Seringkali
kita mengeluh betapa Allah tidak segera mengabulkan doa-doa kita. Hal ini ada
beberapa penyebabnya mengapa Allah tidak mengabulkan doa kita. Dan semua sebab
mengandung hikmah yang bermanfaat bagi kita.
Pertama, jika hamba menginginkan pengabulan dengan segera
dan dia menganggap lambat pemenuhannya, lalu dia merasa letih, jemu dan
akhirnya tidak mau berdoa lagi. Orang ini seperti menabur benih atau menanam
tanaman, dia menyiangi dan menyiraminya, dan ketika dia merasa pertumbuhannya
terlalu lama dan lambat, maka dia meninggalkan tanaman itu dan tidak lagi
mempedulikannya.
Rasulullah
Saw. bersabda, “Dikabulkan (doa) bagi seseorang di antara kalian selagi dia
tidak terburu-buru, seraya berkata, ‘Aku sudah memanjatkan doa namun belum jua
dikabulkan bagiku’.” (HR. Bukhari).
Di
antara cara berdoa yang paling baik ialah terus-menerus dalam memanjatkan doa.
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang terus-menerus dalam berdoa.”
(HR. al-Auza’y).
Kedua, memang doa merupakan obat yang bermanfaat untuk
mengenyahkan penyakit dan musibah. Tetapi kelalaian hati dari mengingat Allah
menggugurkan kekuatannya. Begitu pula memakan sesuatu yang haram, yang dapat
menggugurkan kekuatan hati dan melemahkannya.
Rasulullah
Saw. bersabda, “Hai manusia, sesungguhnya Allah itu baik, tidak menerima
kecuali yang baik-baik, dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang mukmin
seperti yang diperintahkan kepada para Rasul, lalu berfirman, ‘Hai
Rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amal yang
shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan’. (QS.
al-Mu’minun: 51).
Allah
juga berfirman, “Hai orang-orang beriman, makanlah di antara rezeki yang
baik-baik yang Kami berikan kepada kalian.” (QS. al-Baqarah: 172).
Kemudian
beliau menyebutkan seseorang yang mengadakan perjalanan jauh, lusuh dan
berdebu, yang menengadahkan tangan ke langit seraya berkata, “Ya Rabbi, Ya
Rabbi”, sementara makanannya haram, pakaiannya haram, mencari makan dengan cara
yang haram, mana mungkin doanya itu dikabulkan?” (HR. Muslim).
Oleh
karena itu, mari kita perhatikan tingkah laku kita, apakah sudah sesuai dengan
apa yang diperintahkan-Nya atau belum. Jika masih ada kekurangan, segera
perbaiki diri. Abu Dzar Ra. berkata, “Doa itu dicukupi dengan kebajikan,
sebagaimana makanan yang dicukupi dengan garam.”
Ketiga, tidak yakin dengan pengabulan doa. Doa
diibaratkan senjata, senjata karena sabetannya dan bukan karena ketajamannya
belaka. Jika suatu senjata benar-benar sempurna tanpa ada cacatnya, lengan yang
memegangnya lengan yang kuat dan penghalangnya tidak ada, maka senjata itu
tentu efektif untuk mengalahkan musuh. Jika salah satu di antara tiga faktor
itu tidak terpenuhi, pengaruhnya akan menyusut dan pengaruhnya tidak akan
tampak.
Kedahsyatan
doa adalah buah dari kekuatan keyakinan (akidah). Barangsiapa yang akidahnya
baik, niscaya pengabulan doa akan tampak dihadapannya.
Selagi
kekuatan akidah sampai ke dalam hati, maka ia akan memenuhinya dengan cahaya
dan kemuliaan, membersihkannya dari keragu-raguan dan kemarahan, kekhawatiran
dan kesedihan, mengisinya dengan cinta kepada Allah, rasa takut, ridha, syukur,
tawakal dan penyandaran kepada-Nya. Abu Bakar bin Thahir berkata, “Ilmu masih
dimungkinkan untuk diragukan. Sedangkan di dalam yaqin tidak ada
keraguan sama sekali.”
Mari
kita cermati ayat berikut ini: “Dan Kami jadikan di antara mereka itu
pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka
sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (QS. as-Sajdah: 24).
Dari
ayat ini dapat kita lihat, bahwa hanya orang-orang yang memiliki kekuatan
akidahlah yang mampu meraih tampuk kepemimpinan.
Keempat, bisa saja pengabulan doa ditunda demi suatu
maslahat, sementara jika doa segera dikabulkan akan menimbulkan bahaya.
Barangkali dengan tercapainya apa yang kita inginkan akan bertambah pula
dosa-dosa kita. Atau, bisa jadi hal itu akan mengurangi derajat amal kita dalam
kebaikan, maka tidak langsung dikabulkannya doa-doa kita saat itu akan
berakibat baik bagi kita.
Kelima, mungkin saja apa yang tidak kita capai itu
merupakan rahmat agar kita tetap dekat dengan pintu-Nya. Di sisi lain,
keberhasilan kita dikhawatirkan akan menjauhkan kita dari pintu harapan
kepada-Nya, dengan dalil bahwa andaikata kita tak tertimpa suatu musibah,
mungkin kita tidak terlalu dekat dengan-Nya.
Allah
Mahatahu apa yang harus dilakukan-Nya terhadap para hamba. Tidak jarang, ketika
seorang hamba mendapat nikmat, ia sangat disibukkan dengan nikmat itu. Oleh
sebab itu, ditengah-tengah nikmat itu datanglah cobaan yang membuatnya lari
menuju pintu-Nya dan memohon pertolongan kepada-Nya. itulah sebuah nikmat yang
dibungkus dengan bala dan cobaan. Cobaan yang sesungguhnya ialah cobaan yang
mengingatkan kita untuk kembali kepada Allah ketika kita terlalu sibuk dengan
apa yang kita alami. Di situlah kita akan mendapat keindahan yang tiada
terkira.
Allah
Maharaja yang memiliki kekuasaan dan wewenang untuk memberi ataupun tak
memberi. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi kita untuk menentang kuasa-Nya.
Hikmah-hikmah-Nya
telah tergambar dengan jelas lewat dalil-dalil yang absah. Mungkin kita menilai
sesuatu baik untuk kita, namun dibalik itu ada hikmah yang tidak kita ketahui.
Ibarat seorang dokter, yang memberikan resep yang tidak kita ketahui hikmahnya,
karena secara lahiriah obat adalah pahit. Hal itu bisa kita bandingkan dengan
hikmah Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar