Kamis, 26 Februari 2015

Teguran dari Allah Swt. melalui al-Qur’ãn



Pada suatu hari Rasulullah saw. membaca al-Qur’ān dan menyampaikan dakwahnya dengan wajah berseri-seri. Tiba-tiba datang seorang buta yang bernama Abdullah bin Suraikh bin Malik bin Rabi’ah Al-Fihri. Ia hendak bertemu Nabi dan benar-benar ingin mendapatkan penjelasan tentang Islam langsung dari Nabi. Tetapi Nabi tidak menghiraukannya, ia berharap dengan memperhatikan, pembesar Quraisy ini akan masuk Islam sehingga Islam makin kuat. Sementara si buta ini tidak banyak membawa pengaruh kepada kemajuan Islam sehingga dihiraukan oleh Nabi.
Dengan adanya peristiwa tersebut, Allah Swt. menurunkan ayat Q.S. ‘Abasa/80: 1-11 sebagai berikut: Dia (Muhammad) berwajah masam dan berpaling, karena seorang buta telah datang kepadanya (Abdullah bin Ummi Maktum). Dan tahukah engkau (Muhammad) barangkali dia ingin menyucikan dirinya (dari dosa), atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, yang memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serbacukup (pembesar-pembesar Quraisy), engkau (Muhammad) memberi perhatian kepadanya, padahal tidak ada (cela) atasmu kalau dia tidak menyucikan diri (beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), sedang dia takut (kepada Allah), engkau (Muhammad) malah mengabaikannya. Sekali-kali jangan (begitu)! Sungguh, (ajaranajaran Allah) itu suatu peringatan.”
Ayat tersebut sebagai teguran Allah Swt. kepada Nabi Muhammad saw. Sejak itu Nabi selalu berseri-seri menghormati siapa saja yang datang dan meminta penjelasan.
(Diambil dari 365 Kisah Teladan Islam satu kisah selama setahun, Ariany Syurfah)

Sebentar Lagi Seorang Penghuni Surga Akan Masuk!



Dari Anas Bin Malik, suatu ketika Rasulullah saw. duduk di Masjid Nabawi dan berbincang-bincang dengan para sahabat. Tiba-tiba beliau bersabda, “Sebentar lagi seorang penghuni surga akan masuk kemari!” Semua mata pun tertuju ke pintu masjid  dan pikiran para sahabat pun membayangkan seorang yang luar biasa. “Penghuni surga, penghuni surga.” Demikian gumam mereka.
Beberapa saat kemudian, masuklah seorang pria dengan air wudhu yang masih membasahi wajahnya. Apakah gerangan keistimewaan orang itu sehingga mendapat jaminan surga? Tidak seorang pun yang berani bertanya, walau semua sahabat merindukan jawabannya.
Keesokan harinya, peristiwa semula terulang kembali. Bahkan, pada hari ketiga pun terjadi hal yang demikian.
‘Abdullah, putra Gubernur Pertama di Mesir: ‘Amr bin al-‘Ash, tidak tahan lagi, meski ia tidak berani dan khawatir mendapat jawaban yang tidak memuaskannya. Maka, timbullah suatu ide dalam benaknya. Dia pun mendatangi si penghuni surga sambil berkata, “Wahai saudaraku! Telah terjadi kesalahpahaman antara aku dan orang tuaku. Karena itu, dapatkah aku menumpang di rumahmu selama tiga hari?”
“Tentu, tentu,” jawab si penghuni surga yang ternyata seorang Anṡar bernama Sa’ad bin ‘Amr bin al-‘Ash. Setelah memperhatikan, mencermati, bahkan mengintip si penghuni surga, ternyata, tak ada sesuatu pun yang istimewa. Tidak ada ibadah khusus yang dilakukan si penghuni surga. Tidak ada ṡalat malam, tidak ada pula puasa sunah. Ia bahkan tidur dengan nyenyak hingga beberapa saat sebelum fajar. Memang sesekali ia menyebut nama Allah di pembaringannya, tetapi sejenak saja dan tidurnya pun berlanjut.
Pada siang hari, si penghuni surga berkerja dengan tekun. Ia ke pasar, sebagaimana halnya orang yang ke pasar. “Pasti ada sesuatu yang disembunyikan atau yang tak sempat kulihat. Aku harus berterus terang kepadanya,” demikian gumam ’Abdullah bin ‘Amr.
“Apa yang engkau lihat, itulah saya!” jawab si penghuni surga.
Dengan rasa kecewa, ‘Abdullah bin ‘Amr bermaksud kembali ke rumah, tetapi tibatiba tangannya dipegang oleh sang penghuni surga seraya berkata, “Apa yang engkau lihat, itulah yang saya lakukan, ditambah sedikit lagi, saya tidak pernah merasa iri terhadap seseorang yang dianugerahi nikmat oleh Allah Swt. Tidak pernah pula saya berdusta dalam melakukan segala kegiatan saya!” (HR. Ahmad)
(Diambil dari: Mutiara Akhlak Rasulullah saw. Ahmad Rofi’ Usmani)

Pahala Istimewa Penghafal al-Qur’ān



Diriwayatkan bahwa Allah Swt. akan memberikan keistimewaan kepada para penghafal al-Qur’ān dan orang tuanya. Rasulullah saw. bersabda, “Pada hari kiamat nanti, al-Qur’ān akan menemui penghafalnya ketika keluar dari kuburnya. Al-Qur’ān akan berwujud seorang yang ramping. Ia akan bertanya pada penghafalnya, “Apakah Anda mengenalku?” Maka, penghafal itu menjawab “Tidak, saya tidak mengenal Anda.”
Al-Qur’ān berkata, “Saya adalah kawanmu, al-Qur’ān yang membuatmu kehausan di tengah hari. Sesungguhnya, setiap pedagang akan mendapatkan keuntungan. Dan Anda pada hari ini mendapatkan keuntungan.”
Kemudian, penghafal itu diberi kekuasaan di tangan kanannya dan diberi kekekalan di tangan kirinya, serta dipasang mahkota di atas kepalanya. Tidak hanya itu, orang tua penghafal itu juga mendapatkan keistimewaan. Mereka diberikan dua pakaian baru yang bagus dan harganya tidak dapat dibayar oleh penghuni dunia.
Kedua orang tua penghafal itu kemudian bertanya, “Kenapa kami diberikan pakaian seperti ini?’
Kemudian, mereka mendapat jawaban dari Allah Swt., “Karena anakmu telah menghafal al-Qur’ān.”
Kemudian, kepada penghafal al-Qur’ān tadi diperintahkan, “Bacalah dan naiklah ke tingkat-tingkat surga dan kamar-kamarnya!” Maka, ia pun naik sambil membaca bacaan al-Qur’ān.
(Diambil dari 365 Kisah Teladan Islam satu kisah selama setahun, Ariany Syurfah)

Rabu, 25 Februari 2015

Miqdad bin Amr (ahli filsafat yang dicintai Allah dan Rasul-Nya)



Miqdad bin Amr termasuk rombongan yang pertama masuk Islam. Ia adalah orang yang ketujuh yang menyatakan keislamannya. Dengan kejujurannya, ia rela mendapatkan sisksaan dari kafir Quraisy. Miqdad bin Amr adalah seorang filosof dan ahli pikir. Suatu ketika, dia diangkat Rasulullah menjadi seorang Amir di daerahnya. Ia melaksanakan amanah itu. Dirinya pun diliputi oleh kemegahan dan puji-pujian. Hal ini dianggapnya sebagai pengalaman pahit. Ia tidak ingin tenggelam dalam kemegahan dan pujian. Maka, sejak itu dia menolak menerima jabatan amir.
Kecintaan Miqdad terhadap Rasulullah saw. sangat besar. Kecintaannya itu menyebabkan hati dan ingatannya dipenuhi rasa tanggung jawab terhadap beliau. Misalnya, setiap ada sesuatu yang membahayakan Rasulullah saw, secepat kilat ia telah berada di depan pintu rumah Rasulullah saw. Ia menghunus pedangnya untuk membela beliau.
Demikian Miqdad menjalani hidupnya, ia senantiasa memberikan pembelaan terhadap Islam dan Rasulullah saw. dengan keteguhan hati yang menakjubkan dalam membela Islam. Ia mendapat kehormatan dari Rasulullah saw., “Sungguh Allah Swt. telah menyuruhku untuk mencintaimu dan menyampaikan pesan-Nya padaku bahwa Dia (Allah) mencintaimu.”
(Diambil dari 365 Kisah Teladan Islam satu kisah selama setahun, Ariany Syurfah)

Menghormati Orang Lain Itu Perlu



Al-Kisah, Ali bin Abi Thalib hendak pergi ke masjid dengan buru-buru karena takut tertinggal ṡalat subuh berjamaah.
Di tengah perjalanan, ia bertemu seorang kakek yang sedang berjalan pelan di depannya. Sang kakek berjalan sangat lambat di sebuah gang sempit. Demi memuliakan dan menghormati kakek tua itu, Ali bin Abi Thalib tidak mau mendahuluinya, meskipun terdengar di masjid sudah iqomah. Ketika sampai di dekat pintu masjid, si kakek tua itu justru berjalan terus saja, ternyata kakek tua itu beragama Nasrani. Ali buru-buru masuk ke masjid. Ajaibnya, ia mendapati Rasulullah saw. dan para jamaahnya masih melakukan rukuk. Ali pun ikut rukuk sampai selesai sehingga Ali bin Abi Thalib ikut berjamaah dengan sempurna.
Sehabis ṡalat para sahabat bertanya,”Wahai Rasulullah, mengapa tadi rukuknya lama sekali, padahal Anda belum pernah melakukan hal itu sebelumnya?” Rasulullah saw. menjawab, “Tadi Jibril datang dan meletakkan sayapnya di atas punggungku dan menahannya lama. Ketika ia melepaskan sayapnya, barulah saya bangun dari rukuk”. Para sahabat bertanya, “Mengapa Jibril melakukan itu?” “Aku tidak menanyakan kepada Jibril,” jelas Rasulullah. Lalu Jibril datang dan menjelaskan, “Hai Muhammad, tadi Ali tergesa-gesa ingin melaksanakan ṡalat berjamaah, akan tetapi di tengah perjalanan ada seorang kakek dan ia tidak mau mendahuluinya karena sangat menghormati orang lain, meskipun ia Nasrani.”
(Diambil dari Cermin Bening Kisah-kisah Teladan Jilid-1, Fathurrahman al-Munawwar)

PORTOFOLIO RANGKUMAN TUGAS PEMBATIK LEVEL 4 TAHUN 2023

Tidak terasa perjalanan yang luar biasa hingga sampai pada titik ini. Langkah demi langkah, menyelesaikan tugas demi tugas yang tentunya ber...