Rabu, 05 November 2014

SOSIOLOGI PENDIDIKAN (PROSES SOSIALISASI DALAM PESANTREN)



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lambat laun dalam pertumbuhan ketatanegaraan terdapat konflik antara pemerintah dan masyarakat dan jika pemahaman Negara dan pemahaman masyarakat tidak dapat dipersatukan lagi, sehingga dikenal satu pemahaman saja, sosiologi atau ilmu masyarakat sedapat mungkin harus dapat menjembatani antara ilmu kenegaraan dan ilmu tentang manusia.
Sosiologi yaitu ilmu kemasyarakatan yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat, dan menyelidiki ikatan-ikatan antar manusia yang menguasai kehidupan. Masyarakat mengalami perubahan social yang cepat. Perubahan social menimbulkan masalah-masalah yang dialami dunia pendidikan, sehingga lahirlah sosiologi pendidikan.
Sosiologi pendidikan merupakan suatu analisis terhadap proses sosiologi yang berlangsung dalam lembaga pendidikan. Sosiologi pendidikan banyak topik-topik pembahasan yang harus kita mengerti salah satunya yaitu “Sosialisasi dan Pola Hubungan pada Lembaga Pendidikan Islam” di dalam makalah ini akan membahas lebih jelas tentang sosialisasi dan pola hubungan lembaga pendidikan.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah-masalah yang dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Apa Pengertian Sosialisasi?
2.      Bagaimana proses sosialisasi di dalam pesantren?


BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Sosialisasi
Manusia adalah makhluk social yang senantiasa mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dalam suatu bentuk pergaulan hidup yang disebut masyarakat. Dalam hidup bermasyarakat manusia senantiasa dituntut untuk mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya melalui suatu proses. Penyesuain ini dapat disebut proses penyesuaian diri individu ke dalam kehidupan social, atau lebih singkat dapat disebut dengan Sosialisasi.
Sosialisasi adalah proses belajar yang dilakukan oleh seseorang individu untuk berbuat atau bertingkah laku berdasarkan patokan yang terdapat dan diakui dalam masyarakat.[1] Dalam proses belajar atau penyesuaian diri itu seseorang kemudian mengadopsi kebiasaan, sikap, dan ide-ide dari orang lain, kemudian seseorang mempercayai dan mengakui sebagai milik pribadinya.
Oleh karena itu proses sosialisasi melahirkan kedirian dan kepribadian seseorang. Kedirian (self) sebagai suatu produk sosialisasi, merupakan kesadaran terhadap diri sendiri dan memandang adanya pribadi orang lain terhadap dirinya. Asal mula timbulnya kedirian:
a.         Dalam proses sosialisasi mendapat bayangan dirinya, yaitu setelah memperhatikan cara orang lain memandang dan memperlakukan dirinya.
b.         Dalam proses sosialisasi juga membentuk kedirian yang ideal. Orang bersangkutan mengetahui dengan pasti apa-apa yang harus ia lakukan agar memperoleh penghargaan dari orang lain. Mekanisme kedirian itu adalah “identifikasi” yaitu kemampuan untuk tidak saja menilai bagaimana tampang dan tingkah laku orang lain, tetapi juga membuat sesuatu angan-angan ideal tentang orang lain yang patut ditiru.[2]

B.       Proses Sosialisasi di Dalam Pesantren
Proses sosialisasi di dalam pesantren merupakan suatu proses interaksi yang terjadi di dalam pesantren baik interaksi antara santri dengan kyai maupun santri dengan santri, sebagai contoh pada pesantren Suryalaya yang terletak di Desa Tanjungkerta, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya. Pesantren ini merupakan satu-satunya pesantren di Indonesia yang secara langsung ikut menangani masalah kenakalan remaja , khususnya korban narkotika. Di dalam pesantren ini terdapat 2 bentuk proses sosialisasi  yang sangat kompleks yang terjadi di dalam pesantren yaitu[3]
a.         Sosialisasi Antar Santri
Sosialisasi antar santri merupakan proses interaksi yang dilakukan santri dengan santri, baik interaksi secara langsung maupun tidak langsung.
 Di dalam tradisi pesantren ini dikenal adanya dua kelompok santri yaitu santri mukim dan santri kalong. Santri mukim yaitu para santri yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap di pesantren, sedangkan santri kalong yaitu para santri yang berasal dari daerah-daerah sekeliling pesantren dan biasanya tidak menetap dalam pesantren. Dalam proses sosialisasi antar kedua santri ini lebih sering pada kegiatan pesantren.
Contohnya santri mukim yang paling lama (senior) tinggal di pesantren biasanya satu kelompok tersendiri yang memegang tanggung jawab mengurusi kepentingan pesantren sehari-hari, di samping itu mereka juga mengajar santri-santri muda tentang kitab-kitab dasar dan menengah. Jadi proses sosialisasi antar santri di pesantren ini lebih membicarakan tentang pengetahuan agama dibanding dengan kehidupan sosial mereka.
Santri senior ini dalam berinteraksi lebih bersifat pertemanan dan kekeluargaan, santri senior ini lebih sering mengadakan diskusi-diskusi kecil dalam berbagai kesempatan. Satu sama lain tidak saling menjatuhkan, bahkan mereka mengakui dan mengagumi kelebihan masing-masing.
Hubungan antar santri senior yunior bergantung pada usia antara santri senior dan yunior itu sendiri serta konteks dimana mereka berkomunikasi. Hubungan yang terjadi antara santri senior dan yunior yang umumnya jauh lebih tua polanya lebih mengarah kehubungan antara orang tua dan anak, hubungan antara ustadz dengan santri, membina dan membimbing santri sebagai pengganti orang tua bagi para santrinya karena para senior telah dipercaya oleh pimpinan pesantren sebagai Pembina santri-santrinya.
Sebagaimana layaknya orang tua dalam berbagai kesempatan ia menasehati kepada para santri agar belajar dengan tekun, jauhilah segala sesuatu yang dilarang oleh Allah dan taatilah serta lakukanlah apa yang menjadi kewajibanya seorang muslim dan lain sebagainya termasuk hal-hal yang menyangkut pakaian dan kebersihan kamar yang mereka tempati.  semuanya tanpa terkecuali jika melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan akan dikenakan sanksi. Hubungan antara santri senior dan yunior biasanya umurnya tidak terpaut coraknya dapat dikatakan sebagai hubungan persaudaraan (kakak dan adik).
Hubungan antar santri yunior lebih mengarah kecorak hubungan pertemuan. Di dalam setruktur pesantren kedudukan mereka adalah sama.oleh karena itu dalam pergaulan mereka menunjukkan sikap yang bebas tetapi masih dalam batas kewajaran. Dalam satu pondok mereka kenal satu sama lain walaupun tingkat keakrapan satu dengan yang lain berbeda karna ini menyangkut kecocokan. Kesamaan daerah asal tidak selamanya membuat mereka bersahabat.
Hubungan santri mukim dengan santri kalong kesempatan mereka untuk bertemu relative singkat dibandingkan antar santri mukim yang tinggal di podok. Hubungan mereka umumnya hanya terbatas pada teman sepengajian, antara santri mukim denagan kalong juga tidak lepas dari persaingan, terutama dalam menuntut ilmu agama walaupun pada akhirnya tempatnya santri mukim lebih serius disbanding dengan santri kalong.

