yaitu para santri yang berasal dari daerah-daerah
sekeliling pesantren dan biasanya tidak menetap dalam pesantren. Dalam proses
sosialisasi antar kedua santri ini lebih sering pada kegiatan pesantren.
Contohnya
santri mukim yang paling lama (senior) tinggal di pesantren biasanya satu
kelompok tersendiri yang memegang tanggung jawab mengurusi kepentingan
pesantren sehari-hari, di samping itu mereka juga mengajar santri-santri muda tentang
kitab-kitab dasar dan menengah. Jadi proses sosialisasi antar santri di
pesantren ini lebih membicarakan tentang pengetahuan agama dibanding dengan
kehidupan sosial mereka.
Santri
senior ini dalam berinteraksi lebih bersifat pertemanan dan kekeluargaan,
santri senior ini lebih sering mengadakan diskusi-diskusi kecil dalam berbagai
kesempatan. Satu sama lain tidak saling menjatuhkan, bahkan mereka mengakui dan
mengagumi kelebihan masing-masing.
Hubungan
antar santri senior yunior bergantung pada usia antara santri senior dan yunior
itu sendiri serta konteks dimana mereka berkomunikasi. Hubungan yang terjadi
antara santri senior dan yunior yang umumnya jauh lebih tua polanya lebih
mengarah kehubungan antara orang tua dan anak, hubungan antara ustadz dengan
santri, membina dan membimbing santri sebagai pengganti orang tua bagi para
santrinya karena para senior telah dipercaya oleh pimpinan pesantren sebagai
Pembina santri-santrinya.
Sebagaimana
layaknya orang tua dalam berbagai kesempatan ia menasehati kepada para santri
agar belajar dengan tekun, jauhilah segala sesuatu yang dilarang oleh Allah dan
taatilah serta lakukanlah apa yang menjadi kewajibanya seorang muslim dan lain
sebagainya termasuk hal-hal yang menyangkut pakaian dan kebersihan kamar yang
mereka tempati. semuanya tanpa
terkecuali jika melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan akan dikenakan
sanksi. Hubungan antara santri senior dan yunior biasanya umurnya tidak terpaut
coraknya dapat dikatakan sebagai hubungan persaudaraan (kakak dan adik).
Hubungan
antar santri yunior lebih mengarah kecorak hubungan pertemuan. Di dalam
setruktur pesantren kedudukan mereka adalah sama.oleh karena itu dalam
pergaulan mereka menunjukkan sikap yang bebas tetapi masih dalam batas
kewajaran. Dalam satu pondok mereka kenal satu sama lain walaupun tingkat
keakrapan satu dengan yang lain berbeda karna ini menyangkut kecocokan.
Kesamaan daerah asal tidak selamanya membuat mereka bersahabat.
Hubungan
santri mukim dengan santri kalong kesempatan mereka untuk bertemu relative
singkat dibandingkan antar santri mukim yang tinggal di podok. Hubungan mereka
umumnya hanya terbatas pada teman sepengajian, antara santri mukim denagan
kalong juga tidak lepas dari persaingan, terutama dalam menuntut ilmu agama
walaupun pada akhirnya tempatnya santri mukim lebih serius disbanding dengan
santri kalong.
b.
Hubungan Antara Santri Dengan Kyai
Kyai
merupakan elemen yang paling esensial dari suatu pesantren, ia sering kali
bahkan merupakan pendirinya. Tidak seorang pun santri yang atau orang lain yang
dapat melawan kekuasaan kyai (dalam lingkungan pesantrennya) kecuali kyai
lainnya yang lebih besar pengaruhnya. Para santri selalu mengharap dan berpikir
bahwa kyai yang dianutnya merupakan orang yang percaya penuh kepada dirinya
sendiri baik dalam soal-soal pengetahuan islam maupun dalam bidang kekuasaan
dan menejemen pesantren.
Hubungan
kyai dengan murid tentu lebih pada proses belajar mengajar, pada proses
pemberian materi oleh kyainya. Biasanya ada beberapa sistem yang digunakan
pembelajaran antara lain sorogan, sorogan klasikal, bandungan, ceramah, sistem
menulis yang merupakan pengembangan dari sorogan klasikal.
Hubungan
pemimpin pesantren dengan para santrinya tanpaknya tidak hanya terbatas pada
hubungan antara guru dan murid belaka, Akan tetapi lebih dari itu yaitu hubungan
timbale balik dimana santri menganggap kyainya sebagai bapaknya sendiri
sementara itu kyai menggap santri sebagai titipan tuhan yang senantiasa harus
dilindungi (hubungan antara orang tua dengan anaknya).
Peranan
kyai sebagai guru tentunya sebagi tempat bertanya , kemudian perananya sebagai
orang tua kyai merupakan tempat dimana santri mengadu terutama jika santri
mengalami masalah yang tidak dapat dipecahkan sendiri.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.
Sosialisasi
adalah proses belajar yang dilakukan oleh seseorang individu untuk berbuat atau
bertingkah laku berdasarkan patokan yang terdapat dan diakui dalam masyarakat,
Dalam proses belajar atau penyesuaian diri itu seseorang kemudian mengadopsi
kebiasaan, sikap, dan ide-ide dari orang lain, kemudian seseorang mempercayai
dan mengakui sebagai milik pribadinya.
2.
Proses
sosialisasi pesantren terdapat dua bentuk yaitu
a.
Sosialisasi
antara santri dengan santri
Sosialisasi
antar santri merupakan proses interaksi yang dilakukan antara santri dengan
santri, baik interaksi secara langsung maupun tidak langsung.
b.
Sosialisasi
antara santri dengan kyai
Hubungan
kyai dengan murid tentu lebih pada proses belajar mengajar, pada proses
pemberian materi oleh kyainya. Biasanya ada beberapa sistem yang digunakan
pembelajaran antara lain sorogan, sorogan klasikal, bandungan, ceramah, sistem
menulis yang merupakan pengembangan dari sorogan klasikal.
DAFTAR
PUSTAKA.
Galba,
Sindu. 1995. Pesantren Sebagai Wadah
Komunikasi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Soelaeman,
Moenandar. 1987. Ilmu Sosial Dasar Teori
dan Konsep Ilmu Sosial. Bandung: PT Refika Aditama.
Abdulsyani.
1994. Sosiologi Skematika Teori dan Terapan. Jakarta:
Bumi Aksara.
[1] Abdulsyani. Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan. (Jakarta: Bumi Aksara,
1994). Hal 57.
[2] M. moenandar
soelaeman. Ilmu Sosial Dasar Teori dan
Konsep Ilmu Sosial. (Bandung: PT. Refika Aditama, 1987). Hal 167.
[3] Sindu Galba. Pesantren Sebagai Wadah Komunikasi.(Jakarta: PT.
Rineka Cipta. 1995).Hal 55.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar