Rabu, 05 November 2014

Hadis Musalsal



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Pembahasan sanad merupakan sandaran yang sangat prinsipil dalam ilmu hadis yang merupakan jalur utama untuk mencapai tujuannya yang luhur, yakni untuk membedakan antara hadis yang diterima dan hadis yang ditolak.
Para muhadditsin meneliti dan menganalisis sanad karena kajian atas sanad telah banyak sekali mengantarkan kepada keberhasilan kritik atas matan, bahkan kritik matan tidak mungkin berhasil tanpa melalui kajian sanad. Para ulama telah berupaya keras menelusuri dan meneliti sanad, sehingga mereka mengadakan perlawatan ke berbagai negara dan menempuh perjalanan ke berbagai penjuru dunia dengan segala resikonya hanya untuk menemukan suatu sanad atau untuk meneliti sanad yang rumit bagi mereka.
Cabang-cabang mushthalah hadits yang berkitan dengan sanad adakalanya merupakan kajian sanad yang bersambung atau tidak bersambungnya. Adapun telaah atas sanad dari segi bersambung dan tidak bersambungnya di uraikan dalam dua bagian, yaitu : kajian tentang sanad yang bersambung dan kajian sanad yang tidak bersambung. Dalam kajian sanad yang bersambung terdapat beberapa hadis seperti hadis muttashil, hadis musnad, hadis mu’an’am, hadis mu’annan, hadis musalsal, hadis ‘ali, hadis nazil, dan tambahan rawi pada sanad muttashil. Di dalam makalah ini penulis ingin menjelaskan lebih detail dalam pembahasan hadis musalsal.

B.       Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Musalsal?
2.      Apa saja macam-macam Musalsal?
3.      Apa hukum hadis Musalsal?
4.      Apa saja kitab-kitab hadis Musalsal?

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian
Musalsal artinya yang terangkai atau yang berangkai.[1] Menurut bahasa musalsal berasal dari kata  يُسَلْسِلُ,سَلْسَلَةٌ , سَلْسَلَ yang berarti berantai dan bertali menali. Hadis ini dinamakan musalsal karena ada kesamaan dengan rantai (silsilah) dalam segi pertemuan pada masing-masing perawi atau ada kesamaan dalam bagian-bagiannya.
Lebih luas Al-Iraqi memberikan definisi musalsal adalah hadis yang perawinya dalam sanad berdatangan satu persatu dalam satu bentuk keadaan atau dalam satu sifat, baik sifat para perawi maupun sifat penyandaran (isnad) baik terjadi pada isnad dalam bentuk penyampaian periwayatan (ada’ ar-riwayah) maupun berkaitan dengan waktu dan tempatnya, baik keadaan para perawi maupun sifat-sifat mereka, dan baik perkataan maupun perbuatan.
Dengan demikian hadis musalsal adalah hadis yang secara berturut-turut sanad-nya sama dalam satu sifat atau dalam satu keadaan dan atau dalam satu periwayatan.[2]
Musalsal dalam pembicaraan ilmu Hadits adalah “Satu Hadits yang rawi-rawinya atau jalan meriwayatkannya berturut-turut atas satu keadaan”
Yang dikatakan musalsal pada rawi-rawinya ialah :
a.         Sama nama-namanya, tetapi berlainan orangnya.
Contoh : semua rawi bernama Ahmad, tetapi yang satu Ahmad bin Ibrahim, yang lain Ahmad bin Salim dan lainnya.
b.         Sama tentang sifatnya.
Contoh : semua rawi ahli fiqh atau ahli hadits, atau imam-imam.
c.         Sama nasib mereka.
Contoh : semua rawi orang Mekkah atau orang Madinah dan sebagainya.
d.        Berturut-turut keluarga meriwayatkan dari keluarga.
Contoh : anak meriwayatkannya dari bapak, bapak dari datuk, datuk dari saudaranya, selanjutnya sampai penghabisan sanad.

Adapun musalsal dalam jalan meriwayatkannya,[3] adalah :
a.         Lafazh-lafazh sanadnya semua sama.
Contoh : semua rowi berkata: “aku telah mendengar” atau “telah mengkhabarkan kepada kami” atau “telah menceritakan kepada kami” atau dalam sanadnya semua pakai perkataan (عَنْ) "dari".
b.         Dalam meriwayatkannya itu, semua rawi pakai sumpah.
Contoh : “wallahi”, “billahil-‘azhim” dan sebagainya.
c.         Sama hari meriwayatkannya.
Contoh : Nabi sabdakan satu ucapan pada hari raya, lalu sahabat yang mendengar, sampaikannya pada hari raya juga.
d.        Sama tempat meriwayatkannya.
Contoh : Nabi bersabda di ‘Arafah. Sahabat yang mendengar sampaikan sabda Nabi itu di ‘Arafah juga. Rawi yang mendengar itu, sampaikan kepada rawi di ‘Arafah, sehingga akhir sanad.
e.         Kelakuan dan keadaan yang sama, yakni semua rawi kerjakan sebagaimana yang pertama.


B.       Macam-macam Musalsal[4]
1.      Musalsal keadaan perawi (musalsal bi ahwal ar-ruwat)
Musalsal keadaan perawi terkadang dalam perkataan (qawli), perbuatan (fi’li), atau keduanya (perkataan dan perbuatan atau qawli dan fi’li).
Contoh musalsal qawli :
حَدِيْثُ مُعَاذِ بْنِ جَبَلِ أَنَّ النَّبِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ لَهُ : يَا مُعَاذُ إِنِّي أُحِبُّكَ, فَقُلْ فِيْ دُبُرِ كُلِّ صَلَاةِ : اَلَّلهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَ شُكْرِكَ وَ حُسْنِ عِبَادَتِكَ.
Artinya :
“Hadis Mu’adz bin Jabal, bahwasannya Nabi Muhammad SAW brsabda kepadanya : Hai Mu’adz sesungguhnya aku mencintaimu, maka katakanlah pada setiap setelah shalat : Ya Allah Tolonglah aku untuk dzikir kepada-Mu, syukur kepada-Mu, dan baik dalam ibadah kepada-Mu.” (HR. Abu Dawud).
Hadis di atas musalsal pada perkataan setiap perawi ketika menyampaikan periwayatan dengan ungkapan : sesungguhnya aku mencintaimu, maka katakan di setiap selesai shalat. Setiap perawi yang menyampaikan perawi hadis ini selalu memulai dengan kata-kata tersebut sebagaimana yang dilakukan Rosulullah terhadap Mu’adz.
Contoh musalsal fi’li (perbuatan) :
حَدِيْثُ أَبِي هُرَيْرَةَ قَلَ : شَبَّكَ بِيَدِيْ أَبُو الْقَاسِمِ صَلَّ اللّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَ قَالَ : خَلَقَ الَلهُ الَأ رْضَ يَوْمَ السَّبْتِ.
Artinya :
Hadis Abu Hurairah dia berkata : Abu Al-Qasim memasukkan jari-jari tangannya kepada jari-jari tanganku (jari jemari) bersabda : Allah menciptakan bumi pada hari sabtu”. (HR. Al-Hakim)
          Setiap perawi yang menyampaikan periwayatannya selalu jari jemari terhadap orang yang menerima hadis tersebut sebagaimana yang dilakukan Rasulullah.
          Contoh musalsal qawli dan fi’li sekaligus ialah :
حَدِيْثُ أَنَسِ بْنِ مَالِكِ رضي اللّه عنه قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللُه صَلَّ اللَهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : لَا يَخِدُ الْعَبْدُ حَلَاوَةَ الْإِيْمَا نِ حَتَّى يُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرَّهِ, حُلْوِهِ وَمُرِّهِ, وَقَبَضَ رَسُوْلُ اللَّه صَلَّى اللًهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى لِحْيَتِهِ وَقَالَ آمَنْتُ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ, حُلْوِهِ وَمُرِّهِ.
Artinya :
          “Hadis Anas bin Malik Berkata : Rasulullah bersabda : seorang hamba tidak mendapatkan manisnya iman sehingga beriman kepada ketentuan Allah (qadar) baik dan buruk, manis dan pahitnya. Rasulullah sambil memegang jenggot dan bersabda : Aku beriman kepada ketentuan Allah (qadar) baik dan buruk, manis dan pahitnya.” (HR. Al-Hakim secara musalsal)
          Hadis diatas musalsal qawli dan fi’li (musalsal perkataan dan sekaligus perbuatan) yaitu perkataan : “Aku beriman kepada ketentuan Allah (qadar) baik dan buruk, manis dan pahitnya” dan perbuatan memegang jenggot. Semua perawi ketika menyampaikan periwayatannya juga melakukan hal itu sebagaimana Rosulullah.
2.      Musalsal sifat periwayat (musalsal bi shifat ar-ruwah)
Musalsal ini dibagi menjadi perkataan (qawli) dan perbuatan (fi’li). Contoh musalsal sifat perawi dalam bentuk perkataan :
أَنَّ الصَّحَابَةَّ سَألُوْا الرَّسُوْلَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَحَبَّ الأَعْمَالِ إلَى اللَهِ عَزَّ وَجَلَّ لِيَعْمَلُوْهُ فَقَرَأَ عَلَيْهِمْ سُوْرَةَ الصَّفِّ.
Artinya :
          “bahwasannya sahabat bertanya kepada Rosulullah tentang amal yang paling disukai Allah agar diamalkan, maka Nabi membacakan mereka Surah Ash-Shaff.”
          Hadis ini musalsal pada membacakannya Surah Ash-Shaff. Setiap periwayat membacakan Surah Ash-Shaff ketika menyampaikan periwayatan kepada muridnya atau yang menerima hadisnya.
          Contoh musalsal sifat perawi dalam bentuk perbuatan (fi’li) :
حَدِيْثُ اِبْنُ عُمَرَ مَرْفُوْعًا : الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ
Artinya :
          “hadis Ibnu Umar secara marfu’ : Penjual dan pembeli boleh mengadakan khiyar (memilih jadi atau tidak).”
          Hadis diatas musalsal diriwayatkan oleh fuqaha kepada para fuqaha secara teru menerus. Atau termasuk musalsal ini seperti kesepakatan nama-nama para perawi. Seperti: musalsal dalam nama Al-Muhammadin kesepakatan dalam menyebut bangsa atau nisbat mereka seperti musalsal dalam menyebut Ad-Dimasyqiyin dan Al-Mishriyin.
3.      Musalsal dalam sifat periwayatan (musalsal bi Shifat ar-riwayah)
Dalam musalsal ini terbagi menjadi 3 macam, yaitu :
a.       Musalsal dalam bentuk ungkapan penyimpanan periwayatan (ada’)
Contonya seperti hadis mualsal pada perkataan setiap perawi dengan menggunakan سَمِعْتُ فُلَانَا = Aku mendengar si Fulan atau أَخْبَرَنَا فُلَانٌ , حَدَّثَنَا فُلَانٌ = Memberitakan kepada kami si Fulan dan seterusnya.
b.      Musalsal pada waktu periwayatan
Contoh :
حَدِيْثُ اِبْنُ عَبَّاسِ قَالَ : شَهِدْتُ رَسُوْلَ اللَه صَلَّ اللَهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ يَوْمِ عِيْدِ فِطْرِ أوْ أَضْحَى, فَلَمَّا فَرَغَ مِنَ الصَّلَاةِ أقْبَلَ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ , فَقَالَ : أَيُها النَّسُ قَدْ أصَبْتُمْ خَيْرَا
Artinya :
     “Hadis Ibnu Abbas berkata : aku menyaksikan Rasulullah saw pada hari raya Idul Fitri atau Idul Adha, setelah beliau selesai shalat menghadap kita dengan wajahnya kemudian bersabda : wahai manusia kalian telah memperoleh kebaikan....”
     Hadis di atas musalsal waktu periwayatan yaitu pada hari raya Idul Fitri atau Idul Adha. Setiap perawi mengungkapkan kalimat tersebut dalam menyampaikan periwayatan kepada muridnya.
c.       Musalsal pada tempat periwayatannya
Seperti kata Ibnu Abbas tentang terijabah doa di Multazam :
سَمِعْتُ رَسُوْلُ اللَّه صَلَّ اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : المُلْتَزَمُ مَوْضِعٌ يُسْتَجَابُ فِيْهِ الدُّعَاءُ ,وَمَا دَعَا اللَّهَ فِيْهِ عَبْدٌ دَعْوَةً إَلَّا اسْتَجَابَ لَهُ
Artinya :
     “aku mendengar Rasulullah bersabda : Multazam adalah suatu tempat yang diperkenankan doa padanya. Tidak ada seorang hamba yang berdoa padanya melainkan dikabulkannya.”

قَالَ ابْنُ عَبَّاسِ : فَوَاللَّه مَا دَعَوْتُ اللَّه عَزَّ وَجَلّ فِيْهِ قَط مُنْذُسَمِعْتُ هَذَا الْحَدِيْثَ إلَّا اسْتَجَابَ لِيْ
Artinya :
     “Ibnu Abbas berkata : Demi Allah, aku tidak berdoa kepada Allah padanya padanya sama sekali sejak mendengar hadis ini melainkan Allah memperkenankan doaku.”
Hadis musalsal pada tempat periwayatannya, masing-masing periwayat mengungkapkan sebagaimana perkataan Ibnu Abbas tersebut setelah menyampaikan periwayatan hadis kepada orang lain.

C.      Hukum Hadis Musalsal[5]
Terkadang hadis terjadi musalsal dari awal sampai akhir dan terkadang sebagian musalsal terputus di permulaan atau di akhiran. Al-Hafizh Al-Iraqi berkata : sedikit sekali hadis musalsal yang selamat dari kedha’ifan, dimaksudkan di sini sifat musalsal bukan pada asal matan karena sebagian matan shahih. Ibnu Hajar berkata : musalsal yang paling shahih di dunia adalah musalsal hadis membaca Surah Ash-Shaff. Disebutkan dalam Syarah An-Nukhbah musalsal para huffazh memberi faedah ilmu yang pasti (qathi). Maka tidak seluruh hadis musalsal shahih. Hukum musalsal adakalanya Shahih, Hasan dan Dha’if tergantung keadaan para perawinya. Keshahihan hadis ditentukan 5 persyaratan yakni :
1.         Persambungan sanad.
2.         Periwayat yang adil.
3.         Dhabith (kuat daya ingatan).
4.         Tidak adanya syadzdz (kejanggalan).
5.         Tidak adanya ‘illah (cacat).
Di antara kelebihan musalsal adalah :
1.         Menunjukkan kemuttashilan dalam mendengar.
2.         Tidak adanya tadlis dan inqitha’.
3.         Nilai tambah kedhabithan para perawi.
Hal ini dibuktikan dengan perhatian masing-masing perawi dalam pengulangan menyebut keadaan atau sifat para perawi atau periwayatann.

D.      Kitab-kitab Hidis Musalsal[6]
Diantara kitab hadis musalsal yang terkenal adalah :
1.         Al-Musalsalat Al-Kubra karya As-Suyuthi, memuat 85 buah hadis.
2.         Al-Manahil As-Salsalah fi Al-Ahadis Al-Musalsalah, karya Muhammad Abdul Baqi Al-Ayyubi, mengandung sebanyak 212 buah hadis.
3.         Al-Musalsalat, karya Al-Hafizh Isma’il bin Ahmad bin Al-Fadhal Al-Taymi.



BAB III
KESIMPULAN

1.        Pengertian
Hadis yang secara berturut-turut sanad-nya sama dalam satu sifat atau dalam satu keadaan dan atau dalam satu periwayatan.
2.        Macam-macam musalsal
·           Musalsal keadaan perawi (musalsal bi ahwal ar-ruwat)
Musalsal keadaan perawi terkadang dalam perkataan (qawli), perbuatan (fi’li), atau keduanya (perkataan dan perbuatan atau qawli dan fi’li).
·           Musalsal sifat periwayat (musalsal bi shifat ar-ruwah)
Musalsal ini dibagi menjadi perkataan (qawli) dan perbuatan (fi’li).
·           Musalsal pada tempat periwayatannya
Dalam musalsal ini terbagi menjadi 3 macam, yaitu :
ü  Musalsal dalam bentuk ungkapan penyimpanan periwayatan (ada’)
ü  Musalsal pada waktu periwayatan
ü  Musalsal pada tempat periwayatannya
3.        Hukum hadis musalsal
Hukum musalsal adakalanya Shahih, Hasan dan Dha’if tergantung keadaan para perawinya.
4.        Kitab-kitab hadis musalsal
·         Al-Musalsalat Al-Kubra
·         Al-Manahil As-Salsalah fi Al-Ahadis Al-Musalsalah
·         Al-Musalsalat



DAFTAR PUSTAKA

Khon, Abdul Majid. 2010. Ulumul Hadis. Jakarta : Amzah.
Hassan, Qadir. 1996. Ilmu Mushthalah Hadits. Bandung : Diponegoro.


[1] A. Qadir Hassan, Ilmu Mushthahalah Hadis, cet VII, (Bandung: CV Diponegoro, 1996). Hlm. 308.
[2] Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag, Ulumul Hadis, (Jakarta: Amzah, 2010). Hlm. 237.
[3] A. Qadir Hassan, Ilmu Mushthahalah Hadis, hlm. 308-309.
[4] Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag, Ulumul Hadis, Hlm. 238-241.
[5] Ibid, hlm. 241.
[6] Ibid, hlm. 242.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PORTOFOLIO RANGKUMAN TUGAS PEMBATIK LEVEL 4 TAHUN 2023

Tidak terasa perjalanan yang luar biasa hingga sampai pada titik ini. Langkah demi langkah, menyelesaikan tugas demi tugas yang tentunya ber...