A.
Pengertian Asuransi
Dalam bahasa Arab, asuransi dikenal
dengan istilah at-ta’min, pengnaggung
disebut mu’amin, tertanggung disebut mu’amman lahu atau musta’min. At-ta’min diambil dari amana yang
artinya memberi perlindungan, ketenangan, rasa aman, dan bebas dari rasa takut,
seperti yang tersebut dalam QS. Quraisy (106): 4, yaitu:
Artinya: “Diaah Allah
yang mengamankan mereka dari ketakutan.”
Pengertian dari at-ta’min
adalah seseorang membayar/ menyerahkan uang cicilan untuk agar ia atau ahli
warisnya mendapatkan sejumlah uang sebagaimana yang telah disebutkan, atau
untuk mendapatkan ganti terhadap hartanya yang hilang .
Ahli fikih kontemporer Wahabbah
az-Zuhaili mendefinisikan asuransi berdasarkan pembagiannya. Ia membagi
asuransi dalam dua bentuk, yaitu at-ta’min
at-ta’wauni dan at-ta’’min bi qist
sabit. At-ta’min at-tawuni atau asuransi tolong menolong adalah: “ kesepakatan sejumlah
orang untuk membayar sejumlah uang sebagai ganti rugi ketika salah seorang di
antara mereka mendapat kemudaratan.” At-ta’’min
bi qist sabit atau asuransi dengan pembagian tetap adalah: “akad yang
mewajibkan seseoran untuk membayar sejumlah uang kepada pihak asuransi yang
terdiri atas beberapa pemegang saham dengan perjanjian apabila peserta asuransi
mendapat kecelakaan, ia diberi ganti rugi.
Asuransi konvensional Menurut Robert I. Mehr,
Asuransi (konvensional) adalah suatu alat untuk
mengurangi resiko dengan menggabungkan sejumlah unit-unit yang beresiko agar
kerugian individu secara kolektif dapat diprediksi. Kerugian yang dapat
diprediksi tersebut kemudian dibagi dan didistribusikan secara proporsional
diantara semua unit-unit dalam gabungan tersebut.
Dewan Syariah Nasional Majlis Ulama
Indonesia (DSN-MUI) dalam fatwanya tentang pedoman umum asuransi syariah,
member definisi tentang asuransi. Menurutnya, asuransi syariah adalah usaha
saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi
dalam bentuk aset dan atau tabbaru’ yang memberikan pola pengembalian untuk
menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
Dari definisi diatas tampak bahwa
asuransi syariah bersifat saling melindungi dan tolong menolong yang disebut
dengan ‘ta ‘awun’. Yaitu, prinsip hidup saling melindungi dan saling menolong
atas dasar ukhuwah Islamiyah antara sesame anggota peserta asuransi syariah
dalam menghadapi mala petaka (resiko).
Menurut Hosen dan Hasan ali (PKES, 2008 : 8-9) Asuransi
Syari’ah mempunyai cirri-ciri antara lain:
a. Asuransi syariah menggunakan akad tolong
menolong bukan akad jual beli.
b. Dana yang terkumpul dari peserta
asuransi akan tetap menjadi milik peserta asuransi bukan menjadi milik
perusahaan. Karena itu perusahaan asuransi syariah hanya berperan sebagai
pengelola dana(Mudharib) bukan penentu investasi.
c. Pembayaran klaim peserta mengguakan dan
akebijakan atau (tabarru) bukan dana milik perusahhan asurannsi.
d. Pada asuransi syariah terdapat dewan
pengawasaan syariah (DPS) sebagai pengawas kegiatan oprasional asuransi syariah
agar tidak menyimpang dari nilai-nilai syariah.
B. Pendapat Para
Ulama tentang Asuransi
1) Pendapat ulama yang mengharamkan
1. Syekh Muhammad al-Ghazali. Ia
berpendapat bahwa asuransi itu mengandung riba, karena
a. Apabila waktu perjanjian telah habis,
maka uang premi dikembalikan kepada terjamin dengan disertai bunganya dan ini
adalah riba.
b. Perusahaan asuransi di dalam usahanya
mendekati pada usaha lotre, dimana hanya sebagian kecil dari yang membutuhkan
dapat mengambil manfaat.
c. Asuransi dengan bentuk seperti ini
merupakan salah satu alat untuk berbuat dosa. Banyak alasan uang dicari-cari
guna mengorek keuntungan dengan mengharap datangnya peristiwa yang tiba-tiba.
2.
Dr. Muhammad Muslehhuddin mengatakan bahwa kontrak asuransi konvensional
ditolak oleh ulama atau kalangan cendekiawan muslim dengan alasan : Asuransi
merupakan kontrak perjudian, asuransi hanyalah pertaruhan, asuransi bersifat
tidak pasti, dalam asuransi jiwa jumlah premi tidak tentu karena peserta
asuransi tidak tahu berapa kali cicilan yang akan dibayarkan sampai ia
meninggal, seluruh bisnis asuransi didasarkan pada riba.
3. Majma’ al – fiqih al-islami, memutuskan
pengharaman asuransi jenis perniagaan (konvesional). Dan menyerukan agar
seluruh umat islam untuk menggunakan asuransi syariah (ta’awuni).
4. Keputusan muktamar muhammadiyah
menyimpulkan bahwa asuransi hukumnya haram, karena mengandung unsur ghoror,
maisir, dan riba, kecuali asuransi sosial
yang diselenggarakan
oleh pemerintah, seperti Taspen, Astek, Asuransi beasiswa karena mengandung
maslahat, maka untuk sementara masih dibolehkan.
2) Pendapat ulama yang membelohkan
1.
Dr. Muhammad Al-bahi berpendapat bahwa asuransi itu hukumnya halal karena
beberapa sebab: Asuransi merupakan suatu usaha yang bersifat tolong menolong,
asuransi tidak mengandug unsur riba, tidak mengandung tipu daya, tidak
mengurangi tawakal kepada Allah dan asuransi suatu usaha untuk menjamin anggotanya
yang jatuh melarat karena suatu musibah.
2.
Syaikh Muhammad Ahmad membolehkan asuransi jiwa dan asuransi konvesional
lainnya dengan alasan : persetujuan asuransi tidak menghilangkan arti tawakal
kepada Allah, didalam asuransi tidak ada pihak yang dirugikan dan merugikan,
tujuan asuransi adalah kerjasama dan tolong-menolong.
3. Syaikh Muhammad Al-Madani mengatakan
bahwa asuransi itu hukumnya menurut syara’ boleh, sebab premi (iuran) asuransi
itu di investasikan dan bermanfaat untuk tolong menolong.
C. Tujuan Asuransi
Konvensional dan Syari’ah
Tujuan utama
dari perusahaan asuransi konvensional adalah murni
bisnis. Seperti kebanyakan bisnis
lain tujuan tersebut
adalah untuk mendapatkan profit
yang besar. Hal ini terlihat
dari dana yang diperoleh dari premi nasabah, semuanya
menjadi milik perusahaan.
Asuransi
syariah, tujuan utamanya
bukanlah untuk mendapatkan laba yang besar.
Tujuan utama asuransi
syariah adalah mencari keuntungan untuk meningkatkan
kesejahteraan dan perjuangan umat.
Hal ini terlihat
dari visi dan misi
yang diemban oleh
asuransi syariah, yaitu:
misi aqidah, misi
ibadah, misi isghtishodi, dan
misi keumatan.
Perbedaan tujuan
antara asuransi konvensional
dan asuransi syariah
akan berpengaruh kepada pelaksanaan
usaha asuransi tersebut.
Transaksi yang sama antara
kedua asuransi tersebut
bisa berbeda cara
pengakuannya. Hal ini disebabkan karena
adanya perbedaan tujuan yang
harus dicapai oleh
asuransi konvensional dan asuransi syariah.
D. Perbedaan
Asuransi Konvensional dan Syari’ah
Konsep asuransi Islam berbeda dengan
konsep asuransi konvensioanl. Dengan perbedaan konsep ini, tentunya akan
mempengaruhi operasionalnya yang dilaksanakan akan berbeda satu dengan lainnya.
Berikut adalah perbedaab antara asuransi syariah dan asuransi konvensional yang
dikemukakan oleh Muhammad Syakir Sula.
NO
|
PRINSIP
|
ASURANSI KONVENSIONAL
|
ASURANSI SYARIAH
|
1
|
Konsep
|
Perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung
mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk
memberikan pergantian kepada tertanggung, dengan menerima permi asuransi,
untuk memberikan pergantian kepada tertanggung
|
Sekumpulan orang yang saling membantu, saling menjamin, dan bekerja
sama, dengan, cara masing-masing mengeluarkan dana Tabarru.
|
2
|
Asal Usul
|
Dari masyarakat babilonia 4000-3000 SM yang dikenal dengan perjanjian
Hammurabi. Dan, tahun 1668 M di Coffe House London Berdirilah Lloyd of London
sebagai cikal bakal asuransi konvensional.
|
Dari Al-Aqilah, kebiasaan suku Arab jauh sebelum Islam datang. Kemudian disahkan oleh Rasulullah menjadi hokum Islam, bahkan telah
terutang dalam konstitusi pertama di dunia (Konstitusi Madina) yang dibuat langsung Rasulullah.
|
3
|
Sumber Hukum
|
Bersumber dari pikiran mannusia dan kebudayan. Berdasarkan hokum
positif, hokum alami, dan contoh sebelumya.
|
Bersumber dari wahyu ilahi. Sumber hokum dalam syariah islam adalah
Al-Qur’an, Sunah atau kebiasaan Rasul, Ijma’, Fatwa Sahabat,Qiyas, Istihsan,
‘Urf ‘Tradisi’dan Mashalih Mursalah.
|
4
|
Maghrib (maisir, Gharar,
dan Riba)
|
Tidak selaras dengan syariah Islam karena adanya Maisir, Gharar, dan
Riba, hal yang diharamkan dalam muamalah.
|
Bersih dari adanya praktik maisir, Gharar, dan Riba.
|
5
|
Dewan Pengawas Syariah
|
Tidak ada, sehingga dalam banyak praktiknya bertentangan dengan
kaidah-kaidah syara.
|
Ada, yang berfungsi untuk mengawasi pelaksanaan operasional perusahaan
agar terbebas dari praktik-praktik mualamalah yang bertentangan dengan
prinsip-prinsip syariah.
|
6
|
Akad
|
Akad jual beli (akad mu’amalah, akad idz’am, akad ghara, dan akad
mulzim)
|
Akad tabarru dan akad tijarah (mudharabah, wakalah, wadiah, syirkah,
dll)
|
7
|
Jaminan/risiko
|
Transfer of risk, dimana terjadi transfer resiko dari tertanggung
kepada penanggung.
|
Sharing of risk. Dimana terjadi proses saling menanggung antara satu
peserta dengan peserta lainnya. (ta’awun)
|
8
|
Pengelolaan dana
|
Tidak ada pemisahan dana, yang berakibat pada terjadinya dana hangus
(untuk produk saving life)
|
Pada produk-produk saving life terjadi pemmisahan dana, yaitu dana
tabrru’ ‘derma’ dan dana peserta, sehingga tidak menegnal istilah dana
hangus. Sedangkan untuk term insurance (life) dan general insurance semuannya
bersifat tabarru’
|
9
|
Investasi
|
Bebas melakukan investasi dalam batas-batas ketentuan
perundang-undangan dan tidak terbatasi pada halal dan haramnya objek atau
system investasi yang digunakan.
|
Dana yang terkumpul dari peserta dalam bentuk iuran atau konstribusi,
merupakan milik peserta (shohibul mal), asuransi syariah hanya sebagai
pemegang amanah (mudharib) dalam mengelola dana tersebut.
|
10
|
Kepemilikan Dana
|
Dana yang terkumpul dari premi peserta seluruhnya mejadi milik
perusahaan bebas menggunakan dan menginvestasikan kemana insurance
|
Dana yang teerkumpul dari peserta dalam bentuk iuran atau kontribusi,
merupakan milik peserta(shoibul mal), asuransi syariah hanya sebagai pemegang
amanah (mudharib) dalam mengelola dana tersebut
|
11
|
Unsur Premi
|
Unsure premi terdiri dari table mortalitas (mortality tables), bunga
(interest), biaya asuransi (cost of insurance)
|
Iuran atau kontribusi terdiri dari unsure tabarru’ dan tabungan (yang tak mengandung unsure riba). Tabarru’ juga dihitung dari table
mortalitas, tapi tanpa perhitungan bunga teknik
|
12
|
Loading
|
Loading pada asuransi konvensional cukup besar terutama
diperuntukkan untuk komisi agen, bias menyerap premi tahun pertama dan kedua.
Karena itu, nilai tunai pada tahun pertama dan kedua biasanya belum ada
(masih hangus)
|
Pada sebagian asuransi syariah, loading
(komisi agen) tidak dibebankan pada peserta, tetapi dari dana pemegang
saham. Namum, sebagian yang lainnyaa mengambil dari sekitar 20-30 persen saja
dari premi tahuun pertama.engan demikian nilai tunai tahun pertama sudah
terbentuk.
|
13
|
Sumber Pembayaran Klaim
|
Sumber biaya klaim adalah dari rekening perusahaan sebaga konsekuensi
penanggung terhadap tertanggung. Murni bisnis dan tidak ada nuansa spiritual.
|
Sumber pembayaran klaim diperoleh dari rekening tabarru’ yaitu peserta saling menanggung. Jika salah satu peserta
mendapat musibah, maka peserta lainnya ikut menanggung bersama resiko.
|
14
|
Sistem Akuntansi
|
Menganut system akuntansi accrual
basis,yaitu proses akuntansi yang mengikuti terjadinya peristiwa atau
keadaan nonkas. Dan, mengakui pendapatan, peningkatan asset, expenses, liabilities dalam jumlah
tertentu yang baru akan diterima dalam waktu yang akan datang.
|
Menurut konsep akuntansi cash
basis, mengakui apa yang benar-benar telah ada, sedangkan accrual basis dianggap bertentangan
dengan syariah karena mengakui adanya pendapat, harta, beban atau utang yang
akan terjadi dimasa yang akan datang. Sementara apakah itu benar-benar dapat
terjadii hanhya Allah yang tahu.
|
15
|
Keuntungan (Provit)
|
Keuntungan yang diperoleh dari surplus underwriting , komisi reasuransi, dan hasil investasi seluruhnya
adalah keuntungan perusahaan
|
Profit yang diperoleh dari surplus underwriting,
komisi reasuransi, dan hasil investasi, bukan seluruhnya menjadi milik
perusahaan, tetapi dilakukan bagi hasil (mudhorobah)
dengan peserta
|
16
|
Misi dan Visi
|
Secara gais besar misi utama dari asuransi konvensional adalah misi
ekonomi dan misi sosial
|
Misi yang diemban dalam asuransi syariah adalah misi akidah, misi
ibadah (ta’awun), misi ekonomi (Iqtishodl), dan misi pemberdayaan
umat (social)
|