RIVIEW
BUKU
FILSAFAT
PENDIDIKAN ISLAM

Fidia
Astuti
NIM
: 123 111 163
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
FAKULTAS
TARBIYAH DAN BAHASA
PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
2013
Judul : Filsafat
Pendidikan Islam
Pengarang : Prof. H.M.
Arifin, M.Ed.
Penerbit : Bumi
Aksara Jakarta
Tempat Terbit : Jakarta
Tahun : 1993
Cetakan : ke-2
BAB 1
Mempelajari Filsafat Pendidikan Islam
A.
Pengertian
Tentang Filsafat Pendidikan
Berikut ini
dikemukakan pengertian filsafat dalam kaitannya dengan pendidikan pada umumnya
dari beberapa ahli pikir sebagai berikut :
1.
John
Dewey memandang pendidikan sebagai suatu
proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik menyangkut daya pikir
maupun daya perasaan. John Dewey juga memandang ada hubungan yang erat antara
filsafat dengan pendidikan.
2.
Thomson
memandang Filsafat sebagai suatu bentuk pemikiran yang konsekuen
tanpa kenal kompromi tentang hal-hal yang harus diungkap secara menyeluruh dan
bulat. Keseluruhan dan kebulatan masalah
yang dipikirkan oleh filsafat itu tidak lain adalah untuk menemukan hakikat dan
masalah itu. Sedang suatu hakikat tidak dapat ditetapkan melalui kompromi.
3.
Van
Cleve Morris menyatakan
pendidikan adalah studi filosofis, karena ia pada dasarnya bukan alat sosial
semata untuk mengalihkan cara hidup secara menyeluruh kepada setiap generasi.
Dilihat dari tugas dan fungsinya, pendidikan harus dapat menyerap, mengolah dan
menganalisa serta menjabarkan aspirasi dan idealitas masyarakat
4.
Brubacher
menyatakan filsafat pendidikan adalah filsafat yang memikirkan
tentang masalah kependidikan. Maka filsafat diartikan sebagai teori pendidikan
dalam segala tingkat. Untuk menyelesaikan permasalahan kependidikan ada 3
disiplin ilmu yang membantu filsafat pendidikan itu :
a.
Etika
atau teori tentang nilai.
b.
Teori
ilmu pengetahuan atau Epistimologi
c.
Teori
tentang realitas atau kenyataan dan yang ada di balik kenyataan yang disebut
Metafisika.
A.
Ruang
Lingkup Pemikiran Filsafat
Adapun pola dan sistem pemikiran kefilsafatan sebagai suatu ilmu
adalah :
1.
Pemikiran
kefilsafatan harus bersifat sistematis, dalam arti bahwa cara berfikirnya
bersifat logis dan rasional tentang hakikat permasalahan yang dihadapi.
2.
Tinjauan
terhadap permasalahan yang dipikirkan bersifat radikal artinya menyangkut
persoalan-persoalan mendasar sampai ke akar-akarnya.
3.
Ruang
lingkup pemikirannya bersifat universal.
4.
Bersifat
spekulatif artinya pemikiran yang tidak didasari pembuktian-pembuktian empiris
atau eksperimental, akan tetapi mengandung nilai-nilai obyektif.
Pola dan sistem berpikir filosofis demikian dilaksanakan dalam
ruang lingkup yang menyangkut bidang-bidang sebagai berikut :
a.
Cosmologi
yaitu suatu pemikiran dalam permasalahan yang berhubungan dengan
alam semesta, ruang dan waktu, kenyataan hidup manusia sebagai ciptaan Tuhan,
serta proses kejadian dan perkembangan hidup manusia di alam nyata, dan
sebagainya.
b.
Ontologi yaitu suatu tentang asal-usul kejadian alam semesta, dari mana dan
kearah mana proses kejadiannya.
c.
Philosophy
of mind yaitu pemikiran filosofis tentang
“jiwa” dan bagaimana hubungannya dengan jasmani serta bagaimana tentang
kebebasan berkehendak dari manusia (free will), dan sebagainya.
d.
Epistomologi
yaitu pemikiran tentang apa dan bagaimana sumber pengetahuan
manusia diperoleh. Apakah dari akal pikiran, panca indera, ide-ide, atau dari
Tuhan.
e.
Axiologi
yaitu suatu pemikiran tentang masalah nilai-nilai termasuk
nilai-nilai tinggi Tuhan. Misalnya, nilai moral, nilai agama, nilai keindahan.
BAB 2
Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan sebagai usaha membina dan
mengembangkan pribadi manusia dari aspek-aspek rohanian dan jasmaniah juga
harus berlangsung secara bertahap. Beberapa ahli pendidikan di Barat yang
memberikan arti pendidikan sebagai proses antara lain :
a.
Mortimer
J. Adler
Pendidikan
adalah proses dengan mana semua kemampuan manusia (bakat dan kemampuan yang
diperoleh) yang dapat dipengaruhi oleh pembiasaan, disempurnakan dengan
kebiasaan-kebiasaan yang baik melalui sarana yang secara artistik dibuat dan
dipakai oleh siapapun untuk membantu orang lain atau dirinya sendiri mencapai
tujuan yang ditetapkan yaitu kebiasaan yang baik.
b.
Herman
H. Horne
Pendidikan harus dipandang sebagai suatu proses penyesuaian diri
manusia secara timbal balik dengan alam sekitar, dengan sesama manusia dan
dengan tabiat tertinggi dari kosmos.
c.
William
Mc Gucken, SJ,
Pendidikan sebagai suatu perkembangan dan kelengkapan dari
kemampuan-kemampuan manusia baik moral, intelektual, maupun jasmaniah yang
diorganisasikan, untuk kepentingan individual atau sosial dan diarahkan kepada
kegiatan-kegiatan yang bersatu dengan penciptanya sebagai tujuan akhirnya.
Pendidikan islam lebih menekankan pada keseimbangan dan keserasian
perkembangan hidup manusia sebagai berikut :
1.
Pendidikan
islam menurut Prof. Dari. Omar Muhammad Al-Toumy al-Syaebani, diartikan sebagai
usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan
kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses
kependidikan. Perubahan itu dilandasi dengan nilai-nilai islami.
2.
Hasil
rumusan Seminar Pendidikan Islam se Indonesia tahun 1960, memberikan peringatan
Pendidikan Islam: “sebagai bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani
menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh
dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam.
Menurut pandangan Islam, manusia
adalah makhluk ciptaan Allah yang di dalam dirinya diberi
kelengkapan-kelengkapan psikologis dan fisik yang memiliki kecenderungan ke
arah yang baik dan yang buruk.
3.
Hasil
rumusan Konggres se-Dunia ke II tentang Pendidikan Islam melalui Seminar
tentang Konsepsi dan kurikulum Pendidikan Islam tahun 1980 dinyatakan bahwa :
pendidikan Islam ditujukan untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan dari pribadi
manusia secara menyeluruh melalui latihan-latihan kejiwaan, akal pikiran,
kecerdasan, perasaan dan pancaindera. Oleh karena itu Pendidikan Islam harus
mengembangkan seluruh aspek kehidupan manusia, baik spiritual, intelektual,
imajinasi, jasmaniah, keilmiahannya, bahasanya, baik secara individual maupun
kelompok, serta mendorong aspek-aspek itu ke arah kebaikan dan kearah
pencapaian kesempurnaan hidup.
BAB 3
Metode Studi Dalam Filsafat Pendidikan
Tiga
ratus tahun yang lalu seorang filosuf Perancis Rene Descartes, yang terkenal
sebagai pendiri filsafat modern pernah mengajukan hasil pemikirannya yang
meninggalkan cara berpikir lebih luas bilamana ia berpikir berdasarkan metode
yang rasionalistik untuk menganalisa gejala alam. Dengan pemikiran yang
rasionalistik itu orang mampu menghasilkan ilmu-ilmu pengetahuan yang berguna
seperti ilmu dan teknologi.
Menurut
Rene Descartes, ada 4 langkah berpikir yang rasionalistis tersebut adalah
berlangsung sebagai berikut :
a.
Tidak
boleh menerima begitu saja hal-hal yang belum diyakini kebenarannya, namun
harus secara hati-hati mengkaji hal-hal tersebut sehingga pikiran kita menjadi
jelas dan terang, dan tidak ragu-ragu lagi.
b.
Menganalisa
dan mengklasifikasikan setiap permasalahan melalui pengujian yang teliti ke
dalam sebanyak mungkin bagian yang diperlakukan bagi pemecahan yang memadai.
c.
Menggunakan
pikiran dengan cara demikian, diawali dengan menganalisa sasaran-sasaran yang
paling sederhana dan paling mudah untuk diuangkapkan.
d.
Dalam
tiap permasalahan dibuat uraian yang sempurna serta dilakukan peninjauan
kembali secara umum, sehingga yakin tidak ada satupun permasalahan yang
tertinggal.
Menurut John Dewey, ahli
filsafat pendidikan USA sedikit berbeda dengan Descartes dalam hal metode yang
dipergunakan dalam berpikir. Kenyataan merupakan suatu problem yang oleh para
ahli filsafat dipandang sebagai problem besar yang cara pemecahannya didasarkan
oleh J. Dewey sebagai berikut :
a.
Lebih
dahulu menganalisa situasi secara hati-hati dan mengumpulkan semua fakta yang
dapat diperoleh. Dan harus adil dan tidak memihak.
b.
Setelah
melakukan observasi pendahuluan terhadap fakta-fakta maka pemecahan apa yang
diusulkan, ditetapkan.
c.
Filsafat
dapat dihampiri melalui metode historis. Bagaimanapun sulitnya problema itu
harus dipecahkan.
Metode lainnya yang digunakan dalam filsafat pendidikan adalah :
1.
Metode
analitis-sintetis, yaitu suatu metode yang berdasarkan pendekatan rasional dan logis
terhadap sasaran pemikiran secara induktif dan deduktif secara analisa ilmiah.
2.
Menggunakan
analisa bahasa dan analisa konsep. Analisa bahasa dan analisa konsep itu
dipandang oleh hampir semua ahli filsafat sebagai fungsi pokok yang sah dari
filsafat.
BAB 4
Studi Dalam Filsafat Pendidikan Islam
Falsafah Pendidikan Islam yang kita
kehendaki adalah suatu pemikiran yang serba mendalam, mendasar, sistematis,
terpadu, dan logis. Mengingat filsafat pendidikan Islam adalah falsafah tentang
pendidikan yang tidak dibatasi oleh lingkungan kelembagaan Islam saja atau oleh
ilmu pengetahuan dan pengalaman keislaman semata-mata, melainkan menjangkau
segala ilmu dan pengalaman yang luas seluas aspirasi masyarakat muslim, maka
pandangan dasar yang dijadikan titik tolak studinya adalah ilmu pengetahuan
teoritis dan praktis.
Beberapa pemikir tentang pendidikan
islam yang tercatat dalam sejarah yaitu pendiri sekolah-sekolah yang terkenal
antara lain Nurudin Zanky dan Nidzam al Mulky zaman khalifah Harun Ar-Rasyid
abad 4 H, yang pernah merintis ke arah pendidikan formal, berupa sekolah
diiringi dengan metode-metode pengajaran yang child centered pada masanya,
kualitas nilainya dalam kependidikan tetap dianggap baik sampai masa kini.
Jadi dalam melakukan studi tentang
falsafah pendidikan Islam dituntut penguasaan ilmu-ilmu pengetahuan yang
melengkapi yang dapat menjadi sumber potensi rujukan pemikiran pemikir bidang
tersebut yang meliputi sekurang-kurangnya sebagai berikut :
a.
Ilmu
Agama Islam yang luas dan mendalam.
b.
Ilmu
pengetahuan tentang kebudayaan Islam dan umum serta sejarahnya.
c.
Filsafat
Islam dan umum seta ilmu-ilmu cabang kefilsafatan yang kontemporer saat ini.
d.
Ilmu
tentang manusia seperti psikologi dalam segala cabangnya yang relevan dengan
kependidikan, serta yang mengenai perkembangan hidup manusia.
e.
Science
dan teknologi yang terutama berhubungan dengan pengembangan hajat hidup manusia
dan yang berpengaruh terhadap pengembangan pendidikan misalnya teknologi
pendidikan.
f.
Ilmu
tentang sistem approach serta ilmu tentang metode pendidikan dan riset
pendidikan.
g.
Pengalaman
tentang teknik-teknik operasional kependidikan dalam masyarakat.
h.
Ilmu
pengetahuan tentang kemasyarakatan, terutama tentang sosiologi pendidikan.
i.
Ilmu
tentang kemanusiaan lainnya seperti antropologi budaya, ekologi dan etnologi,
dan sebagainya.
j.
Ilmu
tentang teori kependidikan atau paedagogik.
Akan
tetapi segala jenis keilmuan tersebut tidak akan dapat memberi corak keislaman
pada filsafat pendidikan bilamana tidak diolah dan disusun oleh pemikir-pemikir
Islam. Adapun permasalahan dasar yang dibahas oleh filsafat pendidikan Islam
ialah menyangkut tugas dan fungsi pendidikan sebagai sasaran dan tujuan
pelaksanaan pendidikan. Pelaksanaannya menuntut terwujudnya faktor-faktor
pendidikan yaitu :
1.
Anak
didik yang dalam proses kependidikan merupakan sasaran utama tugas dan fungsi
pendidikan.
2.
Pendidik
merupakan potensi paedagogis yang mengarahkan perkembangan hidup anak didik.
3.
Alat-alat
pendidikan yang merupakan sarana yang dapat memperlancar proses pendidikan
dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya.
4.
Lingkungan
pendidikan, merupakan sarana yang banyak mempengaruhi proses kependidikan yang
berlangsung pada suatu tempat tertentu.
5.
Cita-cita
atau tujuan adalah merupakan arah proses pendidikan yang harus dilaksanakan dan
dicapai melalui proses tersebut.
BAB 5
Tugas dan
Fungsi Pendidikan
Tugas pendidikan dapat dibedakan
dari fungsinya sebagai berikut :
a.
Tugas
pendidikan adalah membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan
manusia dari tahap ke tahap kehidupan anak didik sampai mencapai titik
kemampuan yang optimal.
b.
Sedangkan
fungsi pendidikan adalah menyediakan fasilitas yang dapat memungkinkan tugas
pendidikan tersebut dapat berjalan lancar. Penyediaan fasilitas ini mengandung
arti dan tujuan bersifat struktural dan institusional.
BAB 6
Lembaga
Pendidikan Islam dan Tantangan Modern
Bentuk tantangan yang dihadapi oleh
lembaga-lembaga pendidikan Islam saat ini meliputi bidang-bidang :
1.
Politik,
terutama politik kenegaraan banyak berkaitan dengan masalah bagaimana negara itu membimbing, mengarahkan dan
mengembangkan kehidupan bangsa dalam jangka panjang.
2.
Kebudayaan
yaitu suatu hasil budi daya manusia baik bersifat material maupun mental
spiritual dari bangsa itu sendiri ataupun dari bangsa lain.
3.
Ilmu
pengetahuan dan teknologi adalah suatu segi dari peradaban dan kebudayaan
manusia, dimana perkembangannya yang lebih cepat menjalar ke jantung masyarakat
suatu bangsa, merupakan salah satu ciri khas dari zaman modern saat ini.
4.
Ekonomi
adalah suatu aspek pengetahuan manusia yang memberitahukan tentang bagaimana
seharusnya manusia itu berusaha memenuhi kebutuhan hidup jasmaniyahnya.
5.
Kemasyarakatan
adalah merupakan suatu lapangan hidup manusia yang mengandung ide-ide yang
sangat laten terhadap pengaruh kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi.
6.
Sisten
nilai adalah suatu tumpuan norma-norma yang dipegangi oleh manusia sebagai
makhluk individual dan sebagai makhluk sosial, baik itu berupa norma
tradisional maupun norma agama yang telah berkembang dalam masyarakat.
BAB 7
Sikap dalam Menghadapi Tantangan terhadap Pendidikan
1.
Sikap
Tak Acuh Terhadap Tantangan Perubahan Sosial
Sikap
ini mudah dilakukan oleh karena tidak memerlukan konsep pemecahan permasalahan
yang dihadapi, cukup hanya mengamati dan memberikan segala apa yang terjadi.
2.
Sikap
yang Mengakui Adanya Perubahan Sosial Akan Tetapi Menyerahkan Pemecahannya
Kepada Orang Lain.
Sikap
demikian bersifat moderat dengan latar belakang pandangan bahwa segala
perubahan yang ada itu bukan untuk dijawab oleh lembaga kependidikan, juga
tidak perlu membuat argumentasi tentang realitas perubahan itu.
Jadi
bila kita berpedoman pada sikap ini, maka lembaga kependidikan hanyalah
bersifat tidak lebih daripada “perpustakaan ilmu pengetahuan” yang menyimpan
dan menunjukkan mana ilmu pengetahuan yang pantas dipelajari oleh anak
didiknya.
3.
Sikap
yang Mengidentifikasikan Perubahan dan Berpartisipasi di Dalam Perubahan itu.
Sikap
demikian lebih positif dari sikap-sikap tersebut di atas oleh karena ia merasa
bahwa fungsi lembaga kependidikan adalah commited dengan kehidupan masyarakat
yang sedang berlangsung.
4.
Sikap
yang Lebih Aktif yaitu Melibatkan Diri Dalam Perubahan Sosial dan Menjadikan
Dirinya Sebagai Pusat Perubahan Sosial.
Sikap demikian
lebih militan dan progresif dari sikap yang ke-3, karena ia berpendirian bahwa
lembaga kependidikan harus bertanggung jawab terhadap perubahan sosial
tersebut.
BAB 8
Manusia dan
Proses Pendidikan
Pada masa abad-abad permulaan
berdirinya sistem pendidikan klasikal, tuhas kependidikan adalah mencerdaskan
intelek manusia dengan melalui mata pelajaran “menulis, membaca dan berhitung”.
Akan tetapi sesuai dengan perkembangan tuntutan hidup manusia, maka tugas
tersebut semakin bertambah dan meluas yaitu kecuali kecerdasan otak, yang
terdapat di dalam kepalajuga mendidik anak akhlak atau moralitas yang
berkembang dari dalam hati.
Proses kependidikan adalah life long
education yang dilihat dari segi kehidupan masyarakat dapat dikatakan sebagai
proses yang tanpa akhir. Dengan berbedanya kemampuan untuk dididik itulah,
fungsi pendidikan pada hakikatnya adalah melakukan seleksi melalui proses
kependidikan atas diri pribadi manusia.
Proses seleksi tersebut menuju dua
arah :
a.
Menseleksi
bakat dan kemampuan apa sajalah yang dimiliki manusia untuk selanjutnya
dikembangkan melalui proses kependidikan.
b.
Menseleksi
sampai di manakah kemampuan manusia dapat dikembangkan guna melaksanakan tugas
hidupnya dalam hidup bermasyarakat.
BAB 9
Berbagai Pandangan tentang Proses Kependidikan
Proses kependidikan adalah suatu
proses pengembangan terhadap kemampuan dasar atau bakat manusia, maka dengan
sendirinya proses tersebut akan berjalan sesuai dengan hukum-hukum perkembangan
yaitu hukum kesatuan organis.
Dalam hubungan proses perkembangan
tersebut, beberapa ahli psikologi dan paedagogik seperti M.J. Langeveld
menemukan suatu pola perkembangan dalam
diri manusia dalam 4 faktor pengaruh yaitu faktor pengaruh dari pembawaan,
faktor pengaruh dari lingkungan sekitar dan faktor emansipasi.
Menurut ahli paedagogik Prof. Drs.
A. Sigit, manusia dalam perkembangannya mengalami proses dalam 3 faktor
perkembangan yang saling pengaruh mempengaruhi yaitu faktor pembawaan, faktor
lingkungan sekitar dan faktor dialektis.
Lain halnya dengan pandangan
Pragmatisme dalam kependidikan seperti yang dikemukakan oleh beberapa pendidik
di Amerika Serikat misalnya John Dewey, yang menyatakan bakwa : “Pendidikan
adalah suatu proses yang tiada akhir” dan berbagai proses itu berlangsung dalam
berbagai tujuan yaitu :
a.
Proses
transmisi dan transformasi kultural dari generasi ke generasi.
b.
Proses
komunikasi.
c.
Proses
direksi (pengarahan) terhadap lingkungan sekitar dan kemampuan dasar anak
didik.
d.
Proses
konservasi dan progresif yaitu mengawetkan kebudayaan dan memajukan kebudayaan
masyarakat.
e.
Proses
rekapitulasi dan rekronstruksi yaitu proses pengulangan kebudayaan nenek moyang
manusia dan sekaligus menyusun kembali pengalaman yang akan memperbesar
abilitas (kecakapan) mengarahkan proses pengalaman berikutnya.
BAB 10
Kemampuan Belajar Manusia
Membahas kemampuan
mengetahui dan mengenal, tidak dapat terlepas dari filsafat dalam bidang
Epistimologi. Karena filsafat ini menunjukkan kepada kita betapa dan sejauh
mana manusia dapat mengetahui atau mengenal obyek-obyek pengamatan di
sekitarnya.
Pengetahuan manusia
terbentuk karena adanya realita sebagai obyek pengamatan indera. Yang dibahas dalam filsafat dalam berbagai
aliran adalah pertanyaan apakah realita itu merupakan suatu kebenaran hakiki
atau hanya refleksi dari kebenaran tersebut.
Panca indera manusia
merupakan alat kelengkapan yang dapat membuka kenyataan alam sebagai sumber
pengetahuannya yang memungkinkan dirinya untuk menemukan hakikat kebenaran yang
diajarkan oleh agamanya.
Allah
memerintahkan umat manusia untuk mempelajari atau menyelidiki gejala alam
kehidupan ini. Oleh karenanya Ia telah memberikan kemampuan mengetahui ,
mengenal, dan kemampuan belajar dalam jiwa manusia, terutama melalui akal dan
kecerdasannya, terpadu dengan kemampuan mengamati dengan indera, ingatan,
kemauan, nafsu dan merasakan. Kemampuan-kemampuan itu bekerja secara mekanistis
sesuai dengan hukum-hukum Allah yang telah ditetapkan.
Oleh karena itu
proses mengenal dan mengetahui melalui belajar seseorang tidak bisa terlepas
dari masalah axiologi mengingat semua aspek dari proses kehidupan manusia
bagaimanapun kecilnya, senantiasa bergerak dalam sistem nilai-nilai.
BAB 11
Kurikulum Dalam Lembaga Pendidikan Islam
Kurikulum merupakan faktor yang
sangat penting dalam proses kependidikan dalam suatu lembaga kependidikan Islam.
Segala hal yang harus diketahui atau diresapi serta dihayati oleh anak didik
harus ditetapkan dalam kurikulum itu.
Istilah kurikulum kemudian digunakan
untuk menunjukkan tentang segala mata pelajaran yang dipelajari dan juga semua
pengalaman yang harus diperoleh serta semua kegiatan yang harus dilakukan anak.
Dalam kaitan dengan pengetahuan apa
sajakah yang harus diajarkan dan dipelajari di dalam proses pendidikan dalam
rangka mencapai tujuan yang ditetapkan, dapat dikemukakan berbagai pandangan dari
para filosuf sebagai berikut :
1.
Herman
H. Horne berpendapat bahwa substansi apa yang harus dimasukkan di dalam
kurikulum itu adalah merupakan isi kurikulum yaitu:
a.
Kemampuan
yang diperoleh dari belajar dan kebutuhan anak didik.
b.
Tuntutan
yang sah dari masyarakat.
c.
Keadaan
alam semesta di mana kita hidup.
2.
Al
Gozzaly, dalam masalah pendidikan beliau berpendapat bahwa, pendidikan
hendaknya ditujukan ke arah mendekatkan diri kepada Allah dan dari sanalah akan
diperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan kebahagiaan di akhirat.
3.
Ibnu
Sina, dalam masalah pendidikan beliau menaruh perhatian khusus, meskipun hal
ini bukan keahliannya. Beliau berpendapat bahwa ilmu pengetahuan itu ada 2
jenis yaitu ilmu nadhory (teoritis) dan ilmu amaly (praktis).
Ilmu nadhory ialah ilmu alam, dan ilmu riyadhy (ilmu urai atau
matematika). Ilmu ilahi (ketuhanan)
yaitu ilmu yang mengandung i’tibar tentang wujud kejadian alam dan isinya
melalui penganalisaan yang jelas dan jujur sehingga diketahui siapa
Penciptanya.
Ilmu amaly adalah ilmu yang membahas tentang tingkah laku manusia
dilihat dari segi tingkah laku individualnya.
4.
Ibnu
Khaldun,
Beliau membagi ilmu menjadi 3 macam yaitu :
a.
Ilmu
lisan yaitu lughah, nahwu, bayan dan sastra atau bahasa yang tersusun secara
puitis.
b.
Ilmu
naqly yaitu ilmu yang diambil dari kitab suci dan sunnah Nabi.
c.
Ilmu
‘aqly yaitu ilmu yang dapat menunjukkan manusia dengan daya pikir atau
kecerdasannya kepada filsafat dan semua ilmu pengetahuan.
Dari segi
kepentingannya untuk para pelajar, Ibnu Khaldun membagi ilmu menjadi :
a.
Ilmu
Syari’ah dengan semua jenisnya.
b.
Ilmu
Filsafat seperti ilmu alam dan ketuhanan.
c.
Ilmu
alat yang membantu ilmu Agama seperti ilmu lughah, nahwu dan sebagainya.
d.
Ilmu
alat yang membantu ilmu falsafah seperti ilmu mantiq.
5.
Ikhwanussofa
Diantara pendirian Ikhwanussofa tentang masalah kependidikan adalah
sebagai berikut :
a.
Mencari
ilmu adalah wajib.
b.
Mengajarkan
ilmu kepada orang lain adalah wajib.
c.
Mencari
ilmu harus berlangsung sampai usia 50 tahun.
d.
Dalam
mengajarkan ilmu, guru harus memperhatikan kecenderungan dan kemampuan anak.
6.
Prof.
DR. Fadhil Al-Djamaly
Kurikulum dipandang baik untuk mencapai tujuan pendidikan Islam
adalah yang bersifat integrated dan komprehensif, mencangkup ilmu agama dan
umum.
BAB 12
Metode Dalam
Pendidikan Islam
1.
Metode
Dalam Pendidikan atau Pengajaran
Dalam
pembahasan metode pendidikan khususnya Islam, kita perlu melihat semua aspek
daro kegiatan pendidikan dan pengajaran baik dilihat dari pendidik dan anak
didik.
a.
Pendidik
dengan metodenya harus mampu membimbing, mengarahkan dan membina anak didik
menjadi manusia yang matang dalam sikap dan kepribadiannya.
b.
Anak
didik yang tidak hanya menjadi obyek pendidikan atau pengajaran, melainkan juga
menjadi subyek yang belajar, memerlukan suatu metode belajar agar dalam proses
belajarnya dapat searah dengan cita-cita pendidik atau pengajarnya.
2.
Metode
yang Dipergunakan Dalam Pendidikan Islam
Metode
yang digunakan tidak hanya metode mendidik/mengajar dari para pendidik,
melainkan juga metode belajar yang harus dipergunakan anak didik.
3.
Prinsip-prinsip
Metodologis Dalam Al-Qur’an
Allah
telah menunjukkan kepada kita prinsip-prinsip dalam melaksanakan pendidikan
terhadap manusia, baik secara eksplisit (tersurat) maupun implisit (tersirat)
dalam uslub-uslub firmanNya. Tuhan menurunkan Al-Qur’an bertujuan untuk memberi
rahmat sekalian alam melalui proses pendidikan atau pengajaran itu.
BAB 13
Tujuan
Pendidikan Islam
Mengingat
kompleksnya, secara teoritis dapat dibedakan sebagai berikut :
1.
Tujuan
Normatif
Suatu tujuan
yang harus dicapai berdasarkan kaidah-kaidah yang mampu mengkristalisasikan
nilai-nilai yang hendak diinternalisasikan, misal :
a.
Tujuan
formatif yang bersifat memberikan persiapan dasar yang korektif
b.
Tujuan
selektif yang bersifat memberikan kemampuan untuk mebedakan hal-hal yang benar
dan yang salah.
c.
Tujuan
determinatif yang bersifat memberikan kemampuan untuk mengarahkan diri kepada
sasaran-sasaran yang sejalan dengan proses kependidikan.
d.
Tujuan
integratif yang bersifat memberikan kemampuan untuk menterpadukan fungsi psikis
ke arah tujuan akhir proses kependidikan.
2.
Tujuan
fungsional
Tujuan ini
berdasarkan pada kemampuan anak didik untuk memfungsikan daya kognitif, afektif
dan psikomotor dari hasil pendidikan yang diperoleh sesuai yang ditetapkan.
Tujuan ini
meliputi :
a.
Tujuan
individual yang bersasaran pada pemberian kemampuan individual untuk
mengamalkan nilai-nilai yang telah diinternalisasikan ke dalam pribadi dalam
rupa perilaku moral, intelektual dan skill.
b.
Tujuan
sosial yang bersasaran pada pemberian kemampuan mengamalkan nilai-nilai ke
dalam kehidupan sosial, interpersonal dan interaksional dengan orang lain dalam
masyarakat.
c.
Tujuan
moral yang bersasaran pd pemberian kemampuan untuk berperilaku sesuai dengan
tuntutan moral atas dorongan motivasi yang bersumber agama, dorongan sosial dan
dorongan biologis.
d.
Tujuan
profesional yang bersasaran pada pemberian kemampuan untuk mengamalkan
keahliannya sesuai dengan kompetensi.
3.
Tujuan
operasional
Tujuan ini
mempunyai sasaran teknis manajerial yang meliputi :
a.
Tujuan
umum atau tertinggi
b.
Tujuan
intermediair
c.
Tujuan
partial
d.
Tujuan
insidental
e.
Tujuan
khusus
BAB 14
Sistem Nilai dan Moral Islam
Sistem
nilai dan moral adalah suatu keseluruhan tatanan yang terdiri dari dua atau
lebih dari komponen yang satu sama lain saling mempengaruhi atau bekerja dalam
satu kesatuan atau keterpaduan yang bulat yang berorientasi kepada nilai dan
moralitas Islami. Jadi disini tekanannya pada action system.
Nilai dan moralitas bersifat
menyeluruh, bulat dan terpadu, tidak terpecah-pecah menjadi bagian-bagian yang
satu sama lain berdiri sendiri. Nilai-nilai yang tercakup di dalam sistem nilai
Islami yang merupakan komponen atau sub-sistem adalah :
a.
Sistem
nilai kultural yang senada dan senafas dengan Islam.
b.
Sistem
nilai sosial yang memiliki mekanisme gerak yang berorientasi kepada kehidupan
sejahtera di dunia dan bahagia di akhirat.
c.
Sistem
nilai yang bersifat psikologis dari masing-masing individu yang didorong oleh
fungsi-fungsi psikologisnya untuk berperilaku secara terkontrol oleh nilai yang
menjadi sumber rujukannya, yaitu Islam.
d.
Sistem
nilai tingkah laku dari makhluk yang mengandung interrelasi atau
interkomunikasi dengan yang lainnya.
Moralitas
Islami menurut Sayyid Qutb bersumber dari watak tabi’y manusia yang senafas
dengan nilai Islami yaitu dorongan batin yang menuntut pembebasan jiwa dari
beban batin karena perbuatan dosa dan keji yang bertentangan dengan perintah
Ilahi. Atas dorongan batin manusia dengan fitrahnya merasa wajib untuk berbuat
kebajikan, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk sesamanya.
BAB 15
Manusia dan Fitrah Perkembangan
Allah
SWT telah menciptakan manusia di dunia kecuali bertugas pokok untuk menyembah
khalik-Nya, juga bertugas untuk mengelola dan memanfaatkan kekayaan yang
terdapat di bumi agar manusia dapat hidup sejahtera dan makmur lahir batin.
Manusia diciptakan Allah selain menjadi hambaNya, juga menjadi penguasa di atas
bumi.
1.
Individualisasi
dan sosialisasi
Bilamana
tujuan pendidikan Islam diarahkan kepada pembentukan manusia seutuhnya, maka
berarti proses kependidikan yang harus dikelola oleh para pendidik, harus
berjalan di atas pola dasar dari fitrah yang telah dibentuk Allah dalam setiap
pribadi manusia.
Dalam
uraiannya, Al-Maududi ingin menunjukkan kepada kita bahwa meskipun manusia
telah diberi kemampuan potensial untuk berpikir, berkehendak bebas dan memilih,
namun pada hakikatnya ia dilahirkan sebagai seorang muslim, dalam arti bahwa
segala gerak dan lakunya cenderung berserah diri kepada Khaliknya.
2.
Pengembangan
Kepribadian
Dengan
melalui proses kependidikan yang terencana baik, kepribadian manusia dapat
dikembangkan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan atau paling tidak, dapat
mendekati tujuan tersebut.
Menurut
teori psikologi, antara lain dikemukakan oleh Fillmore H. Sandford, bahwa
“kepribadian adalah susunan yang unik dari sifat-sifat seseorang yang
berlangsung lama”.
3.
Kepribadian
Muslim
Imam
Besar Al-Azhar, Mahmud Syaltut, membedakan kepribadian Islam menjadi dua macam
kategori, yaitu kepribadian yang bersumber dari perasaan, dan kepribadian yang
bersumberkan identitas.
Menurut
Syaltut, kepribadian dibagi menurut sumbernya menjadi 3 macam :
a.
Kepribadian
bangsa yang terbentuk dalam kerangka kehidupan berbangsa dan bernegara.
b.
Kepribadian
kemanusiaan yang terbentuk oleh tabiat asli kemanusiaannya yang terletak pada
akal, perasaan dan perilakunya.
c.
Kepribadian
samawy yaitu suatu corak kepribadian yang dibentuk melalui petunjuk wahyu dalam
kitab suci Al-Qur’an.
4.
Proses
Internalisasi Nilai-Nilai Islami
Pendidikan
sebagai proses meng-internalisasikan nilai-nilai dalam pribadi anak didik,
bertumpu pada kemampuan atau kapasitas belajar dalam tiap pribadi anak. Untuk
itu proses internalisasi nilai tersebut dapat dilakukan melalui 2 macam
pendidikan :
a.
Pendidikan
yang dilakukan oleh dirinya sendiri.
b.
Pendidikan
melalui orang lain.
BAB 16
PENUTUP
Fisafat Pendidikan Islam merupakan
ilmu pengetahuan yang ekstensinya masih dalam kondisi permulaan perkembangan
sebagai disiplin keilmuan bidang pendidikan.
Sistematika filsafat pendidikan
Islam masih dalam proses penataan yang akan menjadi kompas bagi pengembangan
teorisasi pendidikan Islami selanjutnya. Analisa filosofis falsafah pendidikan
Islam bertumpu pada hal-hal sebagai berikut :
1.
Sumber-sumber
falsafah pendidikan Islam berisi informasi dasar kewahyuan yang telah tersedia
di dalam kitab suci Al-Qur’an.
2.
Dinamika
kehidupan menusia muslim adalah prinsip ajaran Al-Qur’an yang menggambarkan
fitrah kemanusiaan yang universal sejalan dengan tugas Adam diturunkan ke
dunia.
3.
Pendidikan
Islam yang didasari oleh filsafat pendidikan Islam dengan nilai dan norma
Islami sumber Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah.
4.
Untuk
merealisasaikan cita-cita Islami.
5.
Permasalahan
pendidikan Islami dilihat dari analisa filosofis.
6.
Sistem
pendekatan filsafat pendidikan Islam memberikan corak pandangan dan pemikiran
filosofis dalam mengkaji dan menganalisa permasalahan kependidikan.
7.
Aliran
paham kefilsafatan dalam pendidikan yang ada sampai kini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar