Rabu, 18 November 2015

PENDIDIKAN KARAKTER



1)   Pengertian  Pendidikan Karakter
Menurut Yahya Khan (2010:1), pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan cara berfikir dan perilaku yang membantu individu untuk hidup dan bekerja sama sebagai keluarga, masyarakat dan bernegara, membatu mereka untuk membuat keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan. Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan  pendidikan moral dan pendidikan akhlak.
Berbeda lagi menurut Furqan Hidayatullah (2010: 12-14) menyimpulkan karakter adalah kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhakatau budi pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus yang menjadi pendorong dan penggerak sertayang membedakan dengan individu yang lain.
Sedangkan menurut Akhlad Sudrajad (2008: 3) pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi kompenen kemampuan kecerdasan atau kemauan, dan tindakan untuk meaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “The deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”.
Jadi pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh guru untuk mempengaruhi karakter peserta didik dalam pembentukan watak dengan cara memberi keteladanan, cara berbicara atau menyampaikan materi yang baik, toleransi dan berbagai hal yang terkait lainnya. atau  pendidikan karakter adalah upaya-upaya yang dirancang dan dilaksaanakan  secara sistematis untuk membantu peseerta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan yang Maha Esa. diri sendir, sesama manusia dan kebangsaan.
2)      Tujuan Pendidikan Karakter
Tujuan merupakan hal pokok menjadi pondasi, landasan atau dasar sekaligus acuan untuk melakukan suatu pekerjaan. Oleh karena itu, tujuan menjadi sentral dan urgen. Kaitannya dengan pendidikan karakter juga sudah menjadi keharusan untuk mengetahui tujuan penyelenggaraan pendidikan karakter terlebih dahulu agar pekerjaan kita terarah dan tersistematis sehingga hasilnya dapat maksimal.
Adapun tujuan pendidikan adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu hakekat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.
Menurut Jamal Ma’mur Asmani (2011: 42), tujuan pendidikan karakter adalah meningkatkan mutu penyelenggaraan dan  hasil pendidikan disekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh. Sedangkan menurut Dharma Kusuma (2011: 9), pendidikan karakter memiliki tujuan sebagai berikut:
·         Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian atau kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan.
·         Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah
·         Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama.
Dari hal di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan karakter adalah membentuk  pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan   warga negara yang baik. Oleh karena  itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni  pendidikan nilai-nilai luhur   yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka  membina kepribadian generasi muda.
3)      Jenis-jenis Pendidikan Karakter
Ada empat jenis pendidikan karakter yang selama ini dikenal dan dilaksanakan dalam proses pendidikan, sebagai berikut:
·         Pendidikan karakter berbasis nilai religious, yang merupakan kebenaran wahyu tuhan (konservasi moral).
·         Pendidikan karakter berbasis nilai budaya, antara lain yang berupa budi pekerti, pancasila, apresiasi sastra, keteladanan tokoh-tokoh sejarah dan para pemimpin bangsa (konservasi lingkungan).
·         Pendidikan karakter berbasis lingkungan (konservasi lingkungan).
·         Pendidikan karakter berbasis potensi diri, yaitu sikap pribadi hasil proses kesadaran pemberdayaan potensi diri yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan (konservasi humanis).
Karakter akan akan terbentuk dari pemahaman hubungan dirinya dengan lingkungan dan Tuhan-Nya. Maka, dalam membentuk karakter anak diupayakan menyentuh aspek-aspek spiritual, emosional dan intelegensinya. Sehingga wajar jika jenis pendidikan karakter adalah berbasis relegiusitas, nilai budaya, lingkungan dan potensi diri. Keempat jenis ini mempunyai satu benang merah dalam membentuk karakter anak.
4)      Pilar-Pilar Pendidikan Karakter
Menurut Abdul Madjid, terdapat beberapa pilar dalam pendidikan karakter, diantaranya:
a.       Moral Knowing
Kesuksesan Pendidikan Karakter sangat bergantung pada ada tidaknya knowing, loving, dan doing dalam penyelenggaraan pendidikan karakter. di dalam moral knowing, terdapat 6 unsur pokok yang saling berkisanambungan, yakni:
1)      Kesadaran moral (moral awareness)
2)      Pengetahuan tentang nilai-nilai moral ( knowing moral values)
3)      Penentuan sudut pandang (moral reasoning)
4)      Keberanian mengambil dan menentukan sikap (decision making)
5)      pengenalan diri ( self knowledge)
b.      Moral loving atau Moral Feeling
Moral loving merupakan penguatan aspek emosi siswa untuk menjadi manusia berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh siswa, yaitu kesadaran akan jati diri, yaitu:
1)      Percaya diri ( Self esteem)
2)      Kepekaan terhadap derita orang lain (emphaty)
3)      Cinta Kebenaran (Loving the good)
4)      Pengendalian didri (self control)
5)      kerendahan hati (humility)
c.       Moral Doing/ Acting
Bila filsuf barat berkata “cogito ergo sun”, maksudnya “aku ada karena aku berpikir, akan tetapi dalam konsep islam “aku ada karena aku memberikan makna bagi orang lain.
Sedangkan Ruswor Kidder dalam How Good People Make Tough Choices (1995) menyatakan tujuh hal yang harus ada dalam pendidikan karakter, yakni:
·         Empowered, yaitu memperdayakan. Guru harus mampu memberdayakan dirinya untuk mengajarkan pendidikan karakter dengan dimulai dari dirinya sendiri
·         Effective, yaitu proses pendidikan harus dilaksanankan dengan efektif
·         Extended into community, komunitas harus membantu dan mendukung sekolah dalam menanamkan nilai-nilai
·         Embedded, integrasikan seluruh nilai ke dalam kurikulum dan seluruh rangkaian proses pembbelajaran
·         Engaged, melibatkan komunitas dan menamopilkan topik-topik yang cukup esensial
·         Epistemological, yaitu harus ada koherensi antara cara  berpikir makna etik dengan upaya yang dilakukan untuk membantu siswa menerapokannya secara benar.
Ketiga pilar pendidikan karakter ini harus ada dalam pelaksanaannya, sebab ketiga pilar ini satu sama lainnya saling terkait dalam membentuk karakter anak.
5)      Karakter dasar yang perlu ditanamkan
Ratna Megawangi (2004: 93) menyebutkan bahwa ada sembilan pilar karakter dasar yang penting untuk ditanamkan kepada anak yaitu:
a.       Canta Tuhan dan segenap ciptaannya.
b.      Kemandirian dan tanggung jawab.
c.       Kejujuran/amanah dan bijaksana.
d.      Hormat dan santun.
e.       Dermawan, suka menolong dan gotong royong.
f.       Percya diri, kreatif dan pekerja keras.
g.      Kepemimpinan dan keadilan.
h.      Baik dan rendah hati.
i.        Toleransi, kedamaian dan kesantunan.
Kesembilan karakter tersebut harus ditanamkan kepada anak sedini mungkin, sehingga dengan pembekalan karakter yang baik, diharapkan kelak anak akan menjadi orang yang berguna untuk sesama, tangguh dan mempunyai jiwa yang kuat dalam menghadapi tantangan di masa mendatang terlebih di era globalisasi seperti sekarang ini yang telah banyak membawa pengaruh negative bagi anak.
6)      Proses pembentukan karakter
Proses pembentukan karakter harus dimulai sejak anak usia 0-8 tahun. Dengan asumsi bahwa, pada usia tersebut karakter anak masih dapat berubah tergantung dari pengalaman hidupnya. Oleh karena itu, membentuk karakter anak harus dimulai sedini mungkin, karena berbagai pengalaman pertamanya memiliki pengaruh yang besar. Berbagai pengalaman ini berpengaruh dalam mewujudkan apa apa yang dinamakan dengan pembentukan karakter diri secara utuh (Arismantoro, 2008: 124)
Selanjutnya karakter yang kuat dibentuk penanaman nilai yang menekankan tentang perkara baik dan buruk. Nalai tersebut dibangun melalui penghayatan dan pengalaman, membangkitkan rasa ingin yang sangat kuat dan bukan menyibukkan diri dengan pengetahuan. (Fausil Adhim, 2006: 271)
Dengan demikian, jika sejak kecil anak sudah dibiasakan untuk mengenal karakter positif, maka anak akan tumbuh menjadi pribadi yang tangguh, percaya diri dan empati. Sehingga anak akan merasa kehilangan sesuatu jika tidak melakukan kebiasaan baiknya lagi. Itulah sebabnya dalam proses pembentukan karater diperulukan perhatian yang lebih tentang pendidikan sejak usia dini.
Proses pembentukan karakter tidak boleh berjalan seadanya, namun ada kaidah-kaidah khusus yang harus diperhatikan. Menuru Anis Mata (2006:67) menyebutkan kaidah pembentukan karakter sebagai berikut:
1.      Kaidah kebertahapan, yaitu proses perubahan, perbaikan dan pengembangan harus dilakukan secara bertahap. Seorang anak tidak bisa dituntut untuk berubah sesuai dengan yang diinginkan secra tiba-tiba dan instan, namun ada tahapan yang harus dilalui dengan sabar. Orientasi kaidah ini terletak pada prosesnya bukan hasilnya.
2.      Kaidak kesinambungan yaitu perlunya latihan yang dilakukan secara terus menerus walaupun porsi latihannya kecil, asalkan dilakukan secara berkesinambungan. Proses yang demikian dapat membuat rasa dan warna berfikir seseorang yang lama- lama menjadi kebiasaan dan akhirnya akan menjadi karakter anak yang khas dan kuat.
3.      Kaidah momentum yaitu mempergunakan berbagai momentum peristiwa sebagai fungsi pendidikan dan latihan.
4.      Kaidah motivasi intrinstik yaitu karakter anak akan terbentuk dengan kuat dan sempurna jika atas keinginan sendiri dan bukan paksaan orang lain. Hal ini sesuai dengan kiadah umum bahwa mencoba sesuatu akan berbeda hasilnya antara yang dilakukan senidiri dengan yang dilihat atau yang didengar saja.
5.      Kaidah pembimbing yaitu perlunya bantuan orang lain untuk mencapai hasil yang lebih baik daripada dilakukan sendiri. Pembentukan karakter ini tidak bisa dilakukan tanpa bantuan seorang guru atau pembimbing. Karena kedudukan seorang guru selain berfungsi sebagai pemantau dan mengefaluasi perkembangan anak-anak, guru juga berfungsi sebagai unsur perekat, tempat curhat dan sarana tukar pikiran bagi anak didiknya.
Menurut Ratna Megawangi, dalam Muhammad Ridwan (2008:21) pembentukan karakter harus ada tiga hal yang berlangsung secara terintegrasi yaitu:
1.      Knowing the god, artinya anak mengerti perkara baik dan buruk, mengerti tindakan yang harus diambil dan mampu memberikan prioritas hal-hal yang baik. Membentuk karakter anak tidak hanya sekedar tahu hal-hal yang baik, namun mereka harus dapat memahami kenapa melakukan hal tersebut.
2.      Feeling The God, artinya anak memiliki kecintaan terhadap kebajikan dan membenci perbuatan buruk. Konsep ini mencoba membangkitkan rasa cinta anak untuk melakukan perbuatan baik. Pada tahap ini anak dilatih untuk merasakan efek dari perbuatan baik yang dilakukan sehingga jika kecintaan ini sudah tertanam maka hal ini akan menjadi kekuatan yang luar bias adari dalam diri anak untuk melakukan kebaikan dan mencegah perbuatan negatif.
3.      Acting The God, artinya anak mampu melakukan kebajikan dan terbiasa melakukannya. Pada tahap ini anak dilatih untuk melakukan perbuatan baik, sebab tanpa anak melakukan apa yang sudah diketahui atau yang dirasakan tidak ada artinya.




DAFTAR PUSTAKA

Adhim, Fauzil. 2006. Positive Parenting: Cara-Cara Islami Mengembangkan Karakter Positive pada Anak Anda. Bandung: Mizan.
Arismantoro. 2008. Tinjauan Berbagai Aspek Character Building Bagaimana Mendidik Anak Berkarakter. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Dharma Kesuma, dkk. (2011). Pendidikan Karakter: Kajian Teori dan Praktik di sekolah. Bandung: PT Remaja Rosda Karya
Hidayatullah, Furqan. 2010. Pendidikan Karakter membangun peradaban bangsa. Surakarta: Yuma Pustaka.
Jamal Ma’mur Asmani.(2012). Buku Panduan Internalisasi: Pendidikan Karakter di Sekolah. Jogjakarta: Diva Press
Khan,Yahya.(2010). Pendidikan Karakter berbasis Potensi Diri. Yogyakarta: Pustaka Publishing
Megawangi, Ratna. 2004. Pendidikan Karakter Solusi yang tepat untuk membangun bangsa. Jakarta: Indonesia Heritage Foundation
Ridwan, Muhammad. 2008. Menyemai Benih Karakter Anak, www.adzzikro.com dalam google.com.
Abdillah, Mujiyono. 2001. Agama Ramah Lingkungan Perspektif Al-Sistem. Jakarta: Paramadina.

Tafsir Peserta Didik



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan merupakan kalamullah yang mutlak kebenarannya, berlaku sepanjang  zaman dan mengandung ajaran dan petunjuk tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia di dunia dan akhirat kelak. Didalamnya memuat berbagai hal, salah satunya ialah ayat-ayat yang membahas mengenai pendidikan. Di dalam pendidikan mencakup berbagai aspek, seperti keutamaan ilmu, pendidik, tujuan pendidikan, peserta didik, materi pendidikan, metode pendidikan dan lainnya. Seperti yang terdapat dalam surah Asy-syuara ayat 214, At-Tahrim ayat 6, At-Taubah ayat 122, dan An-Nisa ayat 170 yang membahas mengenai peserta didik.
Allah memerintahkan kepada umatnya untuk memperdalam ilmu dan pengetahuan tentang agama. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan memaparkan mengenai peserta didik berdasarkan ayat-ayat terebut.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana tafsir surah Asy-syuara: 214 mengenai peserta didik?
2.      Bagaimana tafsir surah At-Tahrim: 6 mengenai peserta didik?
3.      Bagaimana tafsir surah At-Taubah: 122 mengenai peserta didik?
4.      Bagaimana tafsir surah An-Nisa:170 mengenai peserta didik?








BAB II
PEMBAHASAN

A.    Asy-syuara: 214
Artinya: “dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.”
Setelah memerintahkan Nabi Muhammad saw menghindari kemusyrikan, yang tujuan utamanya adalah semua yang berpotensi disentuh oleh kemusyrikan, kini ayat diatas berperan lagi kepada beliau bahwa: hindarilah segala hal yang dapat mengundang murka Allah, dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat tanpa pilih kasih, dan rendahkanlah dirimu yakni berlaku lemah lembut dan rendah hatilah terhadap orang-orang yang bersungguh-sungguh mengikutimu, yaitu orang –orang mukmin baik kerabatmu maupun bukan.
Kata عشيرة ‘asyirah berarti anggota suku yang terdekat. Ia terambil dari kata عاشر ‘asyara yang berarti saling bergaul, karena anggota suku yang terdekat atau keluarga adalah orang-orang yang sehari-hari saling bergaul.
Kata الاقربين al-aqrabin yang menyifati kata ‘asyirah, merupakan penekanan sekaligus guna mengambil hati mereka sebagai orang-orang dekat dari mereka yang terdekat.[1]
Imam Ahmad meriwayatkan, bahwa ibnu ‘Abbas ra berkata: “Ketika Allah SWT menurunkan “ÙˆَØ£َنذِرْ عَØ´ِيرَ تَÙƒَ الأَÙ‚ْرَبِينَ Dan berilah peringatakan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat, “Nabi SAW mendatangi bukit Shafa, lalu naik ke atasnya dan memanggil: “ Hai orang-orang yang ada di pagi hari, lalu berkumpullah orang menuju beliau, baik orang yang datang langsung atau mengutus seseorang. Maka Rasulullah SAW bersabda: “ Wahai Bani ‘Abdul Muththalib, wahai bani Fihr, wahai Bani Luay. Apa pendapat kalian seandainya aku kabarkan kepada kalian bahwa satu pasukan berkuda berada dibalik gunung ini hendak menyerang kalian, apakah kalian mempercayaiku? “Mereka menjawab:”Ya”. Beliaupun bersabda:” Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan di hadapan Rabb yang memiliki adzab yang pedih.”
Lalu Abu Lahab berkata:”Celaka engkau sepanjang hari, apakah engkau memanggil kami hanya untuk ini?” Lalu Allah SWT turunkan:
تَبَّتْ ÙŠَدَا Ø£َبِÙ‰ Ù„َÙ‡َبٍ Ùˆَتَبَّ “Binasalah kedua tangan abu lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.”(QS. Al-Lahab:1).” (HR. Al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi dan an-Nasa’i)
Dalam surat Asy-Syu'aro ayat 214 diatas menjelaskan bahwa hendaklah seorang pendidik memberikan pendidikan kepada anak didik yang terdekat, maksudnya yang harus lebih diutamakan dalam mendidik adalah kepada saudara, keluarga, dan sebagainya. Setelah memberikan pendidikan kepada saudara dan keluarga kemudian orang lain.
Anak didik yang memiliki pengertian seseorang atau sekelompok orang orang yang menerima pemeliharaan, arahan, bimbingan dan pendidikan dari seorang pendidik, memiliki hubungan kekeluargaan pun atau tidak, tetapi diantara keduanya memiliki hubungan yang dilandasi rasa kasih sayang dan tanggung jawab.
Dalam ayat tersebut pendidikan bukan hanya untuk Nabi Muhammad dan kluarganya akan tetapi untuk semua umat islam. Dan dalam ayat ini juga menjelaskan bahwa dalam pendidikan harus bersikap adil, dimana setiap peserta didik mempunyai hak yang sama dari pendidik.

B.     At-Tahrim: 6
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. Di pangkal ayat ini menjelaskan bahwa semata-mata mengakui beriman saja belum cukup. Iman mestilah dipelihara dan dipupuk. “yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”  batu-batu adalah barang yang tidak berharga yang tercampak dan tersebar dimana-mana. Batu itulah yang akan digunakan untuk jadi kayu api penyala api neraka. Manusia yang durhaka kepada Tuhan, yang hidup di dunia ini tiada bernilai karena telah dipenuhi oleh dosa, sudah samalah keadaannya dengan batu-batu yang berserak-serak ditengah pasir, di bukit-bukit atau di sungai-sungai. Gunanya hanyalah untuk menyalakam api.
“penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras” Allah memberikan kekuasaan kepada malaikat-malaikat itu menjaga dan mengawal neraka itu, agar apinya selalu bernyala. Sikap malaikat-malaikat pengawal dan penjaga neraka mesti kasar, tidak ada lemah lembutnya, keras sikapnya. Karena itulah sikap yang sesuai dengan suasana api neraka sebagai tempat yang disediakan Allah buat menghukum orang yang bersalah. “tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya”.
Ujung ayat menunjukkan bagaimana keras dan disiplinnya peraturan yang dijalankan dan dijaga oleh malaikat-malaikat itu. Nampaklah bahwa mereka semuanya hanya semata-mata menjalankan perintah Allah dengan patuh dan setia, tidak membantah dan tidak merubah sedikitpun.
Itulah yang diperingatkan kepada orang yang beriman. Bahwa mengakui beriman saja tidaklah cukup kalau tidak memelihara diri. Dari rumahtangga itulah akan terbentuk umat. Dan dalam umat itulah akan tegak masyarakat Islam. Oleh karena itu, orang yang  beriman tidak bolehlah pasip (berdiam diri dan menunggu-nunggu saja).[2]
Pengertian tentang pentingnya membina keluarga agar terhindar dari api neraka ini tidak semata-mata diartikan api neraka yang ada di akhirat nanti, melainkan termasuk pula berbagai masalah dan bencana yang menyedihkan, merugikan dan merusak citra pribadi seseorang.
Dalam makna pendidikan menjaga disini adalah dilakukan oleh seorang pendidik kepada anak didik. Proses pemeliharaan ini dalam dunia pendidikan dilakukan dengan cara pengajaran dan bimbingan yang tepat sesuai dengan tingkat kemampuan anak didik. Hal ini dimaksudkan untuk mengarahkan dan membentuk seseorang sehingga memiliki kepribadian sempurna.

C.    At-Taubah: 122
Artinya: “tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”
“tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).” Orang yang beriman sejati tidaklah semuanya turut berjihad dengan senjata ke medan perang. “mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama”.
Allah telah menganjurkan pembagian tugas. Seluruh orang yang beriman diwajibkan berjihad dan diwajibkan pergi berperang menurut kesanggupan masing-masing. Tuhanpun menuntun hendaknya jihad itu dibagi kepada jihad bersenjata dan jihad memperdalam ilmu pengetahuan dan agama. Setelah ada pembagian tugas itu, sehingga ilmu dan pengetahuan agama bertambah mendalam.[3]
Mengenai ayat ini, al-‘Aufi menceritakan dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: Dari setiap masyarakat Arab ada sekelompok orang yang berangkat mendatangi Rasulullah SAW, kemudian mereka menanyakan tentang masalah agama yang mereka inginkan, sekaligus mendalami ilmu agama. Mereka berkata kepada Nabi:” Apa yang engaku perintahkan untuk kami kerjakan? Maka beliau SAW juga memberi tahu kami hal-hal yang harus kami perintahkan kepada keluarga kami, jika kami telah kembali kelak kepada mereka.”
Ibnu ‘Abbas mengemukakan, bahwa Nabi SAW menyuruh mereka untuk senantiasa mentaati Allah dan Rasul-Nya. Dan beliau mengutus mereka kepada kaumnya, agar menyuruh mereka mengerjakan shalat dan menunaikan zakat. Dan jika mereka datang kepada kaumnya, mereka berkata: “ Sesungguhnya Barang siapa yang memeluk Islam, berarti dia termasuk golongan kami.” Mereka juga memberi peringatan, sehingga ada seorang dari mereka yang harus berpisah ari bapak dan ibunya. Nabi SAW memberi tahu mereka dan menyuruh agar mereka memberi peringatan kepada kaumnya. Dan jika telah kembali kepada kaum tersebut, maka mereka menyeru mereka supaya masuk islam dan memperingatkan mereka dari api Neraka, serta menyampaikan kabar gembira tentang Surga.[4]
Orang-orang yang berjuang di bidang pengetahuan, oleh agama Islam disamakan nilainya dengan orang-orang yang berjuang di medan perang. Dengan demikian dapat diambil suatu pengertian, bahwa dalam bidang ilmu pengetahuan, setiap orang mukmin mempunyai tiga macam kewajiban, yaitu: menuntut ilmu, mengamalkannya dan mengajarkannya kepada orang lain.
Pada ayat ini memberi anjuran tegas kepada umat Islam agar ada sebagaian dari umat Islam memperdalam agama. seorang yang mendalami ilmunya dan selalu memiliki tanggung jawab dalam pencarian ilmu Allah. Hasil dari pembelajaran itu tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi diharapkan mampu untuk menyampaikan terhadap orang lain.
Belajar mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan. Dengan belajar orang akan memiliki pengetahuan. Oleh sebabnya belajar dapat menambah ilmu pengetahuan baik teori maupun praktik serta belajar dinilai sebagai ibadah kepada Allah. Pada hakikatnya, proses pembelajaran merupakan interaksi antara guru dan siswa. Guru sebagai penyampaian materi pembelajaran dan siswa sebagai pencari ilmu pengetahuan sekaligus sebagai penerimanya.
. 
D.    An-Nisa:170
Artinya: “Wahai manusia, Sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad) itu kepadamu dengan (membawa) kebenaran dari Tuhanmu, Maka berimanlah kamu, Itulah yang lebih baik bagimu. dan jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan Allah sedikitpun) karena Sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul Muhammad itu kepadamu dengan (membawa) kebenaran dari Rabb-mu. Maka berimanlah kamu, itulah yang lebih baik bagimu. Yaitu, Sungguh telah datang kepada kalian Muhammad dengan membawa hidayah, agama yang hak dan penjelasan tuntas dari Allah. Maka berimanlah kalian dengan apa yang dibawanya dan ikutilah dia, niscaya itu lebih baik bagi kalian.
Kemudian Allah berfirman “jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan Allah sedikitpun)” yaitu Allah tidak membutuhkan kalian dan keimanan kalian serta tidak akan rugi dengan kekafiran kalian. Pada ayat ini Allah SWT berfirman, ”Dan adalah Allah Maha Mengetahui.” Yaitu, bagi orang yang berhak mendapat hidayah diantara kalian, maka Allah SWT memberinya hidayah. Sedangkan terhadap orang-orang yang berhak mendapatkan hinaan, maka Allah SWT pun akan menghinakannya. Hakim “Maha bijaksana”. Yaitu pada perkataan, syariat dan qadar-Nya. “karena sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah.[5]
Pada surat an-Nissa ayat 170, nabi Muhammad Saw diutus dengan membawa kebenaran kepada manusia, jadi manusia disini merupakan objek yang hendak dituju oleh Allah melalui rasulnya untuk diberikan kebenaran. Manusia sebagai tujuan dari dakwah Muhammad yang diutus oleh Allah merupakan objek dari dakwah Muhammad, dalam pendidikan manusia jugalah yang menjadi objek dikarenakan akal yang dimiliki manusia hendaklah dioptimalkan dan diberdayakan sehingga menjadi sesuatu yang baik dan terhindar dari kedzaliman .







BAB III
PENUTUP
Di dalam Al-quran telah diterangkan mengenai pendidikan terutama untuk mengarahkan serta membimbing manusia. Dari beberapa ayat di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa pendidikan itu bukan hanya untuk Nabi Muhammad SAW, akan tetapi untuk semua umat Islam.
Selanjutnya pendidikan juga penting dilakukan oleh seorang orang tua kepada anaknya karena telah jelaslah bahwa pentingnya membina keluarga dengan pendidikan agar terhindar dari api neraka.
Jadi, dari beberapa ayat tersebut Kita diperintahkan untuk mencari ilmu seluas-luasnya karena setiap ilmu pengetahuan berguna dan dapat mencerdaskan kehidupan kita dan tidak bertentangan dengan norma agama maka kita wajib mempelajarinya.

 
  
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah. 2003. Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2. Bogor: Pustaka Imam asy-Syafi’i.
               . 2008. Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4. Bogor: Pustaka Imam asy-Syafi’i.
               . 2008. Tafsir Ibnu Katsir Jilid 6. Bogor: Pustaka Imam asy-Syafi’i.
Hamka. 1984. Tasir Al-Azhar. Juz  XI. Jakarta: Pustaka Panjimas.
            . 1985. Tasir Al-Azhar. Juz XXVI. Jakarta: Pustaka Panjimas.
Shihab, Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an. Vol 10. Jakarta: Lentera Hati.



[1] Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an, Vol 10, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm 150.
[2] Hamka, Tasir Al-Azhar, Juz XXVI, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985), hlm 308-314.
[3] Hamka, Tasir Al-Azhar, Juz  XI, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984), hlm 86-91.
[4] Abdullah bin Muhammad Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4 (Bogor: Pustaka Imam asy-Syafi’i.2008), hlm 296-297.
[5] Abdullah bin Muhammad, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2, (Bogor: Pustaka Imam asy-Syafi’i.2003), hlm 466.

PORTOFOLIO RANGKUMAN TUGAS PEMBATIK LEVEL 4 TAHUN 2023

Tidak terasa perjalanan yang luar biasa hingga sampai pada titik ini. Langkah demi langkah, menyelesaikan tugas demi tugas yang tentunya ber...