A. Perkembangan Kerajaan Safawi
di Persia
Pada waktu kerajaan Turki
Usmani sudah mencapai puncak kejayaannya, kerajaan Safawi di Persia masih baru
berdiri. Namun pada kenyataannya, kerajaan ini berkembang dengan cepat. Nama
Safawi ini terus di pertahankan sampai tarekat Safawiyah menjadi suatu gerakan
politik dan menjadi sebuah kerajaan yang disebut kerajaan Safawi. Dalam
perkembangannya, kerajaan Safawi sering berselisih dengan kerajaan Turki Usmani
(Yatim, 1998:138).
Kerajaan Safawi mempunyai
perbedaan dari dua kerajaan besar Islam lainnya seperti kerajaan Turki Usmani
dan Mughal. Kerajaan ini menyatakan sebagai penganut Syi'ah dan dijadikan
sebagai madzhab negara. Oleh karena itu, kerajaan Safawi dianggap sebagai
peletak dasar pertama terbentuknya negara Iran dewasa ini .
Kerajaan Safawi berasal dari
sebuah gerakan tarekat yang berdiri di daerah Ardabil kota Azerbaijan (Holt
dkk, 1970:394). Tarekat ini bernama Safawiyah sesuai dengan nama pendirinya
Safi Al-Din, salah satu keturunan Imam Syi'ah yang keenam “Musa al-Kazim”. Pada
awalnya tarekat ini bertujuan memerangi orang-orang yang ingkar dan pada
akhirnya memerangi orang-orang ahli bid'ah (Hamka, 1981:79). Tarekat ini
menjadi semakin penting setelah ia mengubah bentuk tarekat itu dari pengajian
tasawuf murni yang bersifat local menjadi gerakan keagamaan yang besar
pengaruhnya di Persia, Syiria dan Anatolia.Dalam perkembangannya Bangsa Safawi
(tarekat Safawiyah) sangat fanatik terhadap ajaran-ajarannya. Hal ini ditandai
dengan kuatnya keinginan mereka untuk berkuasa karena dengan berkuasa mereka
dapat menjalankan ajaran agama yang telah mereka yakini (ajaran Syi'ah). Karena
itu, lama kelamaan murid-murid tarekat Safawiyah menjadi tentara yang teratur,
fanatik dalam kepercayaan dan menentang setiap orang yang bermazhab selain
Syiah.
Bermula dari prajurit
akhirnya mereka memasuki Dunia perpolitikan pada masa kepemimpinan Juneid (1447-1460
M). Dinasti Safawi memperluas geraknya dengan menumbuhkan kegiatan politik di
dalam kegiatan-kegiatan keagamaan. Perluasan kegiatan ini menimbulkan konflik
dengan penguasa Kara Koyunlu (domba hitam), salah satu suku bangsa Turki, yang
akhirnya menyebabkan kelompok Juneid kalah dan diasingkan kesuatu tempat. Di
tempat baru ini ia mendapat perlindungan dari penguasa Diyar Bakr, AKKoyunlu,
juga suku bangsa Turki. Ia tinggal di istana Uzun Hasan, yang ketika itu
menguasai sebagian besar Persia (Holt, 1970:396).
Tahun 1459 M, Juneid mencoba
merebut Ardabil tapi gagal. Pada tahun 1460 M, ia mencoba merebut Sircassia
tetapi pasukan yang dipimpinnya dihadang oleh tentara Sirwan dan ia terbunuh
dalam pertempuran tersebut (Brockelman, 1974:494). Penggantinya diserahkan
kepada anaknya Haidar secara resmi pada tahun 1470 M, lalu Haidar kawin dengan
seorang cucu Uzun Hasan dan lahirlah Isma'il yang kemudian hari menjadi pendiri
kerajaan Safawi di Persia dan mengatakan bahwa Syi'ahlah yang resmi dijadikan
mazdhab kerajaan ini. Kerajaan inilah yang dianggap sebagai peletak batu
pertama negara Iran (Yatim, 2003:139-140).
Gerakan Militer Safawi yang
dipimpin oleh Haidar di pandang sebagai rival politik oleh AK Koyunlu setelah
ia menang dari Kara Koyunlu (1476 M). Karena itu, ketika Safawi menyerang
wilayah Sircassia dan pasukan Sirwan, AK Koyunlu mengirimkan bantuan militer
kepada Sirwan, sehingga pasukan Haidar kalah dan ia terbunuh (Holt, 1970:396).
Ali, putera dan pengganti Haidar, didesak bala tentaranya untuk menuntut balas
atas kematian ayahnya, terutama terhadap AK Koyunlu. Akan tetapi Ya'kub
pemimpin AK Koyunlu menangkap dan memenjarakan Ali bersama saudaranya, Ibrahim,
Ismail dan ibunya di Fars (1489-1493 M). Mereka dibebaskan oleh Rustam, putera
mahkota AK Koyunlu dengan syarat mau membantunya memerangi saudara sepupunya.
Setelah dapat dikalahkan, Ali bersaudara kembali ke Ardabil. Namun, tidak lama
kemudian Rustam berbalik memusuhi dan menyerang Ali bersaudara dan Ali terbunuh
(1494 M) (Holt, 1970:397).
Periode selanjutnya,
kepemimpinan gerakan Safawi di serahkan pada Ismail. Selama 5 tahun, Ismail
beserta pasukannya bermarkas di Gilan untuk menyiapkan pasukan dan kekuatan.
Pasukan yang di persiapkan itu diberi nama Qizilbash (baret merah). Pada tahun
1501 M, pasukan Qizilbash dibawah pimpinan Ismail menyerang dan
mengalahkan AK Koyunlu (domba putih) di sharur dekat Nakh Chivan. Qizilbash terus
berusaha memasuki dan menaklukkan Tabriz, yakni ibu kota AK Koyunlu dan
akhirnya berhasil dan mendudukinya. Di kota Tabriz Ismail memproklamasikan
dirinya sebagai raja pertama Dinasti Safawi. Ia disebut juga Ismail I
(Brockelmann, 1974:398). Ismail I berkuasa kurang lebih 23 tahun antara
1501-1524 M. Pada sepuluh tahun pertama ia berhasil memperluas wilayah
kekuasaannya, Buktinya ia dapat menghancurkan sisa-sisa kekuatan AK Koyunlu di
Hamadan (1503 M), menguasai propinsi Kaspia di Nazandaran, Gurgan dan Yazd
(1504 M), Diyar Bakr (1505-1507 M) Baghdad dan daerah Barat daya Persia (1508
M), Sirwan (1509 M) dan Khurasan. Hanya dalam waktu sepuluh tahun itu wilayah
kekuasaannya sudah meliputi seluruh Persia dan bagian timur Bulan Sabit Subur (Fertile
Crescent) .
Bahkan tidak sampai di situ
saja, ambisi politik mendorongnya untuk terus mengembangkan wilayah kekuasaan
ke daerah-daerah lainnya seperti Turki Usmani. Ismail berusaha merebut dan
mengadakan ekspansi ke wilayah kerajaan Usmani (1514 M), tetapi dalam
peperangan ini Ismail I mengalami kekalahan malah Turki Usmani yang di pimpin
oleh sultan Salim dapat menduduki Tabriz. Kerajaan Safawi terselamatkan dengan
pulangnya Sultan Usmani ke Turki karena terjadi perpecahan di kalangan militer
Turki di negerinya (Hassan, 1989:337). Kekalahan tersebut meruntuhkan
kebanggaan dan kepercayaan diri Ismail. Akibatnya dia berubah, dia lebih senang
menyendiri, menempuh kehidupan hura-hura dan berburu. Keadaan itu berdampak
negatif bagi kerajaan Safawi dan pada akhirnya terjadi persaingan dalam merebut
pengaruh untuk dapat memimpin kerajaan Safawi antara pimpinan sukusuku Turki,
pejabat keturunan Persia dan Qizibash (Yatim, 2003:142). Rasa pemusuhan dengan Kerajaan Usmani terus
berlangsung sepeninggal Ismail I, peperangan antara dua kerajaan besar Islam
ini terjadi beberapa kali pada masa pemerintahan Tahmasp I (1524-1576 M),
Ismail II (1576-1577 M) dan Muhammad Khudabanda (1577-1567M). Pada masa tiga
raja tersebut kerajaan Safawi mengalami kelemahan. Hal ini di karenakan sering
terjadinya peperangan melawan kerajaan Usmani yang lebih kuat, juga sering
terjadi pertentangan antara kelompok dari dalam kerajaan Safawi sendiri.
Berikut
urutan penguasa kerajaan Safawi :
1.
Isma'il I (1501-1524 M)
2.
Tahmasp I (1524-1576 M)
3.
Isma'il II (1576-1577 M)
4.
Muhammad Khudabanda(1577-1587 M)
5.
Abbas I (1587-1628 M)
6.
Safi Mirza (1628-1642 M)
7.
Abbas II (1642-1667 M)
8.
Sulaiman (1667-1694 M)
9.
Husein I (1694-1722 M)
10.
Tahmasp II (1722-1732 M)
11.
Abbas III (1732-1736 M)
B. Masa Kejayaan Kerajaan
Safawi
Kondisi kerajaan Safawi yang
memprihatinkan itu baru bisa diatasi setelah raja Safawi kelima, Abbas I naik
tahta (1588-1628 M). Langkah-langkah yang ditempuh oleh Abbas I dalam rangka
memulihkan kerajaan Safawi adalah:
1.
Berusaha menghilangkan dominasi pasukan Qizilbash dengan cara
membentuk pasukan baru yang berasal dari budak-budak dan tawanan perang bangsa
Georgia, Armenia dan Sircassia.
2.
Mengadakan perjanjian damai dengan Turki Usmani dengan jalan
menyerahkan wilayah Azerbaijan, Georgia, dan disamping itu Abbas berjanji tidak
akan menghina tiga Khalifah pertama dalam Islam (Abu Bakar, Umar dan Usman)
dalam khutbahkhutbah Jum'at. Sebagai jaminan atas syarat itu, Abbas menyerahkan
saudara sepupunya Haidar Mirza sebagai sandera di Istambul (Borckelmann,
1974:503).
Masa kekuasaan Abbas I
merupakan puncak kejayaan kerajaan Safawi. Ia berhasil mengatasi gejolak
politik dalam negeri yang mengganggu stabilitas negara dan sekaligus berhasil
merebut kembali beberapa wilayah kekuasaan yang pernah direbut oleh kerajaan
lain seperti Tabriz, Sirwan dan sebagainya yang sebelumnya lepas direbut oleh
kerajaan usmani.
Kemajuan yang di capai kerajaan
Safawi tidak hanya terbatas di bidang politik, melainkan bidang lainnya juga
mangalami kemajuan. Kemajuan-kemajaun itu antara lain :
1.
Bidang Ekonomi
Kemajuan ekonomi pada masa
itu bermula dengan penguasaan atas kepulauan Hurmuz dan pelabuhan Gumrun yang
diubah menjadi Bandar Abbas. Dengan demikian Safawiyah menguasai jalur
perdagangan antara Barat dan Timur. Di samping sector perdagangan, Safawiyah
juga mengalami kemajuan dalam bidang pertanian, terutama hasil pertanian dari
daerah Bulan Sabit yang sangat subur (Fertille Crescent).
2.
Bidang Ilmu Pengatahuan
Sepanjang sejarah Islam
Persia di kenal sebagai bangsa yang telah berperadaban tinggi dan berjasa
mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, sejumlah ilmuan yang selalu
hadir di majlis istana yaitu Baha al-Dina al-Syaerazi, generalis ilmu
pengetahuan, Sadar al-Din al-Syaerazi, filosof, dan Muhammad al-Baqir Ibn
Muhammad Damad, filosof, ahli sejarah, teolog dan seorang yang pernah pernah
mengadakan observasi tentang kehidupan lebah (Brockelmann, 1974:503-504).
3.
Bidang Pembangunan Fisik dan Seni
Kemajuan bidang seni
arsitektur ditandai dengan berdirinya sejumlah bangunan megah yang memperindah
Isfahan sebagai ibu kota kerajaan ini. Sejumlah masjid, sekolah, rumah sakit,
jembatan yang memanjang diatas Zende Rud dan Istana Chihil Sutun. Kota Isfahan
juga diperindah dengan kebun wisata yang tertata apik. Ketika Abbas I wafat, di
Isfahan terdapat sejumlah 162 masjid, 48 akademi, 1802 penginapan dan 273
pemandian umum. Unsur lainnya terlihat dalam bentuk kerajinan tangan, keramik,
permadani dan benda seni lainnya.
C. Kemunduran dan Kehancuran
Kerajaan Safawi
Sepeninggal Abbas I,
Kerajaan Safawi berturut-turut diperintah oleh enam raja, yaitu Safi Mirza
(1628-1642 M), Abbas II (1642-1667 M), Sulaiman (1667-1694 M), Husein (1694-
1722 M), Tahmasp II (1722-1732 M) dan Abbas III (1733-1736 M). Pada masa
raja-raja tersebut kondisi kerajaan Safawi tidak menunjukkan grafik naik dan
berkembang, tetapi justru memperlihatkan kemunduran yang akhirnya membawa
kepada kehancuran. Raja Safi Mirza (cucu Abbas I) juga menjadi penyebab
kemunduran Safawi karena dia seorang raja yang lemah dan sangat kejam terhadap
pembesar-pembesar kerajaan. Di lain sisi dia juga seorang pencemburu yang
akhirnya mengakibatkan mundurnya kemajuankemajuan yang telah diperoleh dalam
pemerintahan sebelumnya (Abbas I).
Kota Qandahar lepas dari
kekuasaan kerajaan Safawi, diduduki oleh kerajaan Mughal yang ketika itu
diperintah oleh Sultan Syah Jehan, sementara Baghdad direbut oleh kerajaan
Usmani. Abbas II adalah raja yang suka minum-minuman keras sehingga ia jatuh
sakit dan meninggal. Sebagaimana Abbas II, Sulaiman juga seorang pemabuk. Ia
bertindak kejam terhadap para pembesar yang dicurigainya. Akibatnya rakyat
bersikap masa bodoh terhadap pemerintah. Ia diganti oleh Shah Husein yang alim.
Ia memberi kekuasaan yang besar kepada para ulama Syi'ah yang sering memaksakan
pendapatnya terhadap penganut aliran Sunni. Sikap ini membangkitkan kemarahan
golongan Sunni Afghanistan, sehinggamereka berontak dan berhasil mengakhiri
kekuasaan Dinasti Safawi (Hamka, 1981:71).Pemberontakan bangsa Afghan tersebut
terjadi pertama kali tahun 1709 M di bawah pimpinan Mir Vays yang berhasil
merebut wilayah Qandahar. Pemberontakan lainnya terjadi di Heart, suku Ardabil
Afghanistan berhasil menduduki Mashad. Mir Vays diganti oleh Mir Mahmud dan ia
dapat mempersatukan pasukannya dengan pasukan Ardabil, sehingga ia mampu
merebut negeri-negeri Afghan dari kekuasaan Safawi. Karena desakan dan ancaman
Mir Mahmud, Shah Husein akhirnya mengakui kekuasaan Mir Mahmud dan
mengangkatnya menjadi gebernur di Qandahar dengan gelar Husei Quli Khan (budak
Husein). Dengan pengakuai ini, Mir Mahmud makin leluasa bergerak sehingga tahun
1721 M, ia merebut Kirman dan tak lama kemudian ia menyerang Isfahan dan
memaksa Shah Husein menyerah tanpa syarat. Pada tanggal 12 Oktober 1722 M Shah
Husein menyerah dan 25 Oktober Mir Mahmud memasuki kota Isfahan dengan penuh
kemenangan (Holt, 1970:426).
Salah seorang putera Husein,
bernama Tahmasp II, mendapat dukungan penuh dari suku Qazar dari Rusia,
memproklamasikan dirinya sebagai raja yang sah dan berkuasa atas Persia dengan
pusat kekuasaannya di kota Astarabad. Tahun 1726 M, Tahmasp II bekerjasama
dengan Nadir Khan dari suku Afshar untuk memerangi dan mengusir bangsa Afghan
yang menduduki Isfahan. Asyraf, pengganti Mir Mahmud, yang berkuasa di Isfahan
digempur dan dikalahkan oleh pasukan Nadir Khan tahun 1729 M. Asyraf sendiri
terbunuh dalam peperangan itu. Dengan demikian Dinasti Safawi kembali berkuasa.
Namun, pada bulan Agustus 1732 M, Tahmasp II di pecat oleh Nadir Khan dan di
gantikan oleh Abbas III (anak Tahmasp II) yang ketika itu masih sangat kecil.
Empat tahun setelah itu, tepatnya tanggal 8 Maret 1736, Nadir Khan mengangkat
dirinya sebagai raja menggantikan Abbas III. Dengan demikian berakhirlah
kekuasaan Dinasti Safawi di Persia (Holt, 1970:428-429).
Adapun sebab-sebab
kemunduran dan kehancuran kerajaan Safawi adalah:
a.
Adanya konflik yang berkepanjangan dengan kerajaan Usmani.
Berdirinya kerajaan Safawi yang bermadzhab Syi'ah merupakan ancaman bagi
kerajaan Usmani, sehingga tidak pernah ada perdamaian antara dua kerajaan besar
ini.
b.
Terjadinya dekandensi moral yang melanda sebagian pemimpin
kerajaaan Safawi, yang juga ikut mempercepat proses kehancuran kerajaan ini.
Raja Sulaiman yang pecandu narkotik dan menyenangi kehidupan malam selama tujuh
tahun tidak pernah sekalipun ssmenyempatkan diri menangani pemerintahan, begitu
pula dengan sultan Husein.
c.
Pasukan ghulam (budak-budak) yang dibentuk Abbas I ternyata
tidak memiliki semangat perjuangan yang tinggi seperti semangat Qizilbash .
Hal ini dikarenakan mereka tidak memiliki ketahanan mental karena tidak
dipersiapkan secara terlatih dan tidak memiliki bekal rohani. Kemerosotan aspek
kemiliteran ini sangat besar pengaruhnya terhadap lenyapnya ketahanan dan
pertahanan kerajaan Safawi.
d.
Seringnya terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan
dikalangan keluarga istana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar