Khalifah adalah
jabatan tertinggi dalam kepemimpinan Islam pacsa Rasulullah Saw. Wafat. Mereka
dipilih oleh umat Islam melalui musyawarah. Seorang khalifah wajib menjalankan
kepemimpinan sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Khalifah tidak
menjalankan fungsi kenabian, tugas utama mereka dalam hal keagamaan adalah
memimpin shalat jum’at di masjid Nabawi dan menyampaikan khutbah jum’at.
Tugas seorang
khalifah selain sebagai kepala Negara, dia juga menjabat sebagai panglima
pasukan Islam yang memiliki kewenangan luas dalam hal pemerintahan. Dalam
sejarah, tugas Nabi Muhammad Saw. Sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara
diemban oleh empat sahabat terdekatnya secara berurutan. Termasuk dalam tugas
tersebut adalah mengurus masalah keagamaan umat Islam. Keempat penggantinya inilah
yang dikenal dengan sebutan Khulafaur Rasyidin. Secara kebahasaan, Khulafaur
Rasyidin berarti para khalifah yang mendapat petunjuk. Keempat khalifah
tersebut adalah Abu Bakar As-Shiddiq (memerintah 632 – 834 M), Umar bin Khatab
(634-644M), Usman bin Affan (644-656 M) dan Ali bin Abi Thalib (656-661 M).
I. Abu Bakar As Shiddiq
1.
Biografi Abu Bakar As Shidiq
Nama asli beliau adalah Abdullah Ibnu
Abi Quhafah at Tamimi, di masa jahiliyah bernama Abdul Ka’bah. Setelah masuk
Islam, Nabi mengganti namanya menjadi Abdullah Abu Bakar. Namun orang-orang
memanggilnya Abu Bakar. Nama ini diberikan karena ia adalah orang yang paling
dini memeluk Islam. Dalam bahasa Arab, Bakar berarti dini atau pagi. Selain
itu, Abu Bakar sering kali dipanggil Atiq atau yang tampan, karena ketampanan
wajahnya. Sementara Nabi memberikan Abu Bakar gelar As-Shidiq ,
dikarenakan dia membenarkan kisah Isra’
Mi’raj nabi ketika banyak penduduk Mekkah mengingkarinya.
Abu Bakar lahir pada 572 M di Mekkah,
tidak berapa lama setelah Nabi Muhammad lahir. Karena kedekatan umur inilah Abu
Bakar sejak kecil bersahabat dengan Nabi. Persahabatan keduanya tak
terpisahkan, baik sebelum maupun sesudah Islam datang. Bahkan persahabatan
keduanya bertambah erat ketika sama-sama berjuang menegakkan agama Allah.
Biarpun hidup pada zaman jahiliyah,
berbagai kebaikan telah melekat pada Abu Bakar sejak kecil. Lembut dalam
bertutur kata, dan sopan dalam bertindak merupakan beberapa sifat bawaannya. Ia
juga perasa dan sangat mudah tersentuh hatinya. Selain itu Abu Bakar dikenal
cerdas dan berwasan luas. Abu Bakar adalah seorang sahabat Nabi yang terkenal
akan kedermawanannya. Demi membela kaum muslimin yang tertindas di Mekkah, Abu
Bakar tak segan-segan mengeluarkan hartanya. Salah satu kisah terkenal yang menggambarkan
kedermawanannya tentu saja ketika ia menebus Bilal bin Rabah dari tangan
majikannya yaitu Umayyah bin Khalaf. Lewat perantara Abu Bakar, Allah memberi
pertolongan kepada hambaNya yang teguh imannya.
Melalui perantara Abu Bakar pula banyak
penduduk Mekkah yang menyatakan diri masuk Islam, seperti Usman bin Affan,
Abdurrahman bin Auf, Talhah bin Ubaidillah, Saad bin Abi Waqqas, Zubair bin
Awwam dan Ubaidillah bin Jarrah adalah beberapa sahabat yang masuk Islam atas
ajakan Abu Bakar. Merekalah yang kemudian dikenal dengan nama Assabiqunal
Awwalun.
Setelah masuk Islam, Abu Bakar menjadi
salah satu pembela nabi yang paling kukuh, baik ketika di Mekkah maupun di
Madinah. Abu Bakar yang menemani nabi melakukan hijrah ke Yatsrib (Madinah).
Setelah tiba di Madinah, Abu Bakar tinggal di Sunh, daerah di pinggiran kota
Madinah. Di kota tersebut, Abu Bakar dipersaudarakan dengan seorang dari suku
Khazraj yang bernama Kharijah bin Zaid dari Bani Haritsah. Di rumah Kharijah
tersebut Abu Bakar tingal. Hubungan kedua orang ini bertambah erat ketika Abu
Bakar menikahi anak Kharijah bernama Habibah. Di Madinah, Abu Bakar beralih profesi dari
pedagang kain menjadi petani.
2.
Proses terpilihnya Khalifah Abu Bakar As Shiddiq
Setelah
Rasulullah Saw. Wafat, kaum muslimin dihadapkan sesuatu problema yang
berat, kerena Nabi sebelum meninggal tidak meninggalkan pesan apa dan siapa
yang akan mengganti sebagai pimpinan umat. Suasana wafatnya Rasul tersebut
menjadikan umat Islam dalam kebingunan. Hal ini karena Mereka sama sekali tidak
siap kehilangan beliau baik sebagai
pemimpin, sahabat, maupun sebagai pembimbing yang mereka cintai.
Di tengah kekosongan pemimpin tersebut,
ada golongan sahabat dari Anshar
yang berkumpul di tempat Saqifah Bani
Sa’idah, sebuah tempat yang biasa digunakan sebagai pertemuan dan musyawarah
penduduk kota Madinah. Pertemuan golongan Anshar di Saqifah Bani Sa’idah
tersebut dipimpin seorang sahabat yang sangat dekat Rasulullah Saw., ia adalah
Sa’ad bin Ubadah tokoh terkemuka Suku Khazraj.
Pada waktu Saad bin Ubadah mengajukan wacana dan gagasan tentang
siapa yang pantas untuk menjadi pemimpin sebagai pengganti Rasulullah ia
menyatakan bahwa kaum Anshar-lah yang pantas memimpin kaum muslimin. Ia
mengemukakan demikian sambil berargumen bahwa golongan Ansharlah yang telah banyak menolong Nabi dan kaum Muhajirin
dari kejaran dan penindasan orang-orang kafir Quraisy. Tentu saja gagasan dan
wacana ini disetujui oleh para sahabat
dari golongan Anshar. Pada saat beberapa tokoh Muhajirin seperti Abu Bakar, Umar
bin Khatab, dan Abu Ubaidah bin Jarrah dan sahabat muhajirin yang lain
mengetahui pertemuan orang-orang Anshar tersebut, mereka segera menuju ke
Saqifah Bani Sa’idah. Dan pada saat orang-orang Muhajirin datang di Saqifah
Bani Sa’idah, kaum Anshar nyaris bersepakat untuk untuk mengangkat dan membaiat Saad bin Ubadah menjadi Khalifah.
Karena pada saat tersebut para tokoh Muhajirin juga datang maka mereka juga
diajak untuk mengangkat dan membaiat
Saad bin Ubadah. Namun, kaum Muhajirin yang diwakili abu Bakar menolaknya dengan tegas membaiat Saad bin
Ubadah. Abu Bakar mengatakan pada golongan Anshar bahwa jabatan khalifah
sebaiknya diserahkan kepada kaum Muhajirin. Alasan Abu Bakar adalah merekalah
yang lebih dulu memeluk Agama Islam. Kaum Muhajirin dengan perjuangan yang
berat selama 13 tahun menyertai Nabi dan membantunya mempertahankan Islam dari
gangguan dan penindasan kaum kafir Quraisy di Mekkah. Dengan usulan Abu Bakar
ra. Golongan Anshar tidak dapat membantah usulannya.
Kaum Anshar menyadari
dan ingat, bagaimana keadaan mereka
sebelum Nabi dan para sahabatnya dari Mekkah mengajak masuk Islam, bukankah di
antara mereka sering terlibat perang
saudara yang berlarut-larut. Dan dari sisi kualitas tentu saja para sahabat
Muhajirin adalah manusia-manusia terbaik dan yang pantas menggantikan kedudukan
Nabi dan menjadi khalifah untuk memimpin kaum muslimin. Pada saat yang
bersamaan Abu Bakar menunjuk dua orang Muhajirin di sampingnya yang dikenal
sangat dekat dengan Nabi, yaitu Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah bin Jarrah.
Abu Bakar mengusulkan agar memilih satu di antara keduannya untuk menjadi
khalifah. Demikian kata Abu Bakar kepada kaum Anshar sembari menunjuk Umar dan
Abu Ubaidah. Namun sebelum kaum Anshar merespon usulan Abu Bakar, Umar dan Abu
Ubaidah justru menolaknya dan keduanya justru balik menunjuk dan memilih Abu
Bakar. Secara cepat dan tegas Umar mengayungkan tanganya ke tangan Abu Bakar
dan mengangkat tangan Abu Bakar dan membaiatnya. Lalu apa yang dilakukan Umar
ini segera diikuti oleh Abu Ubaidah. Dan akhirnya diikuti kaum Anshar untuk
membaiat Abu Bakar Kecuali Saad bin Ubadah.
Lalu pada esok harinya, baiat terhadap
Abu Bakar secara umum dilakukan untuk umat muslim di Madinah dan dalam
pembaiatannya tersebut, Abu Bakar berpidato sebagai berikut:
“Saudara-saudara,
saya sudah dipilih untuk memimpin kalian sementara saya bukanlah orang terbaik
di antara kalian. Jika saya berlaku baik, bantu-lah saya. Kebenaran adalah
suatu kepercayaan dan dusta merupakan pengkhianatan. Taatilah saya selama saya
taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Tetapi bila saya melanggar perintah Allah dan
Rasul-Nya, maka gugurlah ketaatanmu kepada saya.”
Demikianlah, proses terpilihnya Abu
Bakar menjadi Khalifah sebagai pengganti Rasulullah Saw.
Lain Abu Bakar lain pula Umar bin Khatab.
Pada Saat Khalifah Abu Bakar merasa dekat dengan ajalnya, Ia menunjuk Umar Bin
Khatab untuk menggantinya, namun sebelum menyampaikan ide dan gagasannya untuk
menunjuk Umar, Abu Bakar memanggil beberapa sahabat terkemuka seperti
Abdurrahman bin Auf, Utsman bin Afan, Asid bin Hudhair al-Anshari, Said bin
Ziad dan Sahabat lain dari golongan muhajirin dan anshar untuk dimintai
penilaian dan pertimbangan dan akhirnya mereka menyetujui.
Setelah Umar bin Khatab meninggal,
Khalifah dipegang oleh Utsman bin Affan. Pada waktu Umar hendak mengimami
shalat shubuh, tiba-tiba diserang oleh Lu’lu’ah Fairuz dan berhasil menikam
perut Umar Bin Khatab namun tidak langsung meninggal. Pada saat-saat tersebut,
Proses pemilihan terjadi paskah tragedi Shubuh, Umar membentuk Dewan yang
beranggota enam orang sahabat yaitu Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwam, Saat
bin Abi Waqash, Thalhah bin Ubaidillah, Utsman bin Afan dan Ali bin Abi Thalib
dan dalam sidang yang a lot dan waktu yang panjang akhirnya Utsman yang berusia
70 tahun terpilih untuk mengganti Umar Bin Khatab.
Setelah Utsman meninggal dalam sebuah
kerusuhan tanggal 17 Juni 656 M terjadilah kekosongan kekuasaan, Ali bin Abi
Thalib diusulkan oleh Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah untuk
mengganti Utsman, dan pada awalnya Ali menolak, namun setelah banyaknya
dukungan yang mengalir dan atas desakan banyak sahabat akhirnya Ali menerima
dan dibaiat menjadi Khalifah di Masjid Nabawi tanggal 24 Juni 656 M.
II. Umar bin Khattab
- Biografi Umar bin Khattab
Umar ibnu Khatab putera dari Nufail al
Quraisy dari suku bani Adi, salah satu kabilah suku Quraisy. Tidak ada yang
tahu pasti kapan Umar ibnu Khatab dilahirkan. Ia dibesarkan layaknya anak-anak
lainnya. Memasuki usia remaja, Umar menggembalakan unta ayahnya, Khatab bin
Nufail, di pinggiran kota Me-kkah. Selain bergulat, berkuda merupakan keahlian Umar lainnya.. Secara
fisik, tubuh Umar kekar, kulitnya putih kemerah-merahan dan kumisnya lebat.
Seperti pemuda pada masa Jahiliyah
lainnya, Umar akrab dengan minuman keras dan perempuan. Selain itu, Umar sangat
gigih dalam membela agama nenek moyangnya. Tak akan ia biarkan orang, siapa pun
dia, mengusik agama nenek moyangnya. Maka ketika Rasulullah mulai mendakwahkan
Islam, Umar merupakan seorang yang sangat getol memusuhi Rasulullah. Pada waktu
masa awal dakwah Islam di Mekkah, bersama Abu Hakam bin Hisyam (Abu
Jahal), Umar merupakan tokoh Quraisy
yang sangat ditakuti oleh kaum muslimin , karena kekejaman dan permusuhannya
terhadap Islam. Umar pernah menghajar seorang budak perempuan karena budak
tersebut memeluk Islam. Ia menghajar sampai capek dan bosan sendiri karena
terlalu banyak memukul. Sang budak akhirnya dibeli oleh Abu Bakar dan
dibebaskan.
Karena begitu berbahanya kedua orang
tersebut (Umar bin Khatab dan Abul Hakam bin Hisyam) itu, sehingga Rasulullah
pernah berdoa kepada Allah agar salah satu dari keduanya masuk Islam.
”Allahumma ya Allah, perkuatlah Islam dengan Abul Hakam bin Hisyam atau Umar
bin Khatab” demikian doa Nabi. Doa Nabi terkabul dengan masuknya Umar ke dalam
agama Islam. Keislaman Umar terbukti membawa kemajuan pesat bagi Islam . Kaum
muslimin menjadi berani terang-terangan melakukan salat dan thawaf. Umar juga
tidak takut menantang paman sendiri, Abu Jahal, seorang paling membenci Islam.
Ia menemui Abu Jahal dan terang-terangan mengaku telah memeluk agama Islam.
Karena ketegasannya itu, Umar mendapat julukan ”Al Faruq” yang artinya pembeda
antara yang baik dan buruk.
Ketika Nabi memutuskan untuk hijrah ke
Yastrib, Umar bersma kaum Muhajirin lainnya berangkat mendahului Rasulullah dan
abu Bakar. Di kota Madinah, Umar dipersaudarakan dengan Utban bin Malik.
Seperti Abu Bakar, Umar juga ikut menggarap tanah subur Madinah untuk ditanami
berbagai macam tanaman.
Karena sifatnya yang tegas, tak jarang
Umar mendebat Rasulullah, seperti dalam Perjanjian Hudaibiyah. Sebab, ia merasa
perjanjian tersebut merugikan kaum muslimin. Namun di balik badannya yang kekar
dan kuat serta wataknya yang keras dan tegas, Umar menyimpan sifat lembut dan
perasa. Hatinya mudah tersentuh sampai
menangis terharu. Tak jarang para sahabat menyaksikan Umar menangis setelah
shalat karena teringat dosa-dosanya pada masa Jahiliyah.
- Proses pengangkatan dan gaya kepemimpinan Umar bin Khattab
Pada tahun 634 M, ketika pasukan muslim
sedang bergerak menaklukan Syam, Abu Bakar jatuh sakit. Ketika itulah, Abu
bakar berfikir untuk menunjuk satu orang penggantinya. Pilihannya jatuh kepada
Umar bin Khatab. Pandangannya yang jauh membuat Abu Bakar yakin bahwa Umarlah
pemimpin yang tepat untuk menggantikannya.
Namun demikian, sebelum menentukan orang
yang akan menjadi penggantinya, Abu Bakar meminta penilaian dari para sahabat
besar mengenai Umar. Ia bertanya kepada Abdurrahman bin Auf, Usman bin Affan,
Asid bin Hudhair al anshari, said bin Zaid, dan para sahabat lain dari kalangan
Muhajirin dan Anshar. Pada umumnya , para sahabat itu memuji dan menyanjung
Umar.
Setelah semua sepakat mengenai Umar,
Khalifah abu Bakar lantas memanggil Usman. Kepada Usman, Abu Bakar mendikte
sebuah teks perintah yang menunjuk Umar
sebagai penggantinya, sebagai berikut :
”Bismillahirrahmanirrahiim”. Ini adalah
pernyataan Abu Bakar, khalifah penerus kepemimpinan Muhammad Rasulullah Saw.,
saat mengakhiri kehidupannya di dunia dan saat memulai kehidupannya di akherat.
Dalam keadaan dipercayai oleh orang ka¿r dan ditakuti oleh orang durhaka, sesungguhnya
aku menganggkat Umar bin Khatab sebagai pemimpin kalian. Bahwasanya ia adalah
orang baik dan adil, sejauh pengetahuan dan pemnilaian diriku tentangnya.
Bilamana dia kemuaidan seorang pendurhaka dan zalim, sungguh aku tidak pernah
tahu akan hal yang bersifat gaib. Sungguh aku bermaksud baik dan segala sesuatu
bergantung pada apa yang dilakukan. Dan orang yang zalim kelak akan mengetahui
tempat mereka kembali”.
Maka demikiannlah, kaum muslimin pada
tahun 634 M (13 H) membaiat Umar sebagai khalifah. Setelah dibaiat, Umar naik
ke mimbar dan berpidato:
Kalau bukan karena harapanku untuk
menjadi yang terbaik di antara kamu, yang terkuat atas kamu, dan yang paling
sadar akan apa yang “Wahai manusia, aku telah ditetapkan berkuasa atas kamu.
Namun penting dalam menangani urusanmu, aku tidak akan menerima amanat
darimu. Cukuplah suka dan duka bagi Umar
menunggu perhitungan untuk memberikan pertanggung jawaban mengenai zakatmu,
bagaimana aku menariknya darimu dan bagaimana akau menyalurkannya dan caraku memerintah
kamu, bagaimana aku harus memerintah. Hanya Tuhanku yang menjadi penolongku,
karena Umar tidak akan dapat menyandarkan pada kekuasaan ataupun strategi yang
cerdas, kecuali jika Tuhan mempercepat rahmat, pertolongan dan dukungan kepada
orang yang didukungnya”.
III. Usman bin Affan
a. Biografi Usman bin Affan
Usman bin Affan enam tahun lebih muda dari pada
Nabi. Kabilahnya Bani Umayyah, merupakan kabilah Quraisy yang dihormati karena
kekayaannya. Kekayaan tersebut mereka peroleh dari usaha perdagangan. Keluarga
Usman juga kaya raya. Pada usia remaja, Usman sudah mulai menjalankan usaha
dagangnya ke berbagai negeri. Abu Bakar, salah satu sahabat nabi dan sebagai
teman dagang. Lewat Abu Bakar inilah Usman masuk Islam.
Akhirnya Usman menerima ajakan Rasulullah memeluk
Islam tanpa ragu. Tidak berapa lama, Usman menikah dengan Ruqayah, putri
Rasululah Saw.. Keimanannya tak pernah goyah bahkan ketika ia disiksa oleh
salah seorang pamannya dari Bani Umayyah untuk meninggalkan Islam dan kembali
ke pangkuan agama nenek moyang.
Selain sifatnya lemah lembut dan tutur katanya
halus, Usman seorang laki-laki pemalu. Suatu ketika, Rasulullah bersabda: “Hai
umatku yang paling malu adalah Usman bin Affan”. Karena kelembutannya banyak
orang mencintai Usman. Karena pemalu, Usman disegani dan dihormati banyak
orang.
Gambaran terkenal mengenai Usman adalah
kedermawanannya, sehingga orang akan mengatakan boros. Yang jelas, dia
selalu siap mendermawankan hartanya yang
melimpah sama sekali tidak menjadikan Usman kikir. Ia pernah menyumbangkan 300
ekor unta dan uang 1000 dinar ketika Nabi menyeru kaum muslimin untuk melakukan
ekspedisi ke Tabuk menghadapi tentara Byzantium.
Sejak masuk Islam , Usman tidak bisa dipisahkan dari
perjuangan menegakkan agama Islam. Karena mendapatkan permusuhan yang sengit
dari penduduk Mekkah, Rasulullah menyuruh kaum muslimin hijrah ke Habsyi.
Bersama istrinya, Usman melakukan hijrah ke Habsyi.
Di hadapan Rasulullah Usman mempunyai kedudukan
mulia. Nabi sangat mengagumi ketampanan Usman. Dan kemuliaan budi pekertinya.
Karena itulah setelah Ruqayah wafat, Nabi menikahkan Usman dengan Ummu Kulsum
salah satu putri Rasulullah. Pernikahannya dengan dua putri Nabi inilah yang
menjadikan Usman dijuluki Dzun Nurain yang artinya pemilik dua cahaya. Sayangnya
pernikahan dengan Umu Kulsum juga tidak terlalu lama karena Ummu kulsum
meninggal terlebih dahulu. Bagitu sayangnya Nabi kepada Usman maka Nabi pernah
berkata, “Seandainya aku punya putri yang lain lagi, pasti akan aku nikah-kan
juga dengan Usman”.
Kedudukan Usman yang begitu mulia di sisi Nabi
membuatnya sangat dihormati oleh kaum muslimin. Pada masa Abu Bakar dan Umar,
pendapat Usman senantiasa didengarkan dan diperhatikan. Tidaklah mengherankan
jika Umar bin Khatab menunjuknya sebagai salah satu anggota Dewan syura. Lewat
Dewan Syura itu pula Usman diangkat sebagai khalifah ketiga.
b. Proses Pengangkatan dan Gaya
Kepemimpinan Usman bin Affan
Pada hari rabu waktu Subuh, 4 Dzulhijjah 23 H,
khalifah Umar yang hendak mengimami shalat di masjid mengalami nasib naas.
Ditikam oleh seorang budak dari Persia milik Mughirah bin Syu’bah yang bernama
Abu Lu’lu’ah Fairuz. Setelah penikaman, Umar masih bertahan selama beberapa
hari . Dalam keadaan sakit, ia membentuk
sebuah dewan yang beranggotakan enam orang yaitu antara lain Abdurrahman bin
Auf , Zubair bin Awwan, Saad bin Abi Waqash, Thalhah bin Ubaidillah, Ali bin
Abu Thalib dan Usman bin Affan. Dewan inilah yang dikenal dengan sebutan Dewan
Syura. Keenam anggota Dewan Syura adalah para sahabat Nabi paling terkemuka yang
masih hidup hingga saat itu. Mereka semua harus bersidang untuk menentukan
siapa di antara mereka yang menggantikan kedudukan Umar sebagai khalifah.
Sepeninggalan Umar bin Khatab, Dewan Syura mulai
bersidang untuk me-nentukan pengganti Umar. Abdurrahman bin auf ditunjuk
sebagai ketua sidang. Sidang berjalan a lot sehingga selama tiga hari lamanya.
Pada hari terakhir, Ab-durrahman bin Auf, Zubair bin Awwan, Saad bin Abi Waqash
dan Thalhah bin Ubaidillah mengundurkan diri dari pencalonan. Maka calon khalifah
yang tersisa hanyalah Ali bin Abu Thalib dan Usman bin Affan sebagai khalifah.
Ketika dibaiat, usia Usman bin Affan hampir 70 tahun. Ia terpilih mengalahkan
Ali bin Abu Thalib sebagian karena pertimbangan usia.
Setelah dibaiat, Usman berkhutbah di depan kaum
muslimin : “Sesungguhnya kalian berada di tempat sementara, dan perjalanan
hidup kalian pun hanya untuk menghabiskan umur yang tersisa. Bergegaslah
sedapat mungkin kepada kebaikan sebelum ajal datang menjemput. Sungguh ajal
tidak pernah sungkan datang sembarangan waktu dan keadaan baik siang maupun
tidak pernah malam. Ingatlah sesungguhnya dunia penuh dengan tipu daya. Jangan
kalian terpedaya oleh kemilau dunia dan janganlah kalian sekali-kali melakukan
tipu daya kepada Allah. Sesungguhnya Allah tidak pernah lalai dan melalaikan
kalian”.
Sebelum menjadi khalifah, Usman adalah seorang
dermawan. Ketika menjadi khalifah, kedermawanan Usman tidak lantas berkurang.
Ia tetap menjadi dermawan seperti sebelum menjadi khalifah, bahkan menjadi
lebih dermawan. Dia menaikkan tunjangan untuk kaum muslimin demi kesejahteraan
mereka. Harta kekayaan berupa jizyah dan harta rampasan perang yang didapat
dari daerah taklukan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan kaum muslimin.
Selain dermawan, Usman juga seorang yang lemah
lembut. Meskipun demikian, khalifah Usman juga seorang yang teguh hati.
Misalnya, dia segera mengirimkan pasukan untuk mengamankan wilayah-wilayah yang
memberontak terhadap kekuasaan Islam.
Kelemahan Usman adalah terlalu mengutamakan
keluarganya dari bani Umayyah. Misalnya, ia mengangkat beberapa orang dari Bani
Umayyah menjadi gubernur di beberapa wilayah. Sifatnya yang lemah lembut dan
dermawan sering dimanfaatkan oleh anggota Bani Umayyah untuk mendapatkan
keuntungan. Ia kurang bisa bersikap tegas
terhadap keluarganya.
IV. Ali Bin Abi Thalib
a. Biografi Ali bin Abi Thalib
Ali bin Abu Thalib lahir pada hari Jum’at tanggal 13
Rajab di Kota Mekkah sekitar tahun 600 M. Ia lahir dari pasangan Abu Thalib bin
Abdull Muthalib dan Fatimah binti Asad. Ketika lahir ibunya memberi nama haidar
yang artinya singah. Namun sang ayah lebih suka menamainya Ali artinya tinggi
dan luhur. Abu Thalib adalah kakak Abdullah ayah Nabi Muhammad. Jadi Ali dan
Muhammad adalah saudara sepupu. Sejak kecil Ali hidup serumah dengan Muhammad
Saw., berada di bawah asuhannya. Nabi tentu saja ingat bahwa dia pernah diasuh
oleh pamannya, Abu Thalib. Ketika dalam
asuhan sepupunya inilah, Ali mendapat cahaya kebenaran yakni Islam. Tanpa ragu
sedikit pun ia memutuskan untuk menyatakan beriman kepada Allah dan RasulNya.
Keputusan ini dilakukan ketika Ali masih kecil, ketika umurnya baru 10 tahun.
Secara keseluruhan, ia adalah orang ketiga yang memeluk Islam dan yang pertama
dari golongan anak-anak.
Di bawah asuhan Rasulullah Saw., Ali tumbuh
berkembang. Segala kebaikan perilaku diajarkan oleh Nabi kepada sepupunya. Ali
tumbuh menjadi pemuda cerdas, pemberani, tegas, juga lembut hati dan sangat
pemurah. Kecerdasannya sangat menonjol. Ia merupakan sahabat Nabi yang paling
faham tentang Al-Qur’an dan Sunnah, karena merupakan salah satu sahabat
terdekat Nabi. Ia menerimalangsung pengajaran Al-Qur’an dan Sunnah dari
Rasulullah Saw.. Setelah hijrah ke Madinah, Ali bekerja sebagai petani, seperti
Abu Bakar dan Umar. Dua tahun setelah hijrah, Ali menikah dengan Fatimah az
Zahra, putri kesayangan Rasulullah Saw.. Dari pasangan inilah lahir dua cucu
Rasulullah Saw. Yang bernama Hasan dan Husain.
Dari Madinah, bersama Nabi dan kaum muslimin
lainnya berjuang bersama sama. Ali hampir tidak pernah absen di dalam mengikuti
peperangan bersama rasulullah, seperti perang Badar, Uhud, Khandak, Khaibar dan
pembebasan kota Mekkah.
Pada ekspedisi ke
Tabuk, Ali tidak ikut dalam barisan perang kaum muslimin atas perintah
Nabi. Ali diperintahkan tingal di Madinah menggantikannya mengurus keperluan
warga kota. Kaum munafik menebarkan fitnah dengan mengatakan bahwa Nabi memberi
tugas itu untuk membebaskan Ali dari kewajiban perang. Mendengar hal tersebut,
Ali merasa sedih, dengan pakaian perang lengkap, ia menyusul Rasulullah Saw. Dan meminta izin bergabung dengan
pasukan.
Namun Nabi Saw. Bersabda : “Mereka berdusta. Aku
memintamu tinggal untuk menjaga yang kutinggalkan. Maka kembalilah dan
lindungilah keluarga dan harta benrdaku. Tidakkah engkau bahagia, wahai Ali,
bahwa engkau di sisiku seperti Harun di sisi Musa. Ingatlah bahwa sesudahku
tidak ada Nabi.” Dengan patuh Ali kembali ke Madinah.
Sepeninggal Nabi Saw., Ali menjadi tempat para
sahabat meminta pendapat. Begitu terhormat posisi Ali di mata umat Islam.
Bahkan Abu Bakar, Umar dan Usman ketika menjabat sebagai khalifah tidak pernah
mengabaikan nasehat-nasehat Ali. Meskipun tegas dankeras dalam setiap
pertempuran, namun Ali memi-liki sifat penyayang yang luar biasa. Ali tak
pernah membunuh lawan yang sudah tidak berdaya. Bahkan ia pernah tak jadi
membunuh musuhnya dikarenakan sang musuh meludahinya, sehingga membuatnya
marah.
Dalam hidup keseharian, Ali hidup dengan bersahaja.
Meskipun miskin, Ali tetap gemar bersedekah. Ali tak segan-segan menyedekahkan
makanan yang yang semestinya untuk keluarganya. Bahkan, Ali dan keluarganya
tidak makan berhari-hari karena makanan milik mereka diberikan kepada
peminta-minta.
Melihat berbagai keutamaannya, tidaklah mengherankan
jika Khalifah Abu Bakar sering kali meminta pendapat Ali sebelum mengambil
tindakan. Sebena-rnya ia bahkan sempat berfikir untuk menunjuk Ali sebagai
khalifah pengganti-nya. Namun karena berbagai pertimbangan, maka Abu Bakar
membantalkan niatnya menunjuk Ali sebagai khalifah. Ketika Umar menjabat
khalifah, ia juga tak pernah mengabaikan saran-saran Ali. Umar bahkan
memasukkan Ali sebagai salah satu calon khalifah sesudahnya. Ketika khalifah
Usman memerintah, nasehat-nasehat Ali juga nenjadi bahan pertimbangan sebelum
keputusan ditetapkan.
b. Proses Pengangkatan dan Gaya
Kepemimpinan Ali bin Abu Thalib
Pada saat kaum pemberontak mengepung rumah Khalifah
Usman, Ali mengutus dua putra lelakinya yang bernama Hasan dan Husain untuk
ikut melindungi Khalifah Usman. Namun hal itu tak mampu mencegah bencana yang
menimpa Khalifah Usman dan juga kaum muslimin. Khalifah Usman terbunuh secara
keji pada tanggal 17 Juni 656 M.
Beberapa sahabat terkemuka seperti Zubair bin Awwam
dan Thalhah bin Ubaidillah, ingin membaiat Ali sebagai khalifah. Mereka
memandang bahwa dialah yang pantas dan
berhak menjadi seorang khalifah. Namun
Ali belum mengambil tindakan apa pun. Keadaan begitu kacau dan
mengkhawatirkan sehingga Ali pun ragu-ragu untuk membuat suatu keputusan dan
tindakan. Setelah terus menerus didesak, Ali akhirnya bersedia dibaiat menjadi
khalifah pada tanggal 24 Juni 656 M, bertempat di Masjid Nabawi. Hal ini
menyebabkan semakin banyak dukungan yang mengalir, sehingga semakin mantap saja
ia mengemban jabatan khalifah. Namun sayangnya, ternyata tidak seluruh kaum
muslimin membaiat Ali bin Abu Thalib sebagai khalifah. Selama masa kepemimpinannya,
khalifah Ali sibuk mengurusi mereka yang tidak mau membaiat dirinya tersebut.
Sama seperti pendahulunya yaitu Rasulullah, Abu Bakar dan Umar, Usman, khalifah
Ali juga hidup sederhana dan zuhud. Ia tidak senang dengan kemewahan hidup. Ia bahkan
menentang mereka yang hidup bermewah-mewahan.
Ali bin Abu Thalib adalah seorang perwira yang
tangkas, cerdas, tegas teguh pendirian dan pemberani. Tak ada yang meragukan
keperwiraannya. Berkat keperwiraannya tersebut Ali mendapatkan julukan
Asadullah, yang artinya singa Allah.
Karena ketegasannya, ia tidak segan-segan menggati pejabat gubernur yang tidak
becus mengurusi kepentingan umat Islam. Ia juga tidak segan-segan memerangi
mereka yang melakukan pemberontakan. Di antara peperangan itu adalah Perang
Jamal dan Perang Siffin. Berkat ketegasan dan keteangkasannya, perang Jamal
dapat dimenanginya. Namun dalam perang Siffin, Khalifah Ali tertipu oleh muslihat pihak Mu’awiyah. Ali hampir
memenangi, namun pihak Muawiyah meminta kepada Ali agar diadakan perjanjian
damai yang disebut perjanjian di Daumatul Jandal.
Ibrah
yang Dapat Diambil
Adapun
Ibrah/pelajaran yang dapat kalian ambil dari
sejarah perkembangan
Islam
masa Khulafaur Rasyidin adalah sebagai berikut:
1.
Abu Bakar adalah seorang figur pemimpin
yang memiliki jiwa bersih, jujur, dan sangat demokratis. Siap dikritik dan
diberi saran, peduli terhadap keselamatan dan kesejahteraan umat. Apabila sosok
pemimpin seperti Abu Bakar ada pada masa kini, pastilah kemakmuran dan keadilan
akan merata pada setiap lapisan masyarakat.
2.
Umar bin Khattab adalah seorang pemimpin yang pemberani terhadap yang benar,
tegas menghadapi kebatilan dan pandai berdiplomasi. Beliau telah merubah
anak-anak padang pasir yang liar menjadi bangsa pejuang yang gagah berani, tangguh,
disiplin tinggi serta mampu menghancurkan Persia dan Byzantium. Beliau juga
mampu membangun imperium yang cukup kuat dan luas meliputi Persia, Irak,
Kaldea, Syria, Palestina, dan Mesir. Apabila para pemimpin pada masa sekarang
mau meneladani kepribadian Umar bin Khattab, tentulah akan terwujud stabilitas
bangsa dan Negara yang ampuh.
3.
Usman bin Affan adalah seorang pemimpin yang berjuang meneruskan perjuangan
para Khalifah pendahulunya. Beliau mampu melakukan perluasan wilayah kekuasaan
yang patut dikenang. Beliau mampu membentuk Angkatan Laut Arab. Corak
kepemimpinan beliau yang patut dicontoh dan diterapkan yaitu sifat keterbukaan
dan demokratis.
4.
Ali bin Abi Thalib adalah seorang pemimpin yang ‘alim, gagah berani, tangkas,
dan pandai bermain pedang. Seluruh potensinya dipergunakan untuk mengatasi
perpecahan dan kekacauan dalam negeri. Beliau dilantik menjadi khalifah dalam
situasi dan kondisi yang kacau balau, akan tetapi ia mampu menjalankan roda
pemerintahan dengan baik. Perjuangan beliau senantiasa untuk keutuhan umat.
Apabila para pemimpin zaman sekarang mau meniru kepemimpinan Ali bin Abi
Thalib, pasti perpecahan dan kekacauan dapat diatasi dengan mudah.
referensinya kalo bisa disertakan ka, trimakasiiiih
BalasHapusterimakasih kembali, terimakasih masukannya.
Hapus