b.        Hubungan Antara Santri Dengan Kyai
Kyai merupakan elemen yang paling esensial dari suatu pesantren, ia sering kali bahkan merupakan pendirinya. Tidak seorang pun santri yang atau orang lain yang dapat melawan kekuasaan kyai (dalam lingkungan pesantrennya) kecuali kyai lainnya yang lebih besar pengaruhnya. Para santri selalu mengharap dan berpikir bahwa kyai yang dianutnya merupakan orang yang percaya penuh kepada dirinya sendiri baik dalam soal-soal pengetahuan islam maupun dalam bidang kekuasaan dan menejemen pesantren.
Hubungan kyai dengan murid tentu lebih pada proses belajar mengajar, pada proses pemberian materi oleh kyainya. Biasanya ada beberapa sistem yang digunakan pembelajaran antara lain sorogan, sorogan klasikal, bandungan, ceramah, sistem menulis yang merupakan pengembangan dari sorogan klasikal.
Hubungan pemimpin pesantren dengan para santrinya tanpaknya tidak hanya terbatas pada hubungan antara guru dan murid belaka,  Akan tetapi lebih dari itu yaitu hubungan timbale balik dimana santri menganggap kyainya sebagai bapaknya sendiri sementara itu kyai menggap santri sebagai titipan tuhan yang senantiasa harus dilindungi (hubungan antara orang tua dengan anaknya).
Peranan kyai sebagai guru tentunya sebagi tempat bertanya , kemudian perananya sebagai orang tua kyai merupakan tempat dimana santri mengadu terutama jika santri mengalami masalah yang tidak dapat dipecahkan sendiri.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.        Sosialisasi adalah proses belajar yang dilakukan oleh seseorang individu untuk berbuat atau bertingkah laku berdasarkan patokan yang terdapat dan diakui dalam masyarakat, Dalam proses belajar atau penyesuaian diri itu seseorang kemudian mengadopsi kebiasaan, sikap, dan ide-ide dari orang lain, kemudian seseorang mempercayai dan mengakui sebagai milik pribadinya.
2.        Proses sosialisasi pesantren terdapat dua bentuk yaitu
a.       Sosialisasi antara santri dengan santri
Sosialisasi antar santri merupakan proses interaksi yang dilakukan antara santri dengan santri, baik interaksi secara langsung maupun tidak langsung.
b.      Sosialisasi antara santri dengan kyai
Hubungan kyai dengan murid tentu lebih pada proses belajar mengajar, pada proses pemberian materi oleh kyainya. Biasanya ada beberapa sistem yang digunakan pembelajaran antara lain sorogan, sorogan klasikal, bandungan, ceramah, sistem menulis yang merupakan pengembangan dari sorogan klasikal.







  
DAFTAR PUSTAKA.
Galba, Sindu. 1995. Pesantren Sebagai Wadah Komunikasi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Soelaeman, Moenandar. 1987. Ilmu Sosial Dasar Teori dan Konsep Ilmu Sosial. Bandung: PT Refika Aditama.
Abdulsyani. 1994.  Sosiologi Skematika Teori dan Terapan. Jakarta: Bumi Aksara.










[1] Abdulsyani. Sosiologi Skematika, Teori  dan Terapan. (Jakarta: Bumi Aksara, 1994). Hal 57.
[2] M. moenandar soelaeman. Ilmu Sosial Dasar Teori dan Konsep Ilmu Sosial. (Bandung: PT. Refika Aditama, 1987). Hal 167.
[3] Sindu Galba. Pesantren Sebagai Wadah Komunikasi.(Jakarta: PT. Rineka Cipta. 1995).Hal 55.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PORTOFOLIO RANGKUMAN TUGAS PEMBATIK LEVEL 4 TAHUN 2023

Tidak terasa perjalanan yang luar biasa hingga sampai pada titik ini. Langkah demi langkah, menyelesaikan tugas demi tugas yang tentunya ber...