Rabu, 27 Januari 2016

Makalah Penimbunan Komoditi Perdagangan



BAB  I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Dalam agama Islam kita memang di halalkan dan di suruh untuk mencari rezki melalui berbagai macam usaha seperti bertani, berburu atau melakukan perdagangan atau jual beli. Namun tentu saja kita sebagai orang yang beriman diwajibkan menjalankan usaha perdagangan secara Islam, dituntut menggunakan tata cara khusus menurut Alquran dan Sunnah, ada aturan mainnya yang mengatur bagaimana seharusnya seorang Muslim berusaha di bidang perdagangan agar mendapatkan berkah dan ridha Allah SWT di dunia dan akhirat.
Aturan main perdagangan Islam, menjelaskan berbagai macam syarat dan rukun yang harus dipenuhi oleh para pedagang Muslim dalam melaksanakan jual beli. Dan diharapkan dengan menggunakan dan mematuhi apa yang telah di syariatkan tersebut, suatu usaha perdagangan dan seorang Muslim akan maju dan berkembang pesat lantaran selalu mendapat berkah Allah SWT di dunia dan di akhirat.
Selain harus mengetahui bagaimana jual beli yang di perbolehkan dan sah menurut hukum islam, kita juga dituntut untuk tahu apa saja jual beli yang dilarang oleh Islam, agar kita tidak terjerumus kepada hal yang dilarang oleh Allah SWT, untuk itulah dalam makalah sederhana ini saya akan membahas satu dari sekian banyak jual beli yang tidak diperbolehkan, yaitu monopoli atau Ihtikar. Tentang apa dan bagaimana Penimbunan Komoditi Perdagangan ( ihtikar ) itu menurut pandangan hukum islam.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian Penimbunan Komoditi Perdagangan ?
2.      Bagaimana Hukum penimbunan barang dalam islam?
3.       Hikmah dari Larangan Penimbunan Barang ?

C.    Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Penimbunan Komoditi Perdagangan
2. Untuk mengetahui Hukum penimbunan barang dalam islam
3. Untuk mengetahui Hikmah dari Larangan Penimbunan Barang

 BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Penimbunan Komoditi Perdagangan
Secara bahasa penimbunan/Ikhtikar (الاحتكار ) artinya zalim (aniaya) dan merusak pergaulan (اساء المعاشرة ), sedangkan secara istilah penimbunan/Ikhtikar adalah suatu upaya seseorang atau lembaga untuk menimbun barang, manfaat atau jasa sehingga menjadi langka di pasaran dan dapat diperkirakan harganya melonjak naik. Perbuatan ihtikar merupakan sebuah penganiayaan terhadap orang lain yang dilakukan secara sengaja untuk memperoleh keuntungan pribadi. penimbunan barang merupakan salah satu perkara dalam perdagangan yang diharamkan oleh agama karena bisa membawa madhorot. Para ulama mengemukakan arti atau definisi ihtikar (menimbun) berbeda-beda diantaranya :
Imam Muhammad bin Ali Asy-Syaukani
Penimbunan atau menahan barang dagangan dari peredarannya.
Imam Al-Ghazali
Penyimpanan barang dagangan oleh penjual makanan untuk menunggu melonjaknya harga dan penjualannya ketika harga melonjak.
Ulama madzhab maliki
Penyimpanan barang oleh produsen baik makanan, pakaian dan segala barang yang merusak pasar.



Dari ketiga definisi tersebut boleh dikatakan mempunyai kandungan yang sama yaitu upaya seseorang atau perusahaan menyimpan barang supaya barang semakin hilang dari pasaran, yang akan menambah tinggi harga barangnya. Barang – barang yang biasanya barang yang sehari-hari dibutuhkan masyarakat, ketika harga barang naik baru barang dijual untuk mendapatkan keuntungan yang belipat ganda.

B.   Hukum Penimbunan Barang dalam Islam
Meskipun islam menjamin kebebasan individu untuk melakukan transaksi jual beli dan bersaing secara wajar, namun ia menentang dengan keras terhadap orang-orang yang melampiaskan egoisme dan ketamakannya, dengan menimbun dan menahan barang dagangan sementara orang lain telah membutuhkannya. Adapun Dasar hukum dilarangnya penimbunan barang sebagai berikut :
Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S Al-Maidah : 2
        
Artinya:
“ Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya “
Maksud ayat tersebut adalah Allah memerintahkan terhadap umat islam supaya saling tolong menolong dalam hal kebaikan entah itu kebaikan apapun jenisnya. dan Allah melarang agar tidak tolong - menolong hal dalam hal kejelekan. seperti halnya orang yang menimbun barang termasuk perbuatan yang dilarang karena perbuatan tersebut sebuah penganiayaan terhadap orang lain yang dilakukan secara sengaja untuk memperoleh keuntungan pribadi.berarti ada unsur kecurangan, memonopoli, dan mementingkan hak minoritas.
Untuk itu Rasulullah Saw juga melarang praktek penimbunan barang dengan ungkapan-ungkapan yang sangat pedas dan keras.
(رواه احمدوالحاكم وابن شيبه)  من احتكر الطعام اربعين ليلة فقدبرئ الله منه 
Artinya:
Barang siapa menimbun bahan makanan selama empat puluh malam, maka Allah berlepas diri dari padanya. ( H.R. Ahmad, Hakim dan Ibnu Abi Syaibah ).
Maksud ayat diatas adalah si penimbun itu telah keluar dari kontrol Allah SWT. Jadi, ia bebas melakukan apa saja yang dikehendakinya seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-nya.
Kemudian dalam hadis nabi dijelaskan mengenai larangan ihtikar:
(رواه  الترمذى) عن معمر ابن عبد الله الن فضلة قال : سمعت رسول الله صلعم يقول : لا يحتكر إلا خاطئ
Artinya:
Dari Ma’mar bin Abdullah bin Fadhlah, katanya, Aku mendengar Rasulullah         Saw bersabda, ”Tidak melakukan ihtikar kecuali orang yang bersalah (berdosa)”.         (H.R.Tarmizi)
Menurut Muhammad Ali Ash-Shabuni, Pengertian Khathi’ adalah orang yang salah, durhaka dan  congkak. Khathi’ adalah orang yang melakukan kesalahan dengan sengaja yang berbeda dengan orang yang melakukan kesalahan tanpa sengaja. seperti Firaun, Haman dan para kaki tangannya. dijelaskan dalam firman Allah  Qs. Al-qashash ayat 8.
            Artinya:
Maka dipungutlah ia oleh keluarga Fir´aun yang akibatnya dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka. Sesungguhnya Fir´aun dan Haman beserta tentaranya adalah orang-orang yang bersalah.” ( Q.S Al-Qashash : 8 ).
(رواه ابن رزيح في جامعة) بئس العبد المحتكر ان سمع برخص ساءه وان سمع بخلاء فرح 
Sejelek-jelek manusia ialah orang yang suka menimbun, jika mendengar harga murah dia merasa kecewa, dan jika mendengar harga naik, dia merasa gembira. (H.R. Ibnu Rozikh dalam Jami’yah)
Maksud dari hadis di atas adalah Bila kita lihat sikap serta perilaku si penimbun yang digambarkan pada hadis di atas, terlihat bahwa si penimbun itu pada prinsipnya  adalah mencari keuntungan yang berlipat ganda, dengan mengahalalkan berbagai cara, sekalipun usahanya itu merugikan orang lain. hal inilah yang menyebabkan Rasulullah menyatakan si penimbun itu adalah orang yang paling jelek diantara hamba-hamba Allah.
Berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah diatas dan para ulama’ sepakat mengatakan, bahwa ihtikar termasuk kegiatan yang dilarang (Haram) oleh agamanya khususnya Islam.
Ulama Mazdhab syafi’i, Hambali, Maliki, Zaidiyah dan Az-Zahiri berpendapat, bahwasanya melakukan ihtikar hukumnya haram, berdasarkan ayat-ayat dan hadits-hadits yang telah disebutkan ihtikar itu hukumnya haram dan harus dicegah oleh pemerintah dan masing-masing masyarakat itu sendiri, dengan segala cara yang dipandang baik masyarakat. Yang membutuhkan perbuatan ini membawa madhorot yang sangat besar dari masyarakat maupun negara kaidah fikih mengatakan
حق الغير محافظة عليه شرعا
 “ Hak orang lain terpelihara menurut syara .“
Dalam ihtikar yang paling utama yang harus diperhatikan adalah hak konsumen, karena menyangkut orang banyak. Sedangkan orang yang melakukan ihtikar adalah hak pribadi, sehingga hak orang banyak lebih dipentingankan dari pada hak pribadi, maka orang banyaklah yang harus dipentingkan dan diutamakan.
Ibnu qudamah mengemukan alasan yang berbeda lagi yaitu berdasar hadits nabi muhammad saw :
 (رواه الاثرم)  نهى رسول الله عليه وسلم: اتحتكر الطعام 
“ Rasulullah SAW, melarang untuk menimbun (ihtikar) dalam keperluan pokok manusia. “ (HR. Al-Atsram).
Disini dijelaskan secara terang-terangan bahwasanya barang-barang yang tidak boleh ditimbun adalah barang kebutuhan pokok manusia dibutuhkan dan dikonsumsi masyarakat dan sangat penting bagi hidupnya.
Jumhur ulama menyebutkan bahwa menimbun barang hukumnya haram. Pada dasarnya hukum ihtikar adalah haram karena sudah jelas. Kejelekan dan penyiksaan bila para pedagang menggunakan sistem jual beli dengan cara ini. Sudah banyak pedagang-pedagang menggunakan supaya mereka untung yang banyak, kenapa tidak, mereka menyimpan barang pada waktu sedang murah-murahnya kemudian mereka jual barang setelah beberapa hari harga naik, pada saat itulah pedagang menjual dagangannya supaya mendapat keuntungan melimpah.


Pendapat Para imam madzab
Jenis Barang yang ditimbun
Menurut Mazhab Maliki
menyatakan larangan menimbun tidak terbatas pada makanan saja tetapi meliputi semua jenis barang yang menjadi kebutuhan umum.
Menurut madzhab Hanafi, asy-Syafi'i dan Hambali
barang yang haram ditimbun adalah makanan pokok yang menjadi kebutuhan umum, baik itu berupa makanan pokok manusia atau makanan pokok untuk hewan ternak. Sedangkan untuk selain makanan pokok, hukum menimbunnya tidaklah diharamkan
Para ulama fikih sepakat menyatakan bahwa Penimbunan  yang menyebabkan kelangkaan barang dan merusak mekanisme pasar hukumnya haram. Menimbun yang diharamkan menurut kebanyakan ulama fikih bila memenuhi tiga kriteria:
a.       Barang yang ditimbun melebihi kebutuhannya dan kebutuhan keluarga untuk masa satu tahun penuh. Kita hanya boleh menyimpan barang untuk keperluan kurang dari satu tahun sebagaimana pernah dilakukan Rasulullah SAW.
b.      Menimbun untuk dijual, kemudian pada waktu harganya membumbung tinggi dan kebutuhan rakyat sudah mendesak baru dijual sehingga terpaksa rakyat membelinya dengan harga mahal.
c.       Yang ditimbun (dimonopoli) ialah kebutuhan pokok rakyat seperti pangan, sandang dan lain-lain. Apabila bahan-bahan lainnya ada di tangan banyak pedagang, tetapi tidak termasuk bahan pokok kebutuhan rakyat dan tidak merugikan rakyat. maka itu tidak termasuk menimbun.
Sementara itu menurut pendapat Yusuf al-Qardawi bahwa penimbunan barang diharamkan jika memiliki keriteria sebagai berikut:
1.      Dilakukan di suatu tempat yang penduduknya akan menderita sebab adanya penimbunan tersebut.
2.      Penimbunan dilakukan untuk menaikkan harga sehingga orang merasa susah dan supaya ia dapat keuntungan yang berlipat ganda.
  1. Hikmah di Balik Larangan Ihtikar
Imam Nawawi menjelaskan hikmah dari larangan ihtikar adalah mencegah hal-hal yang menyulitkan manusia secara umum, oleh karenanya para ulama sepakat apabila ada orang memiliki makanan lebih, sedangkan manusia sedang kelaparan dan tidak ada makanan kecuali yang ada pada orang tadi, maka wajib bagi orang tersebut menjual atau memberikan dengan cuma-cuma makanannya kepada manusia supaya manusia tidak kesulitan.
Demikian juga apabila ada yang menimbun selain bahan makanan (seperti pakaian musim dingin dan sebagainya) sehingga manusia kesulitan mendapatkannya, dan membahayakan mereka, maka hal ini dilarang dalam Islam. Islam mengharamkan orang menimbun dan mencegah harta dari peredaran. Islam mengancam mereka yang menimbunnya dengan siksa yang pedih di hari kiamat. Allah subhaanahu wa ta’aala berfirman dalm surat At Taubah ayat 34-35:
وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُونَ
Artinya :
Orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada  jalan Allah  maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung, dan punggung mereka (lalu dikatakan kepada mereka): “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”.
Menimbun harta maksudnya membekukannya, menahannya dan menjauhkannya dari peredaran. Padahal, jika harta itu disertakan dalam usaha-usaha produktif seperti dalam perencanaan produksi, maka akan tercipta banyak kesempatan kerja yang baru dan mengurangi pengangguran. Kesempatan-kesempatan baru bagi pekerjaan ini bisa menambah pendapatan dan daya beli masyarakat sehingga bisa mendorong meningkatnya produksi, baik itu dengan membuat rencana-rencana baru maupun dengan memperluas rencana yang telah ada. Dengan demikian, akan tercipta situasi pertumbuhan dan perkembangan ekonomi dalam masyarakat.
Penimbunan barang merupakan halangan terbesar dalam pengaturan persaingan dalam pasar Islam. Dalam tingkat internasional, menimbun barang menjadi penyebab terbesar dari krisis yang dialami oleh manusia sekarang, yang mana beberapa negara kaya dan maju secara ekonomi memonopoli produksi, perdagangan, bahan baku kebutuhan pokok. Bahkan, negara-negara tersebut memonopoli pembelian bahan-bahan baku dari negara yang kurang maju perekonomiannya dan memonopoli penjulan komoditas industri yang dibutuhkan oleh negara-negara tadi. Hal itu menimbulkan bahaya besar terhadap keadilan distribusi kekayaan dan pendapatan dalam tingkat dunia.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ihtikar merupakan suatu upaya seseorang atau lembaga untuk menimbun barang, manfaat atau jasa sehingga menjadi langka di pasaran dan dapat diperkirakan harganya melonjak naik. Perbuatan ihtikar merupakan sebuah penganiayaan terhadap orang lain yang dilakukan secara sengaja untuk memperoleh keuntungan pribadi. Namun apabila menimbun barang (komoditi) manfaat atau jasa tersebut tidak memberi mudharat, dalam artian tidak menimbulkan keresahan di tengah masyarakat serta tidak untuk tujuan memonopoli dan meraih keuntungan yang besar, maka hal tersebut tidak di larang.
Para ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa ihtikar yang menyebabkan kelangkaan barang dan merusak mekanisme pasar hukumnya haram dan untuk mengatasi hal ini  pemerintah harus  campur tangan untuk mengawasi harga dan pengaturan perantara perdagangan. Ulama Mazdhab syafi’i, Hambali, Maliki, Zaidiyah dan Az-Zahiri berpendapat, bahwasanya melakukan ihtikar hukumnya haram.
Pendapat Para imam madzab
Jenis Barang yang ditimbun
Menurut Mazhab Maliki
menyatakan larangan menimbun tidak terbatas pada makanan saja tetapi meliputi semua jenis barang yang menjadi kebutuhan umum.
Menurut madzhab Hanafi, asy-Syafi'i dan Hambali
barang yang haram ditimbun adalah makanan pokok yang menjadi kebutuhan umum, baik itu berupa makanan pokok manusia atau makanan pokok untuk hewan ternak. Sedangkan untuk selain makanan pokok, hukum menimbunnya tidaklah diharamkan


DAFTAR PUSTAKA
Ibnu Al-Mulqin Sirojuddin Abu Hafsh Umar bin Ali bin Ahmad As-Syafii Al-Misry, Al-  Badrul Munir fi Takhriji Ahadits wal Atsar Al-Waqi’ati fi Syarhi Al-Kabir Juz 6, Riyad, Darul Hijrah, 2004
Ibnu Al-Mulqin Sirojuddin Abu Hafsh Umar bin Ali bin Ahmad As-Syafii Al-Misry, Al-Badrul Munir fi Takhriji Ahadits wal Atsar Al-Waqi’ati fi Syarhi Al-Kabir Juz 6, Riyad, Darul Hijrah, 2004
Syekh Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al-Ghozaly Al-Thusy, Ihya’ Ulumiddin Juz 2
Syekh Badruddin Al-‘Ayny Al-Hanafy, ‘Umdatul Qori Syarh Sohih Bukhori Juz 17.
Yusuf al-Qardawi. 2000. Halal Haram Dalam Islam, (Terj).Surabaya: PT Bina Ilmu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PORTOFOLIO RANGKUMAN TUGAS PEMBATIK LEVEL 4 TAHUN 2023

Tidak terasa perjalanan yang luar biasa hingga sampai pada titik ini. Langkah demi langkah, menyelesaikan tugas demi tugas yang tentunya ber...