Menurut Darajat, kondisi keagamaan anak berkembang sejalan dengan
perkembangan kejiwaannya. Jiwa keagamaan semakin berkembang pesat dengan
bertambahnya pengetahuan tentang agama. Pada usia empat sampai lima tahun,
misalnya anak dengan kemampuan bahasanya telah memulai bertanya tentang surga,
neraka, bagaimana cara menuju kesana, dan juga tentang Tuhan. Anak akan
menerima semua jawaban yang diberikan tanpa membantahnya. Baru nanti ketika
menginjak usia balig, ia mulai kritis dan mencari jawaban secara rasional.
Menurut Ahmad Tafsir, berikut ini cara mengembangkan jiwa keagamaan
anak:
a.
Kondisikan
kehidupan di rumah tangga degan kehidupan Muslim dengan segala hal.
b.
Sejak
kecil anak-anak sering dibawa ke Masjid, ikut shalat, mengaji sekalipun ia
belum menjalankannya dengan benar.
c.
Adakan
pengajian di dalam rumah, mushola, atau masjid.
d.
Pada
saat libur sekolah, anak kita masukkan ke dalam pesantren kilat.
e.
Libatkan
anak-anak dalam setiap acara keagamaan di kampung, seperti ramadhan, panitia
zaat fitrah, panitia idul fitri dan idul qirban, dan sebagianya.
Jadi anak dimungkinkan dapat mengenal Islam pada mulanya melalui
tanda atau media keislaman seperti masjid dan lainnya. Terkadang anak juga
mempertanyakan kepada orang tuanya tentang ketuhanan, sehingga anak bisa memisahkan
diri untuk mengikuti orangtuanya dalam beribadah.
Tentang jiwa keagamaan anak, seperti dikutip Zuhairini menurut
psikolog Sigmun Fred bahwa pada usia tiga tahun pertama sudah merasa akan
adanya Tuhan, sehingga dalam bentuk miniatur anak menganggap kedua orangtuanya
sebagai Tuhan. Anak beranggapan bahwa kedua orangtua adalah sumber keadilan,
kasih sayang, kekuasaan dan pertolongan, bahkan pemberi segala kebutuhan.
Tetapi, setelah dewasa, dengan sendirinya ia mengetahui kekurangan orangtuanya,
sehingga berubahlah orientasi ketuhanannya.
Pada saat seperti itulah orangtua memiliki peran penting untuk
membimbing dan memberikan pengetahuan tentang ketuhanan secara memadai. Yakni
memahamkan bahwa uhan yang sebenarnya adalah Allah yang telah menciptakan semua
manusia dan bukan orangtuanya seperti yang ia rasakan sebelumnya.
Perkembangan jiwa anak pada usia empat sampai lima tahun ketika
menginjak usia taman kanak-kanak adalah ia mulai gemar menghafal doa-doa pendek
yang diajarkan oleh pendidiknya di sekolahan atau keluarganya di rumah.
Anak
pada usia enam tahun sampai sembilan tahun menurut Arifin sudah dapat mengerti
bahwa sesunggunhnya Allah adalah Tuhan pencipta alam raya, manusia, binatang,
tumbuhan, dan lainnya. Pemahaman agama anak pada usia ini telah mulai menguat
terbukti mereka gemar melakukan ibadah meskipun atas perintah orangtuanya. Ia
suka berdoa, beramal sesuai dengan kehendak Allah dan orangtuanya, serta rajin
pergi ketempat-tempat pendidikan dengan teman-temannya. Sedangkan pemahamannya
tentang kematian juga mulai tumbuh, terlebih ketika ditinggal mati oleh
keluarganya. Anak mulai terbangun kepercayaan tentang adanya balasan amal,
sehingga ia gemar beramal baik.
Sumber: Miftahul Huda. 2008. Nalar Pendidikan Anak. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Sumber: Miftahul Huda. 2008. Nalar Pendidikan Anak. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Tidak ada komentar:
Posting Komentar