1) Pengertian
Pendidikan Karakter
Menurut Yahya Khan (2010:1),
pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan cara berfikir dan perilaku yang
membantu individu untuk hidup dan bekerja sama sebagai keluarga, masyarakat dan
bernegara, membatu mereka untuk membuat keputusan yang dapat
dipertanggungjawabkan. Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki
esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak.
Berbeda lagi menurut Furqan
Hidayatullah (2010: 12-14) menyimpulkan karakter adalah kualitas atau kekuatan
mental atau moral, akhakatau budi pekerti individu yang merupakan kepribadian
khusus yang menjadi pendorong dan penggerak sertayang membedakan dengan individu
yang lain.
Sedangkan menurut Akhlad Sudrajad
(2008: 3) pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai
karakter kepada warga sekolah yang meliputi kompenen kemampuan kecerdasan atau
kemauan, dan tindakan untuk meaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan
karakter dapat dimaknai sebagai “The deliberate use of all dimensions of
school life to foster optimal character development”.
Jadi pendidikan karakter adalah
segala sesuatu yang dilakukan oleh guru untuk mempengaruhi karakter peserta
didik dalam pembentukan watak dengan cara memberi keteladanan, cara berbicara
atau menyampaikan materi yang baik, toleransi dan berbagai hal yang terkait
lainnya. atau pendidikan karakter adalah
upaya-upaya yang dirancang dan dilaksaanakan
secara sistematis untuk membantu peseerta didik memahami nilai-nilai
perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan yang Maha Esa. diri sendir,
sesama manusia dan kebangsaan.
2)
Tujuan
Pendidikan Karakter
Tujuan merupakan hal pokok menjadi pondasi, landasan atau
dasar sekaligus acuan untuk melakukan suatu pekerjaan. Oleh karena itu, tujuan
menjadi sentral dan urgen. Kaitannya dengan pendidikan karakter juga sudah
menjadi keharusan untuk mengetahui tujuan penyelenggaraan pendidikan karakter
terlebih dahulu agar pekerjaan kita terarah dan tersistematis sehingga hasilnya
dapat maksimal.
Adapun tujuan pendidikan adalah membentuk pribadi anak,
supaya menjadi manusia yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga
masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau
bangsa secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu yang banyak dipengaruhi
oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu hakekat dari pendidikan
karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pendidikan nilai, yakni
pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia
sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.
Menurut Jamal Ma’mur Asmani (2011:
42), tujuan pendidikan karakter adalah meningkatkan mutu penyelenggaraan
dan hasil pendidikan disekolah yang
mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik
secara utuh. Sedangkan menurut Dharma Kusuma (2011: 9), pendidikan karakter
memiliki tujuan sebagai berikut:
·
Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting
dan perlu sehingga menjadi kepribadian atau kepemilikan peserta didik yang khas
sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan.
·
Mengoreksi
perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang
dikembangkan oleh sekolah
·
Membangun
koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung
jawab pendidikan karakter secara bersama.
Dari hal di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan
karakter adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik,
warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Oleh karena
itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia
adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur
yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina
kepribadian generasi muda.
3)
Jenis-jenis
Pendidikan Karakter
Ada
empat jenis pendidikan karakter yang selama ini dikenal dan dilaksanakan dalam
proses pendidikan, sebagai berikut:
·
Pendidikan
karakter berbasis nilai religious, yang merupakan kebenaran wahyu tuhan
(konservasi moral).
·
Pendidikan
karakter berbasis nilai budaya, antara lain yang berupa budi pekerti,
pancasila, apresiasi sastra, keteladanan tokoh-tokoh sejarah dan para pemimpin
bangsa (konservasi lingkungan).
·
Pendidikan
karakter berbasis lingkungan (konservasi lingkungan).
·
Pendidikan
karakter berbasis potensi diri, yaitu sikap pribadi hasil proses kesadaran
pemberdayaan potensi diri yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan
(konservasi humanis).
Karakter akan akan terbentuk dari pemahaman hubungan dirinya dengan
lingkungan dan Tuhan-Nya. Maka, dalam membentuk karakter anak diupayakan
menyentuh aspek-aspek spiritual, emosional dan intelegensinya. Sehingga wajar
jika jenis pendidikan karakter adalah berbasis relegiusitas, nilai budaya,
lingkungan dan potensi diri. Keempat jenis ini mempunyai satu benang merah
dalam membentuk karakter anak.
4)
Pilar-Pilar
Pendidikan Karakter
Menurut Abdul Madjid, terdapat beberapa pilar dalam pendidikan
karakter, diantaranya:
a.
Moral
Knowing
Kesuksesan Pendidikan Karakter sangat bergantung pada ada tidaknya knowing,
loving, dan doing dalam penyelenggaraan pendidikan karakter. di
dalam moral knowing, terdapat 6 unsur pokok yang saling
berkisanambungan, yakni:
1)
Kesadaran
moral (moral awareness)
2)
Pengetahuan
tentang nilai-nilai moral ( knowing moral values)
3)
Penentuan
sudut pandang (moral reasoning)
4)
Keberanian
mengambil dan menentukan sikap (decision making)
5)
pengenalan
diri ( self knowledge)
b.
Moral
loving atau Moral Feeling
Moral loving merupakan penguatan aspek emosi siswa untuk menjadi
manusia berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang
harus dirasakan oleh siswa, yaitu kesadaran akan jati diri, yaitu:
1)
Percaya
diri ( Self esteem)
2)
Kepekaan
terhadap derita orang lain (emphaty)
3)
Cinta
Kebenaran (Loving the good)
4)
Pengendalian
didri (self control)
5)
kerendahan
hati (humility)
c.
Moral
Doing/ Acting
Bila filsuf barat berkata “cogito ergo sun”, maksudnya “aku
ada karena aku berpikir, akan tetapi dalam konsep islam “aku ada karena aku
memberikan makna bagi orang lain.
Sedangkan Ruswor Kidder dalam How Good People Make Tough Choices
(1995) menyatakan tujuh hal yang harus ada dalam pendidikan karakter, yakni:
·
Empowered, yaitu memperdayakan. Guru harus mampu memberdayakan dirinya untuk
mengajarkan pendidikan karakter dengan dimulai dari dirinya sendiri
·
Effective, yaitu proses pendidikan harus dilaksanankan dengan efektif
·
Extended
into community, komunitas
harus membantu dan mendukung sekolah dalam menanamkan nilai-nilai
·
Embedded, integrasikan seluruh nilai ke dalam kurikulum dan seluruh
rangkaian proses pembbelajaran
·
Engaged, melibatkan komunitas dan menamopilkan topik-topik yang cukup
esensial
·
Epistemological, yaitu harus ada koherensi antara cara berpikir makna etik dengan upaya yang dilakukan
untuk membantu siswa menerapokannya secara benar.
Ketiga pilar pendidikan karakter ini
harus ada dalam pelaksanaannya, sebab ketiga pilar ini satu sama lainnya saling
terkait dalam membentuk karakter anak.
5)
Karakter dasar yang perlu ditanamkan
Ratna Megawangi (2004: 93) menyebutkan bahwa
ada sembilan pilar karakter dasar yang penting untuk ditanamkan kepada anak
yaitu:
a.
Canta Tuhan dan segenap ciptaannya.
b.
Kemandirian dan tanggung jawab.
c.
Kejujuran/amanah dan bijaksana.
d.
Hormat dan santun.
e.
Dermawan, suka menolong dan gotong royong.
f.
Percya diri, kreatif dan pekerja keras.
g.
Kepemimpinan dan keadilan.
h.
Baik dan rendah hati.
i.
Toleransi, kedamaian dan kesantunan.
Kesembilan karakter tersebut harus ditanamkan kepada anak sedini mungkin, sehingga dengan
pembekalan karakter yang baik, diharapkan kelak anak akan menjadi orang yang
berguna untuk sesama, tangguh dan mempunyai jiwa yang kuat dalam menghadapi
tantangan di masa mendatang terlebih di era globalisasi seperti sekarang ini
yang telah banyak membawa pengaruh negative bagi anak.
6) Proses pembentukan karakter
Proses pembentukan karakter harus dimulai
sejak anak usia 0-8 tahun. Dengan asumsi bahwa, pada usia tersebut karakter
anak masih dapat berubah tergantung dari pengalaman hidupnya. Oleh karena itu,
membentuk karakter anak harus dimulai sedini mungkin, karena berbagai
pengalaman pertamanya memiliki pengaruh yang besar. Berbagai pengalaman ini
berpengaruh dalam mewujudkan apa apa yang dinamakan dengan pembentukan karakter
diri secara utuh (Arismantoro, 2008: 124)
Selanjutnya karakter yang kuat dibentuk
penanaman nilai yang menekankan tentang perkara baik dan buruk. Nalai tersebut
dibangun melalui penghayatan dan pengalaman, membangkitkan rasa ingin yang
sangat kuat dan bukan menyibukkan diri dengan pengetahuan. (Fausil Adhim, 2006:
271)
Dengan demikian, jika sejak kecil anak sudah
dibiasakan untuk mengenal karakter positif, maka anak akan tumbuh menjadi
pribadi yang tangguh, percaya diri dan empati. Sehingga anak akan merasa
kehilangan sesuatu jika tidak melakukan kebiasaan baiknya lagi. Itulah sebabnya
dalam proses pembentukan karater diperulukan perhatian yang lebih tentang
pendidikan sejak usia dini.
Proses pembentukan karakter tidak boleh
berjalan seadanya, namun ada kaidah-kaidah khusus yang harus diperhatikan.
Menuru Anis Mata (2006:67) menyebutkan kaidah pembentukan karakter sebagai
berikut:
1. Kaidah kebertahapan, yaitu proses perubahan,
perbaikan dan pengembangan harus dilakukan secara bertahap. Seorang anak tidak
bisa dituntut untuk berubah sesuai dengan yang diinginkan secra tiba-tiba dan
instan, namun ada tahapan yang harus dilalui dengan sabar. Orientasi kaidah ini
terletak pada prosesnya bukan hasilnya.
2. Kaidak kesinambungan yaitu perlunya latihan
yang dilakukan secara terus menerus walaupun porsi latihannya kecil, asalkan
dilakukan secara berkesinambungan. Proses yang demikian dapat membuat rasa dan
warna berfikir seseorang yang lama- lama menjadi kebiasaan dan akhirnya akan
menjadi karakter anak yang khas dan kuat.
3. Kaidah momentum yaitu mempergunakan berbagai
momentum peristiwa sebagai fungsi pendidikan dan latihan.
4. Kaidah motivasi intrinstik yaitu karakter anak
akan terbentuk dengan kuat dan sempurna jika atas keinginan sendiri dan bukan
paksaan orang lain. Hal ini sesuai dengan kiadah umum bahwa mencoba sesuatu
akan berbeda hasilnya antara yang dilakukan senidiri dengan yang dilihat atau
yang didengar saja.
5. Kaidah pembimbing yaitu perlunya bantuan orang
lain untuk mencapai hasil yang lebih baik daripada dilakukan sendiri.
Pembentukan karakter ini tidak bisa dilakukan tanpa bantuan seorang guru atau
pembimbing. Karena kedudukan seorang guru selain berfungsi sebagai pemantau dan
mengefaluasi perkembangan anak-anak, guru juga berfungsi sebagai unsur perekat,
tempat curhat dan sarana tukar pikiran bagi anak didiknya.
Menurut Ratna Megawangi, dalam Muhammad Ridwan (2008:21)
pembentukan karakter harus ada tiga hal yang berlangsung secara terintegrasi
yaitu:
1.
Knowing the god, artinya anak mengerti perkara baik dan buruk, mengerti tindakan yang
harus diambil dan mampu memberikan prioritas hal-hal yang baik. Membentuk
karakter anak tidak hanya sekedar tahu hal-hal yang baik, namun mereka harus
dapat memahami kenapa melakukan hal tersebut.
2. Feeling The God, artinya anak memiliki kecintaan terhadap
kebajikan dan membenci perbuatan buruk. Konsep ini mencoba membangkitkan rasa
cinta anak untuk melakukan perbuatan baik. Pada tahap ini anak dilatih untuk
merasakan efek dari perbuatan baik yang dilakukan sehingga jika kecintaan ini
sudah tertanam maka hal ini akan menjadi kekuatan yang luar bias adari dalam
diri anak untuk melakukan kebaikan dan mencegah perbuatan negatif.
3. Acting The God, artinya anak mampu melakukan kebajikan dan
terbiasa melakukannya. Pada tahap ini anak dilatih untuk melakukan perbuatan
baik, sebab tanpa anak melakukan apa yang sudah diketahui atau yang dirasakan
tidak ada artinya.
DAFTAR PUSTAKA
Adhim, Fauzil.
2006. Positive Parenting: Cara-Cara Islami Mengembangkan Karakter Positive
pada Anak Anda. Bandung: Mizan.
Arismantoro.
2008. Tinjauan Berbagai Aspek Character Building Bagaimana Mendidik Anak
Berkarakter. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Dharma Kesuma, dkk. (2011). Pendidikan Karakter: Kajian Teori
dan Praktik di sekolah. Bandung: PT Remaja Rosda Karya
Hidayatullah,
Furqan. 2010. Pendidikan Karakter membangun peradaban bangsa. Surakarta:
Yuma Pustaka.
Jamal Ma’mur Asmani.(2012). Buku
Panduan Internalisasi: Pendidikan Karakter di Sekolah. Jogjakarta: Diva Press
Khan,Yahya.(2010). Pendidikan Karakter berbasis Potensi Diri. Yogyakarta: Pustaka Publishing
Megawangi,
Ratna. 2004. Pendidikan Karakter Solusi yang tepat untuk membangun bangsa. Jakarta:
Indonesia Heritage Foundation
Abdillah,
Mujiyono. 2001. Agama Ramah Lingkungan Perspektif Al-Sistem. Jakarta:
Paramadina.