Minggu, 15 Maret 2015

Nabi Muhammad SAW Dalam Asuhan Ibu, Kakeknya dan Pamannya



Setelah Halima Sa’diyah mengembalikan Nabi Muhammad SAW kepada ibundanya Siti Aminah, maka mulailah saat itu Nabi Muhammad SAW berada di tengah-tengah keluarga. Ibunda Siti Aminah langsung mendidik Nabi Muhammad SAW dengan penuh kasih sayang. Tatkala Nabi Muhammad SAW berusia enam tahun, beliau diajak ibundanya Siti Aminah dan ditemani pembantu setianya Ummu Aiman ke Yatsrib (Madinah) untuk berziarah ke kubur ayahanda Abdullah serta mengunjungi paman-pamannya dari Bani Najjar dan menetap beberapa hari di sana. Dan dalam perjalanan pulangnya, ibunda Siti Aminah wafat, yaitu di tempat yang bernama Abwa’. Dan di tempat itu pula beliau dikebumikan. Kini Nabi Muhammad SAW telah menjadi yatim piatu Muhammad berpisah dengan ibundanya dalam usia enam tahun, bersama Ummu Aiman Nabi Muhammad SAW kembali ke Makkah, setibanya di Makkah Ummu Aiman menceriterakan periatiwa meninggalnya Siti Aminah pada keluarga Abdul Mutholib, kemudian Nabi Muhammad SAW diserahkan pada kakenya Abdul Mutholib, dan sebagai pembantu yang setia Ummu Aiman tetap ikut mengasuh Nabi Muhammad SAW.     Dan  di tangan kakeknya, Abdul Mutthalib, ia mendapatkan gantinya. Lalu Abdul Mutthalib menjaga, mengasuh, dan memberikan kasih sayang kepadanya. Setelah genap usia delapan tahun, kakeknya pun meninggal dunia. Setelah itu, pamannya, Abu Thalib yang mengasuhnya sekalipun ia mempunyai banyak tanggungan (keluarga) dan harta sedikit. Pamannya demikian pula isterinya memperlakukannya seperti salah satu dari anak-anak mereka. Anak yatim ini sangat bergantung kepada pamannya. Dalam kondisi inilah Nabi Muhammad SAW mulai membentuk sifat dasarnya (karakternya). Beliau tumbuh atas dasar kejujuran dan amanah, sehingga keduanya menjadi gelar baginya. Maka jika orang-orang mengatakan: “Telah datang al-Amin” (orang yang dapat dipercaya), maka bisa diketahui bahwa yang dimaksud adalah Muhammad.
     Sewaktu masih kanak-kanak Nabi Muhammad SAW rajin bekerja dan lebih suka menggembala kambing, karena dengan pekerjaan itu beliau dapat bergaul langsung dengan anak-anak yang tergolong miskin , hikmah beliau mengembala kambing adalah dapat memberi bimbingan dan latihan jiwa kepada beliau untuk bersabar, tabah, kasih sayang dan menjaga serta menolong makluk yang lemah. Pada waktu Nabi Muhammad SAW berusia 12 tahun pamannya Abu Tholib mengajak beliau ke negeri Syam untuk berdagang, ketika sampai di kota Bushra ada pendeta Nasrani bernama Buhaira mendatangi rombongan tersebut lalu memperhatikan Nabi Muhammad SAW, setelah mendapatkan tanda-tanda kenabian pada wajah Nabi Muhammad SAW, pendeta tersebut menasehati Abu Tholib agar segera kembali ke Makkah, demi keselamatan Nabi Muhammad SAW dari gangguan dan pembunuhan orang Yahudi, dan agar dia menjaganya dengan baik, karena kelak akan manjadi Rasul. Mendengar cerita itu Abu Tholib kemudian bergegas kembali ke Makkah.
  Setelah melewati masa remaja dan beranjak dewasa, Muhammad mulai berdikari dan mencari biaya hidupnya sendiri. Maka mulailah beliau bepergian untuk bekerja dan berusaha. Beliau bekerja sebagai pengembala kambing bagi beberapa orang Quraisy dan menerima upahnya.Kepribadian Muhammad sebelum menjadi Rosul Di waktu Muhammad masih muda di Nakhlan antara Makkah-Madinah terjadi Perang Fujjar antara Bani Kinanah dan kaum Quraisy. Muhammad ikut berperang bersama Abu Tholib. Setelah peperangan ini, terjadi kegoncangan dalam menjaga tata hukum di kota Makkah karena Abdul Muthalib telah wafat, sehingga terjadilah kesewenang-wenangan di Makkah. Oleh karena itu dibuatlah persumpahan yang dinamai “Hilful Fudlul” untuk melindungi tiap orang, baik penduduk kota maupun orang asing, serta dibentuklah organisasi untuk itu. Muhammad terpilih sebagai salah seorang pemimpin organisasi tersebut. Dari peristiwa inilah Muhammad terpilih sebagai salah seorang pemimpin organisasi tersebut. Dari peristiwa inilah Muhammad kelihatan betapa besar kasih sayangnya kepada sesama manusia, dan terkenal sebagai pemuda yang halus budinya dan mulia sifatnya.
Di waktu muda itulah Muhammad digelari Al Amin karena jasanya menyelesaikan pertengkaran antar suku dalam hal meletakkan hajar aswad di tempatnya dalam Ka’bah.Muhammad juga seorang yang gagah berani, tangkas, satria, senantiasa maju tak kenal gentar. Sabar menghadapi cobaan, kuat memegang cita-cita, teguh hatinya.Kehidupannya hanya dihiasi ketaatan kepada Allah tidak mementingkan dunia, pakaiannya hanya seperlunya saja, hidup amat sederhana.Dalam rumahnya Muhammad tidak pernah menghardik bujangnya, sayang kepada segenap kerabatnya dan lemah lembut kepada mereka. Dirumahnya Muhammad tidak pernah membicarakan aib orang, dimulikannya orang yang pantas dimuliakan menurut perangai dan agamanya. Terhadap orang yang yang membencinya Muhammad sangat pemaaf.Demikian antara lain sifat dan tabiat Muhammad yang menghiasi kepribadiannya yang kuat dan besar.
Muhammad juga seorang yang gagah berani, tangkas, satria, senantiasa maju tak kenal gentar. Sabar menghadapi cobaan, kuat memegang cita-cita, teguh hatinya. Kehidupannya hanya dihiasi ketaatan kepada Allah tidak mementingkan dunia, pakaiannya hanya seperlunya saja, hidup amat sederhana. Dalam rumahnya Muhammad tidak pernah menghardik bujangnya, sayang kepada segenap kerabatnya dan lemah lembut kepada mereka. Dirumahnya Muhammad tidak pernah membicarakan aib orang, dimulikannya orang yang pantas dimuliakan menurut perangai dan agamanya. Terhadap orang yang membencinya Muhammad sangat pemaaf. Demikian antara lain sifat dan tabiat Muhammad yang menghiasi kepribadiannya yang kuat dan besar.
     Kemudian Muhammad segera bergabung dengan rombongan dagang ke negeri Syam. Rombongan tersebut dibiayai oleh Khadijah binti Khuwailid, seorang wanita terpandang yang sangat kaya, dengan dana besar. Dalam rombongan ini, Khadijah mewakilkan hartanya kepada Maisarah, pembantunya sekaligus orang yang mengatur segala urusannya. Dengan keberkahan dan keamanahan Rasulullah, perdagangan Khadijah mendapatkan laba yang belum pernah dialami sebelumnya. Lalu ia bertanya kepada Maisarah perihal penyebab laba yang cukup besar ini. Maisarah menceritakan bahwa Muhammad bin Abdullah yang menangani urusan barang dan penjualan, dan dia pula yang menghadapi orang-orang dengan sangat mengagumkan. Sehingga laba yang besar bisa diperoleh tanpa ada unsur penganiayaan. Khadijah mendengarkan penuturan Maisarah, dan dari situlah dia mulai mengenal beberapa hal mengenai Muhammad bin Abdullah dan merasa kagum kepadanya.
     Khadijah adalah seorang perempuan yang berakhlak mulia dan berhati dermawan, sebelumnya pernah menikah, tapi kemudian suaminya meninggal dunia. Lalu ia ingin mencoba kehidupan baru dalam tanggungan suami yang bernama Muhammad bin Abdullah. Maka iapun mengutus salah seorang kerabatnya bernama Nafisah Binti Munirah untuk mengetahui tanggapan Muhammad bin Abdullah dalam urusan tersebut, sedangkan beliau pada waktu itu telah berusia 25 tahun. Nafisah binti Munirah menyampaikan kepada beliau agar mau menikah dengan Khadijah, awalnya Nabi Muhammad SAW ragu mengingat keadaan dirinya yang tidak memiliki harta. Namun Nafisah binti Munirah meyakinkan Nabi Muhammad SAW bahwa semata-mata Siti Khatijah memilihnya karena akhlak dan budinya yang mulia. Beliaupun  menyetujuinya. Akhirnya, keduanya menikah waktu itu usia Nabi Muhammad SAW 25 tahun sedang Siti Khatijah 40 tahun dan masing-masing merasa bahagia. Setelah itu, Muhammad mengambil alih dalam hal mengatur kekayaan Khadijah, dan beliau membuktikan kepiawaian dan kemampuannya. Secara berturut-turut, Khadijah hamil dan melahirkan hingga memiliki beberapa orang putera puteri, yang laki-laki bernama Qosim meninggal diusia 2 tahun kemudian lahirlah puteri-puteri beliau bernama Zainab, Ruqayah, Ummu Kultsum dan Fatimah, sedangkan putera keenam diberi nama Abdullah yang juga meninggal ketika masih dalam buaian ibundanya
Nabi Muhammad SAW sebagai seorang ayah yang sangat kasih sayang pada putera puterinya, demikian juga mereka sangat hormat dan kasih pasa kedua orangtuanya. Zainab dinikahkan dengan Abil ’Ash bin Rabi’ bin Abi Syam, Ruqaiyah dinikahkan dengan Uthbah, Ummu Khultsum dengan Utaibah, namun perkawinan keduanya tidak berlangsung lama karena kedua suami mereka dipaksa bercerai oleh ayah mereka Abu Lahab. Kemudian Ruqaiyah dinikahkan pada Ustman bin Affan dan setelah Ruqaiyah meninggal kemudia Ustman bin Affan manikah dengan Ummu Khultsum sedang Fatimah dinikahkan dengan Ali bin Abi Tholib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PORTOFOLIO RANGKUMAN TUGAS PEMBATIK LEVEL 4 TAHUN 2023

Tidak terasa perjalanan yang luar biasa hingga sampai pada titik ini. Langkah demi langkah, menyelesaikan tugas demi tugas yang tentunya ber...