A. Latar Belakang
Pendiri kerajaan ini adalah
bangsa Turki dari Kabilah Oghuz / Ughuj yang mendiami daerah Mongol dan daerah
Utara Negeri Cina. Pada Abad ke-13 M, saat Chengis Khan mengusir orang-orang
Turki dari Khurasan dan sekitarnya. Kakenya Usman, yang bernama Sulaiman
bersama pengikutnya bermukim di Asia kecil. Dari perjalanan tersebut Sulaiman,
ia tenggelam ketika menyemberangi sungai Efrat (dekat Allepo). Sulaiman
mempunyai empat saudara yang bernama, Shunkur, Gundogdur, al-Thugril, dan
Dundar. Dua puteranya kembali ke tanah air mereka. Sementara yang kedua
terakhir bermukim di Asia kecil. Di sana mereka di bawah pimpinan Sultan
Alauddin di Kunia. Saat Mongol menyerang sultan Alauddin di Anggara (kini
Angkara), al-Thugril membantu mengusir Mongol, sehingga berkat jasanya itu,
Alauddin memberikan daerah Iski Shahr dan sekitarnya. Al-Thugril, mendirikan
ibukota bernama Sungut, di sana lahir anak pertama bernama Usman pad 1258 M.
Al-Thugril meninggal pada 1288 M. dan ia mendeklarasikan dirinya sebagai
Sultan, maka sejak itulah berdiri Dinasti Turki Usman.
B. Silsilah Keturunan /
Kekuasaan
Sultan Alauddin meninggal
pada 1300 M / 699 H, maka Usman mengumumkan diri sebagai Sultan yang berdaulat
penuh. Namun tidak langung diakui oleh banyak orang. Pada masa Usman hanya
memiliki wilayah yang sangat kecil, ia meninggal pada 1326 M. kemudian
puteranya naik tahta yang bernama Orkhan (Urkhun) pada usia 42 tahun. Pada
masanya ia membentuk tiga pasukan utama, tentara Siphai (tentara reguler),
tentara Hazeb (tentara ireguler), tentara Jenisari (pasukan direkrut pada usia
dua belas tahun).
Selanjutnya kekuasaan
beralih kepada puteranya Murad I, yang telah berhasil menaklukan, Adrianopol,
Masedonia, Bulgaria, Serbia, Kosovo dan Asia kecil. Murad I bergelar Alexander
abad pertengahan. Murad digantikan oleh puteranya Bayazid I, yang bergelar
Ildrim (kilat), terjadi pertempuran dengan tentara Mongol yang dipimpin oleh
Timur Lenk, sehingga Bayazid I bersama puteranya Musa tertawan dan wafat dalam
tawanan tahun 1403 M. Pada masa ini Turki Usmani mulai mengalami kemunduran.
Kemudian dilanjutkan oleh Muhammad, ia berhasil memulihkan kondisi menjadi
stabil sehingga para sejarawan mensejajarkan dia dengan Umar II dari Dinasti
Umayyah.
Setelah ia meninggal
digantikan oleh Murad II (1421-1451 M),, ia mengembalikan cintra Murad I, yaitu
dengan merebut kembali daerah-daerah Eropa (Kosovo). Ia banyak mendirikan
Masjid dan Sekolah. Penggatinya adalah Muhammad II (1451-1484M), dengan gelar
Al-Fatih, ia telah berhasila menaklukkan kota Konstantinopel pada 25 Mei 1453.
Dan juga ia menaklukkan Venish, Italy, Rhodos, dan Cremia yang terkenal denan
Konstantinopel II. ia menerapkan UU islam dalam qanun namah. Setelaha abad
ke-16 M atauran ini dilonggarkan. Al-fatih meninggal, digantikan anaknya
Bayazid II, kemudian digantikan oleh anaknya Salim I, ia sangat kejam, dalam
sejarah Eropa dikenal sebagai Salim the Grim. Ia menaklukkan Asia Kecil,
Persia, Kaldiran, dan Mesir. Dan juga berhasil menaklukkan Sultan Mamluk (1517
M). ia memindahkan Khalifah boneka Bani Abbas ke Konstantinopel yang bernama
Ahmad dan mengambil gelar secara sakral yang kemudian digunakan oleh sultan
Turki, Salim I, sehingga kota tersebut berubah menjadi Istambul.
Selanjutnya digantikan oleh
Sulaiman Agung (1520-1566), mendapat julukan Sulaiman al-Qanuni, pada masanya
disusun sebuah kitab undang-undang (qanun), Kitab tersebut diberi nama Multaqa
al-Abhur dan berhasil membawa kejayaan islam, dan ia pula berhasil
menterjemahkan Al-Qur’an dalam bahasa Turki. Sulaiman jug berhasil menundukkan
Irak, Belgrado, Pulau Rodhes, Tunis, Budapest, dan Yaman. Dengan demikian, luas
wilayah Turki Usmani pada masanya mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak, Siria,
Hejaz, dan Yaman di Asia; Mesir, Libia, Tunis, dan Aljazair di Afrika;
Bulgaria,Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Rumania di Eropa.
Sulaiman al-Qanuni diganti oleh Salim II (1566-1573 M), Di masa pemerintahannya terjadi pertempuran antara armada laut Kerajaan Usmani dengan armada laut Kristen yang terdiri dari angkatan laut Spanyol, angkatan laut Bundukia, angkatan laut Sri Paus, dan sebagian kapal para pendeta Malta yang dipimpin Don Juan dari Spanyol. Pertempuran itu terjadi di Selat Liponto (Yunani). Dalam pertempuran ini Turki Usmani mengalami kekalahan yang mengakibatkan Tunisia dapat direbut oleh musuh.
Sulaiman al-Qanuni diganti oleh Salim II (1566-1573 M), Di masa pemerintahannya terjadi pertempuran antara armada laut Kerajaan Usmani dengan armada laut Kristen yang terdiri dari angkatan laut Spanyol, angkatan laut Bundukia, angkatan laut Sri Paus, dan sebagian kapal para pendeta Malta yang dipimpin Don Juan dari Spanyol. Pertempuran itu terjadi di Selat Liponto (Yunani). Dalam pertempuran ini Turki Usmani mengalami kekalahan yang mengakibatkan Tunisia dapat direbut oleh musuh.
Selanjunya digantikan oleh
Sultan Murad III (1574-1595 M) berkepribadian jelek dan suka memperturutkan
hawa nafsunya, namun Kerajaan Usmani pada masanya berhasil menyerbu Kaukasus
dan menguasai Tiflis di Laut Hitam (1577 M), merampas kembali Tabnz, ibu kota
Safawi, menundukkan Georgia, mencampuri urusan dalam negeri Polandia, dan
mengalahkan gubernur Bosnia pada tahun 1593 M. Namun kehidupan moral Sultan
yang jelek menyebabkan timbulnya kekacauan dalam negeri.
Kekacauan ini makin
menjadi-jadi dengan tampilnya Sultan Muhammad III (1595-1603M), pengganti Murad
III, yang membunuh semua saudara laki-lakinya berjumlah 19 orang dan
menenggelamkan janda-janda ayahnya sejumlah 10 orang demi kepentingan pribadi.
Dalam situasi yang kurang baik itu, Austria berhasil memukul Kerajaan Usmani.
Sultan Ahmad I (1603-1617
M), pengganti Muhammad III, sempat bangkit untuk memperbaiki situasi dalam
negeri, tetapi kejayaan Kerajaan Usmani di mata bangsa-bangsa Eropa sudah mulai
memudar. Sesudah Sultan Ahmad I ( 1603-1617 M), situasi semakin memburuk dengan
naiknya Mustafa I (masa pemerintahannya yang pertama (1617-1618 M) dan kedua,
(1622-1623 M). Karena gejolak politik dalam negeri tidak bisa diatasinya,
Syaikh al-Islam mengeluarkan fatwa agar ia turun dari tahta dan diganti oleh
Usman II (1618-1622 M). Namun yang tersebut terakhir ini juga tidak mampu
memperbaiki keadaan. Dalam situasi demikian bangsa Persia bangkit mengadakan
perlawanan merebut wilayahnya kembali. Kerajaan Usmani sendiri tidak mampu
berbuat banyak dan terpaksa melepaskan wilayah Persia tersebut.
Langkah-langkah perbaikan
kerajaan mulai diusahakan oleh Sultan Murad IV (1623 – 1640 M). Pertama-tama ia
mencoba menyusun dan menertibkan pemerintahan. Pasukan Jenissari’ yang pernah
menumbangkan Usman II dapat dikuasainya. Akan tetapi, masa pemerintahannya
berakhir sebelum ia berhasil menjernihkan situasi negara secara keseluruhan.
Situasi politik yang sudah mulai membaik itu kembali merosot pada masa
pemerintahan Ibrahim I (1640-1648 M), karena ia termasuk orang yang lemah. Pada
masanya ini orang-orang Venetia melakukan peperangan laut melawan dan berhasil
mengusir orang-orang Turki Usmani dari Cyprus dan Creta tahun 1645 M. Kekalahan
itu membawa Muhammad Koprulu (berasal dari Kopru dekat Amasia di Asia Kecil) ke
kedudukan sebagai wazir atau shadr al-a’zham (perdana menteri) yang diberi
kekuasaan absolut. Ia berhasil mengembalikan peraturan dan mengkonsolidasikan
stabilitas keuangan negara. Setelah Koprulu meninggal (1661 M), jabatannya dipegang
oleh anaknya, Ibrahim.
Ibrahim menyangka bahwa
kekuatan militernya sudah pulih sama sekali. Karena itu, ia menyerbu Hongaria
dan mengancam Vienna. Namun, perhitungan Ibrahim meleset, ia kalah dalam
pertempuran itu secara berturut-turut. Pada masa-masa selanjutnya wilayah Turki
Usmani yang luas itu sedikit demi sedikit terlepas dari kekuasaannya, direbut
oleh negara-negara Eropa yang baru mulai bangun. Pada tahun 1699M terjadi
“Perjanjian Karlowith” yang memaksa Sultan untuk menyerahkan seluruh Hongaria,
sebagian besar Slovenia dan Croasia kepada Hapsburg; dan Hemenietz, Padolia,
Ukraina, Morea, dan sebagian Dalmatia kepada orang-orang Venetia.
Pada tahun 1770 M, tentara
Rusia mengalahkan armada Kerajaan Usmani di sepanjang pantai Asia Kecil. Akan
tetapi, tentara Rusia ini dapat dikalahkan kembali oleh Sultan Mustafa III
(1757-1774 M) yang segera dapat mengkonsolidasi kekuatannya.
Sultan Mustafa III diganti
oleh saudaranya, Sultan Abd al-Hamid (1774-1789 M), seorang yang lemah. Tidak
lama setelah naik tahta, di Kutchuk Kinarja ia mengadakan perjanjian yang
dinamakan “Perjanjian Kinarja” dengan Catherine II dari Rusia. Isi perjanjian
itu antara lain:
1.
Kerajaan Usmani harus menyerahkan benteng-benteng yang berada di
Laut Hitam kepada Rusia dan memberi izin kepada armada Rusia untuk melintasi
selat yang menghubungkan Laut Hitam dengan LautPutih, dan
2.
Kerajaan Usmani mengakui kemerdekaan Kirman (Crimea).
Demikianlah proses
kemunduran yang terjadi di Kerajaan Usmani selama dua abad lebih setelah
ditinggal Sultan Sulaiman al-Qanuni. Satu persatu negeri-negeri di Eropa yang
pernah dikuasai kerajaan ini memerdekakan diri. Bukan hanya negeri-negeri di
Eropa yang memang sedang mengalami kemajuan yang memberontak terhadap kekuasaan
Kerajaan Usmani, tetapi juga beberapa daerah di Timur Tengah mencoba bangkit
memberontak.
Di Mesir,
kelemahan-kelemanan Kerajaan Usmani membuat Mamalik bangkit kembali. Di bawah
kepemimpinan Ali Bey, pada tahun 1770 M, Mamalik kembali berkuasa di Mesir,
sampai datangnyaNapoleon Bonaparte dari Perancis tahun 1798 M.
Di Libanon dan Syria,
Fakhral-Din, seorang pemimpin Dntze, berhasil menguasai Palestina, dan pada
tahun 1610 M merampas Ba’albak dan mengancam Damaskus. Fakhr al-Din baru
menyerah tahun 1635 M. Di Persia, Kerajaan Safawi ketika masih jaya beberapa
kali mengadakan perlawanan terhadap Kerajaan Usmani dan beberapa kali pula ia
keluar sebagai pemenang.
Sementara itu, di Arabia
bangkit kekuatan baru, yaitu aliansi antara pemimpin agama Muhammad ibn Abd
al-Wahhab yang dikenal dengan gerakan Wahhabiyah dengan penguasa lokal Ibn
Sa’ud. Mereka berhasil menguasai beberapa daerah di jazirah Arab dan sekitarnya
di awal paroh kedua abad ke-18 M. Pemberontakan-pemberontakan yang terjadi di
Kerajaan Usmani ketika sedang mengalami kemunduran. Gerakan-gerakan seperti itu
terus berlanjut hingga abad ke-19 dan ke-20 M. Berikut silsilah raja-raja yang
berkuasa:
• Osman I (1281-1326; bey)
• Orhan I (1326-1359; bey)
• Murad I (1359-1389; sultan sejak 1383)
• Beyazid I (1389-1402)
• Interregnum (1402-1413)
• Mehmed I (1413-1421)
• Murad II (1421-1444) (1445-1451)
• Mehmed II (sang Penguasa) (1444-1445) (1451-1481)
• Beyazid II (1481-1512)
• Selim I (1512-1520)
• Suleiman I (yang Agung) (1520-1566)
• Selim II (1566-1574)
• Murad III (1574-1595)
• Mehmed III (1595-1603)
• Ahmed I (1603-1617)
• Mustafa I (1617-1618)
• Osman II (1618-1622)
• Mustafa I (1622-1623)
• Murad IV (1623-1640)
• Ibrahim I (1640-1648)
• Mehmed IV (1648-1687)
• Suleiman II (1687-1691)
• Ahmed II (1691-1695)
• Mustafa II (1695-1703)
• Ahmed III (1703-1730)
• Mahmud I (1730-1754)
• Osman III (1754-1757)
• Mustafa III (1757-1774)
• Abd-ul-Hamid I (1774-1789)
• Selim III (1789-1807)
• Mustafa IV (1807-1808)
• Mahmud II (1808-1839)
• Abd-ul-Mejid I (1839-1861)
• Abd-ul-Aziz (1861-1876)
• Murad V (1876)
• Abd-ul-Hamid II (1876-1909)
• Mehmed V (Reşad) (1909-1918)
• Mehmed VI (Vahideddin) (1918-1922)
• Abd-ul-Mejid II, (1922-1924; hanya sebagai Kalifah)
• Orhan I (1326-1359; bey)
• Murad I (1359-1389; sultan sejak 1383)
• Beyazid I (1389-1402)
• Interregnum (1402-1413)
• Mehmed I (1413-1421)
• Murad II (1421-1444) (1445-1451)
• Mehmed II (sang Penguasa) (1444-1445) (1451-1481)
• Beyazid II (1481-1512)
• Selim I (1512-1520)
• Suleiman I (yang Agung) (1520-1566)
• Selim II (1566-1574)
• Murad III (1574-1595)
• Mehmed III (1595-1603)
• Ahmed I (1603-1617)
• Mustafa I (1617-1618)
• Osman II (1618-1622)
• Mustafa I (1622-1623)
• Murad IV (1623-1640)
• Ibrahim I (1640-1648)
• Mehmed IV (1648-1687)
• Suleiman II (1687-1691)
• Ahmed II (1691-1695)
• Mustafa II (1695-1703)
• Ahmed III (1703-1730)
• Mahmud I (1730-1754)
• Osman III (1754-1757)
• Mustafa III (1757-1774)
• Abd-ul-Hamid I (1774-1789)
• Selim III (1789-1807)
• Mustafa IV (1807-1808)
• Mahmud II (1808-1839)
• Abd-ul-Mejid I (1839-1861)
• Abd-ul-Aziz (1861-1876)
• Murad V (1876)
• Abd-ul-Hamid II (1876-1909)
• Mehmed V (Reşad) (1909-1918)
• Mehmed VI (Vahideddin) (1918-1922)
• Abd-ul-Mejid II, (1922-1924; hanya sebagai Kalifah)
C. Kemajuan / Kejayaan Masa
Turki Usmani
Selama kejayaan dinasti ini ada beberapa yang telah berhasil namun
diperiode selanjutnya daerah-daerah yang telah dikuasi kembali direbut oleh
pihak yang ingin menguasai Turki Usmani, adapun keberhasilan pada masa Sultan
Sulaiman I disusun sebuah kitab undang-undang (qanun). Kitab tersebut diberi
nama Multaqa al-Abhur, yang menjadi pegangan hukum bagi kerajaan Turki Usmani
sampai datangnya reformasi pada abad ke-19. Karena jasa Sultan Sulaiman I yang
amat berharga ini, di ujung namanya ditambah gelar al-Qanuni. Pada masa
Sulaiman kota-kota besar dan kota-kota lainnya banyak dibangun nmesjid,
sekolah, rumah sakit, gedung, makam, jembatan, saluran air, villa, dan
pemandian umum. Disebutkan bahwa buah dari bangunan itu dibangun di bawah
koordinator Sinan, seorang arsitek asal Anatolia.
Sebagai bangsa yang berdarah militer, Turki Usmani lebih banyak
memfokuskan kegiatan mereka dalam bidang kemiliteran, sementara dalam bidang
ilmu pengetahuan, mereka kelihatan tidak begitu menonjol.
Bangsa Turki juga banyak berkiprah dalam pengembangan seni arsitektur
Islam berupa bangunan-bangunan mesjid yang indah, seperti Masjid Al-Muhammadi
atau Mesjid Jami’ Sultan Muhammad Al-fatih, Mesjid Agung Sulaiman dan Mesjid
Abi Ayyub al-Anshari.Mesjid-mesjid tersebut dihiasi pula dengan kaligrafi yang
indah. Salah satu mesjid yang terkenal dengan keindahan kaligrafinya adalah
mesjid yang asalnya gereja Aya Sopia. Hiasan kaligrafi itu, dijadikan penutup
gambar-gambar Kristiani yang ada sebelumnya.
Pada masa Turki Usmani tarekat mengalami kemajuan. Tarekat yang
paling berkembang ialah tarekat Bektasyi dan Tarekat Maulawi. Kedua tarekat ini
banyak dianut oleh kalangan sipil dan militer. Di pihak lain, kajian-kajian
ilmu keagamaan, Asy’ariyah mendapatkan tempatnya. Selain itu para ulama banyak
menulis buku dalam bentuk syarah (penjelasan) dan hasyiyah (semacam catatan)
terhadap karya¬karya masa klasik.
D. Faktor Runtuhnya Turki
Usmani
Ada 2 faktor yang membuat khilafah Turki Utsmani mundur:
1. Intern
·
Buruknya pemahaman Islam. Lemahnya pemahaman Islam membuat
reformasi gagal. Sebab saat itu khilafah tak bisa membedakan IPTEK dengan
peradaban dan pemikiran. Ini membuat munculnya struktur baru dalam negara,
yakni perdana menteri, yang tak dikenal sejarah Islam kecuali setelah
terpengaruh demokrasi Barat yang mulai merasuk ke tubuh khilafah. Saat itu,
penguasa dan syaikhul Islam mulai terbuka terhadap demokrasi lewat fatwa
syaikhul Islam yang kontroversi. Malah, setelah terbentuk Dewan Tanzimat (1839
M) semakin kokohlah pemikiran Barat, setelah disusunnya beberapa UU, seperti UU
Acara Pidana (1840), dan UU Dagang (1850), tambah rumusan Konstitusi 1876 oleh
Gerakan Turki Muda, yang berusaha membatasi fungsi dan kewenangan kholifah.
·
Salah menerapkan Islam. Dengan diambilnya UU oleh Suleiman II,
seharusnya penyimpangan dalam pengangkatan kholifah bisa dihindari, tapi ini
tak tersentuh UU. Dampaknya, setelah berakhirnya kekuasaan Suleimanul Qonun,
yang jadi khalifah malah orang lemah, seperti Sultan Mustafa I (1617), Osman II
(1617-1621), Murad IV (1622-1640), Ibrohim bin Ahmed (1639-1648), Mehmed IV
(1648-1687), Suleiman II (1687-1690), Ahmed II (1690-1694), Mustafa II
(1694-1703), Ahmed III (1703-1730), Mahmud I (1730-1754), Osman III
(1754-1787), Mustafa III (1757-1773), dan Abdul Hamid I (1773-1788). Inilah
yang membuat militer, Yennisari-yang dibentuk Sultan Ourkhan-saat itu
memberontak (1525, 1632, 1727, dan 1826), sehingga mereka dibubarkan (1785).
Selain itu, majemuknya rakyat dari segi agama, etnik dan mazhab perlu penguasa
berintelektual kuat. Sehingga, para pemimpin lemah ini memicu pemberontakan
kaum Druz yang dipimpin Fakhruddin bin al-Ma'ni.
Dengan tak dijalankannya politik luar negeri yang Islami-dakwah
dan jihad-pemahaman jihad sebagai cara mengemban ideologi Islam ke luar negeri
hilang dari benak muslimin dan kholifah. Ini terlihat saat Sultan Abdul Hamid
I/Sultan Abdul Hamid Khan meminta Syekh al-Azhar membaca Shohihul Bukhori di
al-Azhar agar Allah SWT memenangkannya atas Rusia (1788). Sultanpun meminta
Gubernur Mesir saat itu agar memilih 10 ulama dari seluruh mazhab membaca kitab
itu tiap hari Menghadapi kemerosotan itu, khilafah telah melakukan reformasi
(abad ke-17, dst).
2.
Eksten
·
Penjajahan Barat membawa semangat gold, glory, dan gospel
Sejak jatuhnya Konstantinopel di abad 15, Eropa-Kristen melihatnya sebagai awal Masalah Ketimuran, sampai abad 16 saat penaklukan Balkan, seperti Bosnia, Albania, Yunani dan kepulauan Ionia. Ini membuat Paus Paulus V (1566-1572) menyatukan Eropa yang dilanda perang antar agama-sesama Kristen, yakni Protestan dan Katolik. Konflik ini berakhir setelah adanya Konferensi Westafalia (1667). Saat itu, penaklukan khilafah terhenti. Memang setelah kalahnya khilafah atas Eropa dalam perang Lepanto (1571), khilafah hanya mempertahankan wilayahnya. Ini dimanfaatkan Austria dan Venezia untuk memukul khilafah. Pada Perjanjian Carlowitz (1699), wilayah Hongaria, Slovenia, Kroasia, Hemenietz, Padolia, Ukraina, Morea, dan sebagian Dalmatia lepas; masing-masing ke tangan Venezia dan Habsburg. Malah khilafah harus kehilangan wilayahnya di Eropa pada Perang Krim (abad ke-19), dan tambah tragis setelah Perjanjian San Stefano (1878) dan Berlin (1887).
Sejak jatuhnya Konstantinopel di abad 15, Eropa-Kristen melihatnya sebagai awal Masalah Ketimuran, sampai abad 16 saat penaklukan Balkan, seperti Bosnia, Albania, Yunani dan kepulauan Ionia. Ini membuat Paus Paulus V (1566-1572) menyatukan Eropa yang dilanda perang antar agama-sesama Kristen, yakni Protestan dan Katolik. Konflik ini berakhir setelah adanya Konferensi Westafalia (1667). Saat itu, penaklukan khilafah terhenti. Memang setelah kalahnya khilafah atas Eropa dalam perang Lepanto (1571), khilafah hanya mempertahankan wilayahnya. Ini dimanfaatkan Austria dan Venezia untuk memukul khilafah. Pada Perjanjian Carlowitz (1699), wilayah Hongaria, Slovenia, Kroasia, Hemenietz, Padolia, Ukraina, Morea, dan sebagian Dalmatia lepas; masing-masing ke tangan Venezia dan Habsburg. Malah khilafah harus kehilangan wilayahnya di Eropa pada Perang Krim (abad ke-19), dan tambah tragis setelah Perjanjian San Stefano (1878) dan Berlin (1887).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar