A.
PENDAHULUAN
Pengajaran merupakan upaya guru secara konkret dilakukan untuk
menyampaikan bahan kurikulum agar dapat diserap oleh pebelajar. Pengajaran
sebagai suatu sistem terdiri dari berbagai komponen berupa tujuan, bahan,
metode, dan alat serta penilaian. Dalam hubungan itu, tujuan menempati posisi
kunci. Bahan adalah isi pengajaran yang apabila dipelajari siswa diharapkan
tujuan akan tercapai. Metode dan alat berperan sebagai alat pembantu untuk
memudahkan guru dalam mengajar dan murid dalam belajar. Sedangkan penilain
dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana murid telah mengalami proses
pembelajaran yang ditujukan oleh perubahan perilakunya.
Evaluasi belajar mengajar merupakan bagian dalam proses pendidikan.
Evaluasi pencapaian belajar peserta didik tidak hanya menyangkut aspek-aspek
kognitifnya saja, tetapi juga mengenai aplikasi atau performance, aspek afektif
yang menyangkut sikap serta internalisasi nilai- nilai yang perlu ditanamkan
dan dibina melalui mata ajar atau mata kuliah yang diberikannya. Tujuan
evaluasi untuk mengetahui perbedaan kemampuan peserta didik dan mengukur
keberhasilan mereka, baik secara individu maupun kelompok (Chabib Thoha, 2003).
Dalam dunia pendidikan, instrumen untuk mengevaluasi siswa, proses
pembelajaran maupun program lain terkait dengan pendidikan bukan hanya
menggunakan teknik tes saja melainkan juga dengan teknik non-tes. Teknik nontes
merupakan salah satu teknik evaluasi program dalam bidang pendidikan yang
tujuannya untuk menilai atau mengevaluasi program yang akan, sedang atau telah
dilaksanakan.
Hasil belajar dari proses belajar tidak hanya dinilai oleh test,
tetapi juga harus dinilai oleh alat-alat non test atau bukan test. Teknik non
tes biasanya dilakukan dengan cara wawancara, pengamatan secara sistematis,
menyebarkan angket, ataupun menilai/mengamati dokumen-dokumen yang ada
(Sudijono, 2009). Tehnik ini berguna untuk mengukur keberhasilan siswa dalam
proses belajar-mengajar yang tidak dapat diukur dengan alat tes. Penggunaan
tehnik ini dalam evaluasi pembelajaran terutama karena banyak aspek kemampuan
siswa yang sulit diukur secara kuantitatif dan mencakup objektifitas. Sasaran
teknik ini adalah perbuatan, ucapan, kegiatan, pengalaman, tingkah laku,
riwayat hidup, dan lain-lain.
Penggunaan nontes untuk menilai hasil dan proses belajar masih
sangat terbatas jika dibandingkan dengan penggunaan tes dalam menilai hasil dan
proses belajar. Para pembelajar di sekolah pada umumnya lebih banyak
menggunakan tes daripada bukan tes mengingat alatnya mudah dibuat,
penggunaannya lebih praktis, dan yang dinilai terbatas pada aspek kognitif
berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh peserta didik setelah menyelesaikan
pengamalan belajarnya (Nana Sudjana, 2012).
Penggunaan nontes untuk menilai hasil dan proses belajar sangat
terbatas jika dibandingkan dengan penggunaan alat melalui tes dalam menilai
hasil dan proses belajar. Banyak proses
dan hasil belajar yang hanya dapat diukur dengan teknik nontes. Untuk itu, jika
guru di madrasah hanya menggunakan teknik tes, tentu hal ini dapat merugikan
peserta didik dan orang tua. Teknik nontes digunakan sebagai suatu kritikan
terhadap kelemahan teknik tes (Zaenal Arifin, 2009).
Oleh karena itu kemampuan guru menyusun alat dan melaksanakan
evaluasi merupakan bagian dari kemampuan menyelenggarakan proses belajar
mengajar secara keseluruhan (Muhammad Ali, 1996).
Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah disebutkan diatas,
maka diperlukan suatu langkah-langkah untuk penyusunan dan pengembangan
instrument nontes. Hal ini juga dapat digunakan untuk memperoleh tes yang
valid, sehingga hasil ukurnya dapat mencerminkan secara tepat hasil belajar
atau prestasi belajar yang dicapai oleh masing-masing individu peserta tes
setelah selesai mengikuti kegiatan pembelajaran.
B.
RUMUSAN MASALAH
Bagaimana
aplikasi teknologi pembelajaran dalam format penilaian non tes pelajaran SKI jenjang
Madrasah Aliyah?
C.
TUJUAN
Untuk
mengetahui produksi pembuatan format penilaian Non Tes dalam pelajaran SKI supaya
meningkatkan kualitas proses belajar mengajar.
D.
KAJIAN TEORI
1.
Teknologi pembelajaran
Pemahaman latar belakang teknologi pembelajaran, semula dilihat
sebagai teknologi peralatan berkaitan dengan penggunaan peralatan, media dan
sarana untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Teknologi pembelajaran adalah proses yang kompleks, terpadu, sistematis,
mencakup ide, perencanaan, memuat orang, pesan, alat, bahan, teknik dan latar,
pengelolaan, pengembangan, monitoring, serta evaluasi yang berorientasi pada
tujuan terarah dan terkontrol. Secara mendasar, muatan teknologi pembelajaran
adalah sama, namun mengalami penyempurnaan dari waktu ke waktu. Teknologi
pembelajaran mengalami evolusi seiring dengan perkembangan ilmu, pengetahuan
dan teknologi.
Dengan demikian, teknologi pembelajaran adalah suatu proses yang
kompleks, terpadu, sistematis mencakup perencanaan, implementasi, pengembangan,
monitoring dan evaluasi serta riset berorientasi tujuan kepada seluruh aspek
kehidupan manusia dalam suatu pengelolaan (Rohmat, 2014).
Domain kegiatan pembelajaran yaitu: domain pengetahuan (kognitif),
ketrampilan (psikomotor), dan sikap (afektif), (Rohmat, 2014):
a.
Domain
kognitif: mengukur aspek pengetahuan. Domain kognitif terdiskripsi dalam
pengetahuan secara hirarki sebagai: pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis,
sintesis dan evaluasi.
b.
Domain
afektif: berorientasi pada sikap perilaku yang diterima oleh pebelajar. Adapun
domain afektif terdiri atas kewaspadaan partisipasi aktif, mau mendengar dan
mau menerima, partisipasi aktif sebagai pebelajar, nilai seseorang melekat pada
perilaku, mengorganisasi nilai ke dalam prioritas dan memiliki sistem nilai
yang mengatur perilaku.
c.
Domain
psikomotor: berorientasi pada kemahiran, kecakapan dan ketrampilan. Adapun
domain psikomotor sebagai berikut: mampu melakukan pergerakan, kesiapan
bertindak, melakukan imitasi, trial dan error, menjadikan kebiasaan, pola
pergerakan kompleks, memodifikasi pola pergerakan, dan menciptakan pergerakan
baru.
Jadi ketiga domain diatas bila telah melekat dalam jiwa pebelajar
dari hasil belajar maka pebelajar akan menunjukkan sebagai sumber daya manusia
yang memiliki keseimbangan. Keseimbangan bermakna antara berfikir logis,
rasional/realitas dengan ketrampilannyayg dilakukan dengan sikap dan perilaku
yang baik.
2.
Penilaian Non Tes
Penilaian dan evaluasi bersifat hierarkhis, artinya dilakukan
secara berurutan: dimulai dengan pengukuran, dilanjutkan dengan penilaian, dan
diakhiri dengan mengevaluasi. Pengukuran menurut Guilford (1982) adalah proses
penetapan angka terhadap suatu gejala menurut aturan tertentu. Pengukuran
pendidikan berbasis kompetensi dasar berdasarkan pada klasifikasi observasi
unjuk kerja atau kemampuan peserta didik dengan menggunakan suatu standar.
Patrix dan Nix (1989) mengatakan bahwa penilaian mengacu pada
penghargaan yang luas yang mencakup bukti dan aspek dari pengetahuan,
pemahaman, ketrampilan, dan atribut dari peserta didik.
Penggunaan nontes untuk menilai hasil dan proses belajar masih
sangat terbatas jika dibandingkan dengan penggunaan tes dalam menilai hasil dan
proses belajar. Para guru di sekolah pada umumnya lebih banyak menggunakan tes
daripada bukan tes mengingat alatnya mudah dibuat, penggunaannya lebih praktis,
dan yang dinilai terbatas pada aspek kognitif berdasarkan hasil-hasil yang
diperoleh peserta didik setelah menyelesaikan pengamalan belajarnya (Nana
Sudjana, 2012).
Non tes biasanya dilakukan untuk mengukur hasil belajar yang
berkenaan dengan soft skill, terutama yang berhubungan dengan apa yang
dapat dibuat atau dikerjakan oleh peserta didik dari apa yang diketahui atau
dipahaminya. Dengan kata lain, instrument ini berhubungan dengan penampilan
yang dapat diamati dari pada pengetahuan dan proses mental lainnya yang tidak
dapat diamati dengan panca indra (Widiyoko : 2009).
Teknik nontes merupakan teknik penilaian untuk memperoleh gambaran
terutama mengenai karakteristik, sikap, atau kepribadian. Selama ini teknik
nontes kurang digunakan dibandingkan teknis tes. Dalam proses pembelajaran pada
umumnya kegiatan penilaian mengutamakan teknik tes. Hal ini dikarenakan lebih
berperannya aspek pengetahuan dan keterampilan dalam pengambilan keputusan yang
dilakukan guru pada saat menentukan pencapaian hasil belajar siswa.
Teknik non tes biasanya dilakukan dengan cara wawancara, pengamatan
secara sistematis, menyebarkan angket, ataupun menilai/mengamati
dokumen-dokumen yang ada (Sudijono : 2009).
Wawancara adalah suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan
jawaban dari responden dengan jalan tanya jawab sepihak. Dikatakan sepihak
karena dalam wawancara ini responden tidak diberi kesempatan sama sekali untuk
mengajukan pertanyaan. Pertanyaan hanya diajukan oleh subyek evaluasi (H.
Daryanto, 1999).
Sebagai alat penilaian, wawancara dapat digunakan untuk menilai
hasil dan proses belajar. Kelebihan wawancara ialah bisa kontak langsung dengan
peserta didik sehingga dapat mengungkapkan jawaban secara lebih bebas dan
mendalam.
Kuesioner juga sering dikenal sebagai angket. Angket yaitu
wawancara tertulis baik pertanyaan maupun jawabannya (Muhamma Ali, 1999). Pada
dasarnya kuesioner adalah sebuah pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang
akan diukur (responden). Dengan kuesiner ini orang dapat mengetahui tentang
keadaan / data diri, pengalaman, pengetahuan sikap atau pendapatnya dan
lain-lain (H. Daryanto, 1999). Skala adalah alat untuk mengukur nilai, minat
dan perhatian yang disusun dalam bentuk pertanyaan untuk dinilai oleh responden
dan hasilnya dalam bentuk rentangan nilai sesuai dengan kriteria yang
ditentukan.
3.
Pembelajaran SKI
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar dan lingkungan belajar (kemendiknas, 2012). Menurut Oemar
Hamalik (2013) pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi
unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang
saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.
Dalam bahasa inggris “sejarah” berarti masa lampau umat manusia.
Sedangkan bahasa jerman, kata “sejarah” berarti sesuatu yang telah terjadi
(Wawan Badrika, 2006). Sedangkan dalam KBBI kata sejarah diartikan sebagai
kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau (Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2001)
Menurut Ibn khaldun (2012) secara hakikat, sejarah mengandung
pemikiran, penelitian, dan alasan-alasan detail tentang perwujudan masyarakat
dan dasar-dasarnya, sekaligus ilmu yang mendalam tentang karakter berbagai
peristiwa.
Kebudayaan adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi)
manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat, keseluruhan
pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami
lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya
(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2001).
Kebudayaan menurut Syed Sajjid Husain (1994) adalah sebuah kata
yang sangat sulit untuk didefinisikan. Perlulah kita membedakannya dari
peradaban. Dia merupakan rasa ingin tahu manusia yang menantang manusia untuk
mendapatkan lebih banyak pengetahuan demi pengetahuan itu sendiri dan juga
memanfaatkan pengetahuan tersebut dalam kehidupan nyata.
Sejarah kebudayaan Islam bisa dipahami sebagai berita atau cerita
peristiwa masa lalu yang mempunyai asal-muasal tertentu. Jadi, kebudayaan ini
adalah hasil karya, rasa dan cipta orang-orang Muslim. Kata Islam pada sejarah
kebudayaan Islam bukan sekedar menunjukkan bahwa kebudayaan iti dihasilkan oleh
orang-orang Muslim melainkan sebagai sebagai rujukan sumber nilai. Islam
menjadi nilai kebudayaan itu. Ini juga berarti bahwa kebudayaan Islam adalah
hasil karya, cipta, dan rasa manusia yang menafsirkan agamanya dari waktu ke
waktu. Oleh karena itu, sejarah kebudayaan Islam sama dengan sejarah kebudayaan
lain pada umumnya, yang bersifat dinamis. Perbedaannya terletak pada sumber
nilainnya (Hanafi, 2012)
4.
Usia Remaja
Remaja sebagai periode tertentu dari kehidupan manusia merupakan
suatu konsep yang relatif baru dalam kajian psikologi. Di negara-negara Barat,
Istilah remaja dikenal dengan “adolescence” yang berasal dari kata dalam
bahasa Latin “adolescere” (kata bendanya adolescentia = remaja)
yang berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa.
Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga
21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu: 12
- 15 tahun = masa remaja awal, 15 – 18 tahun = masa remaja pertengahan, dan 18
– 21 tahun = masa remaja akhir.
Masa remaja seringkali dikenal dengan masa mencari jati diri, oleh
Erickson disebut dengan identitas ego (ego identity). Ini terjadi karena masa
remaja merupakan peralihan antara masa kehidupan anak-anak dan masa kehidupan
orang dewasa.
E.
NARASI
No
|
Kegiatan
|
Durasi
|
Target Pencapaian
|
1.
|
Pembelajar merumuskan judul
|
30 menit
|
Diperoleh judul
|
2.
|
Pembelajar menentukan dasar pertimbangan
|
20 menit
|
Diperoleh dasar pertimbaangan
|
3.
|
Pembelajar mengkaji referensi untuk membuat rasional dalam
pembuatan produk aplikasi TPB
|
70 menit
|
Diperoleh rujukan untuk membuat rasional dalam pembuatan produk
aplikasi TPB
|
4.
|
Pembelajar merumuskan tujuan pembuatan produk aplikasi TPB
|
30 menit
|
Diperoleh masukan perlunya tujuan pembuatan produk aplikasi TPB
|
5.
|
Pembelajar menentukan bahan-bahan yang akan digunakan dalam
pembuatan produk aplikasi TPB
|
30 menit
|
Diperoleh bahan-bahan yang akan digunakan dalam pembuatan produk
aplikasi TPB
|
6.
|
Pembelajar memilih bahan yang sesuai untuk pembuatan produk
aplikasi TPB
|
20 menit
|
Diperoleh
bahan yang sesuai untuk pembuatan produk aplikasi TPB
|
7.
|
Pembelajar sedang
menyiapkan bahan untuk membuat format penilaian non tes
|
10 menit
|
Diperoleh alat-alat dan
bahan untuk membuat format penilaian non tes
|
8.
|
Pembelajar mempertimbangkan aspek yang akan penilaian
|
20 menit
|
Diperoleh aspek penilaian yang akan dinilai
|
9.
|
Pembelajar memulai pembuatan sketsa produk format penilaian
pribadi siswa
|
60 menit
|
Diperoleh sketsa produk format penilaian non tes
|
10.
|
Pembelajar memulai membuat garis dan kolom penilaian pribadi
siswa
|
20 menit
|
Diperoleh garis dan kolom penilaian
|
11.
|
Pembelajar menuliskan aspek yang akan dinilai
|
20 menit
|
Diperoleh tulisan aspek penilaian
|
12.
|
Pembelajar menuliskan keterangan untuk format penilaian pribadi
siswa
|
5 menit
|
Diperoleh keterangan untuk format penilaian pribadi siswa
|
13.
|
Pembajar mempertimbangkan skor untuk penilaian pribadi siswa
|
20 menit
|
Diperoleh pertimbangan skor untuk penilaian pribadi siswa
|
14.
|
Pembelajar memutuskan skor yang akan digunakan untuk penilaian
pribadi siswa
|
10 menit
|
Diperoleh keputusan skor yang akan digunakan untuk penilaian
pribadi siswa
|
15.
|
Pembelajar menuliskan skor untuk penilaian pribadi siswa
|
2 menit
|
Diperoleh tulisan skor untuk penilaian pribadi siswa
|
16.
|
Pembelajar memulai pembuatan sketsa produk format penilaian ke
dua untuk aspek sikap dalam mengikuti diskusi
|
3 menit
|
Diperoleh format penilaian sikap dalam mengikuti diskusi
|
17.
|
Pembelajar memulai membuat garis dan kolom penilaian sikap dalam
mengikuti diskusi
|
10 menit
|
Diperoleh garis dan kolom penilaian sikap dalam mengikuti diskusi
|
18.
|
Pembelajar menuliskan aspek yang akan dinilai
|
5 menit
|
Diperoleh
tulisan aspek penilaian yang akan dinilai
|
19.
|
Pembelajar menuliskan keterangan untuk format penilaian sikap
dalam mengikuti diskusi
|
5 menit
|
Diperoleh keterangan untuk format penilaian sikap dalam mengikuti
diskusi
|
20.
|
Pembajar mempertimbangkan skor untuk penilaian sikap dalam
mengikuti diskusi siswa
|
10 menit
|
Diperoleh pertimbangan skor untuk penilaian sikap dalam mengikuti
diskusi
|
21.
|
Pembelajar memutuskan skor yang akan digunakan untuk penilaian
sikap dalam mengikuti diskusi
|
5 menit
|
Diperoleh keputusan skor yang akan digunakan untuk penilaian sikap
dalam mengikuti diskusi
|
22.
|
Pembelajar menuliskan skor untuk penilaian sikap dalam mengikuti
diskusi
|
2 menit
|
Diperoleh tulisan skor untuk penilaian sikap dalam mengikuti
diskusi
|
23.
|
Pembelajar memulai menuliskan format penilaian non tes pada
Ms.word
|
30 menit
|
Diperoleh permulaan penulisan format penilaian non tes pada
Ms.word
|
24.
|
Pembelajar mengatur format penilaian non tes pada Ms.word
|
20 menit
|
Diperoleh pengaturan format penilaian non tes pada Ms.word
|
25.
|
Pembelajar memperoleh hasil jadi format penilaian non tes pada
pelajaran SKI
|
|
Diperoleh hasil jadi format penilaian non tes pada pelajaran SKI
|
F.
PRODUK
Format
Penilaian Non Tes pelajaran SKI Jenjang Madrasah Aliyah
a. Tujuan
Untuk
menghasilkan format penilaian non tes pelajaran SKI jenjang MA
b. Karakteristik mata pelajaran
1.
Mata
Pelajaran : Sejarah Kebudayaan Islam
2.
Kelas/semester : X/2
3.
Jurusan : IPA
c.
Kompetensi
3.1
Mendeskripsikan proses pemilihan Khulafaurrasyidin.
d.
Indikator
3.1.1
Siswa mampu
memahami biografi Khulafaurrasyidin.
3.1.2
Siswa mampu
mengetahui proses pemilihan Khulafaurrasyidin.
e.
Kriteria penilaian
1.
Format penilaian pribadi siswa
Bentuk
: Pengamatan
No.
|
Nama
|
Aspek yang dinilai
|
KET
|
|||
1
|
2
|
3
|
4
|
|||
1.
|
|
|
|
|
|
|
2.
|
|
|
|
|
|
|
3.
|
|
|
|
|
|
|
4.
|
|
|
|
|
|
|
5.
|
|
|
|
|
|
|
Dst.
|
|
|
|
|
|
|
Aspek yang dinilai dan skornya:
1. Perhatian :
Skor 10 - 100
2. Keaktifan :
Skor 10 - 100
3. Tanggung jawab :
Skor 10 - 100
4. Kedisiplinan :
Skor 10 - 100
2.
Format penilaian sikap dalam mengikuti diskusi
No.
|
Nama
peserta didik
|
Aspek
yang dinilai
|
Nilai
|
Ketuntasan
|
|||
1
|
2
|
3
|
T
|
TT
|
|||
1.
|
|
|
|
|
|
|
|
2.
|
|
|
|
|
|
|
|
3.
|
|
|
|
|
|
|
|
4.
|
|
|
|
|
|
|
|
5.
|
|
|
|
|
|
|
|
Dst.
|
|
|
|
|
|
|
|
Keterangan:
1. Kedalaman informasi : Skor 10 - 30
2. Keaktifan dalam diskusi : Skor 10 - 30
3. Kejelasan dan kerapian diskusi : Skor 10 - 40
T (Tuntas) :
Jika skor lebih dari 75
TT (Tidak
Tuntas) : Jika skor kurang dari
75
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad. 1999. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar.
Bandung : Sinar Baru Algensindo.
Arifin, Zaenal. 2009. Evaluasi Pembelajaran, Program Peningkatan
Kualifikasi Guru Madrasah dan Guru Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah.
Jakarta: Pusat.
Badrika, Wawan.
2006. Sejarah untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga.
Daryanto. 1999. Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.
Departemen
Pendidikan dan Kebdayaan. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Hamalik, Oemar.
2013. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Hanafi. 2012. Pembelajaran
Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam
Kementerian Agama RI.
Kemendiknas.
2012. Undang-Undang R.I. Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas. Bandung:
Citra Umbara.
Rohmat. 2014. Teknologi
Pembelajaran Perspektif Pendidikan Islam. Yogyakarta: Deepublish.
Sudijono, Anas. 2009. Pengantar Evaluasi Pendidikan.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sudjana, Nana. 2012. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Thoha, Chabib. 2003. Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Widoyoko,S. Eko Putra. 2009. Evaluasi Program Pembelajaran: Panduan
Praktis Bagi Pendidik dan Calon Didik. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar