1.
Husnudzan
a. Pengertian
Ada dua
istilah yang sering kita dengar, yaitu Husnudzan dan Su’udzan.
Dzan itu sendiri sering juga diartikan ragu, karena mengandung unsur
keragu-raguan, ketidakpastian, bias benar bias salah. Prasangka itu bisa benar bisa salah. Berprasangka baik disebut Husnudzan
sedang berprasangka jelek disebut Su’uzzan. Husnudzan berarti berbaik
sangka atau kata lain tidak cepat-cepat berburuk sangka sebelum perkaranya
menjadi jelas. Dalam kehidupan sehari-hari manusia akan berinteraksi dengan
sesamanya dalam suatu pergaulan. Hal itu disebabkan manusia adalah makhluk sosial
yang saling membutuhkan suatu pergaulan yang harmonis perlu dipupuk sikap
berbaik sangka antara sesama manusia. Sikap berbaik sangka meskipun sepintas
lalu sepele, akan tetapi sering kita tidak menyadarinya.
b. Bentuk-Bentuk Husnudzan
1)
Husnudzan Kepada Allah Swt.
Sikap Husnudzan terhadap Allah Swt. hukumnya wajib dan
akan sangat mendukung proses pemantapan jiwa keimanan manusia, bahkan akan
melahirkan sikap tawadhu’ dan selalu mendekatkan diri kepada Allah Swt. Berbaik sangka terhadap semua ketentuan Allah
Swt. merupakan cerminan watak dan karakter manusia sebagai hamba Allah Swt.
Dari Jabir bin Al Anshari r.a. katanya tiga hari sebelum
Rasulullah wafat beliau bersabda: “Janganlah kamu mati melainkan dalam keadaan
berbaik sangka terhadap Allah Azza Wajalla” (HR.
Muslim)
Seharusnya kita mampu melihat kebaikan-kebaikan Allah Swt. dalam
segala hal, rahmat-Nya kepada segenap makhluk-Nya, kasih sayang-Nya serta
maghrah-Nya. Ketika kita menghadapi kesulitan kita harus tetap yakin bahwa Allah telah menyediakan jalan keluar. Serta
berkeyakinan bahwa Allah tidak bermaksud menyulitkan kita.
Sikap Husnudzan terhadap Allah Swt. akan menenteramkan
jiwa serta memantapkan keimanan manusia. Sikap itu akan melahirkan sikap
tawaduk dan tawakal. Sikap Husnudzan terhadap sesama semua ketentuan
Allah Swt. merupakan cerminan watak dan karakter manusia sebagai hamba yang
beriman. Oleh karena itu, manusia harus yakin bahwa segala sesuatu yang terjadi
dalam hidupnya adalah takdir Allah Swt. Manusia harus yakin bahwa kehidupan ini
mutlak sepenuhnya di bawah control Allah Swt. dengan demikian, sikap Husnudzan
terhadap Allah Swt. akan membawa ketenangan, kedamaian, dan ketentraman hidup
manusia.
2)
Husnudzan Kepada Sesama
Kita tidak boleh terburu-terburu berperasangka jelek kepada orang
lain sebelum semuanya jelas. Apalagi dasarnya hanya omongan atau isue yang
dihembuskan oleh orang-orang yang suka memfitnah, mengadu domba dan
menggunjing. Berburuk sangka kepada orang lain akan mendatangkan tnah dan
kekejaman, maka di dalam al-Qur’an diibaratkan bagaikan memakan daging
saudaranya yang sudah mati.
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka,
sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari
kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang
lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah
mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Hujurat [49] : 12)
Lalu bagaimana dengan curiga ? curiga yang tidak berdasar juga
tidak boleh. Yang dianjurkan adalah sikap waspada dan berhati-hati. Sering kali
kita saksikan di antara terlalu sering berprasangka jelek kepada sesama. Sering
pula prasangka kita itu tidak berdasar dan lebih didorong oleh rasa iri, dengki
dan dendam. Serta sering pula kita salah di dalam menuduh orang lain.
Rasulullah Saw, dalam melaksanakan tugas dakwahnya tidak kurang
dalam meberikan teladan untuk bersikap positip kepada siapapun, sekalipun itu
musuhnya. Nabi yang pernah dianiaya, dilempari batu dan penghinaan dari orang
kar Quraisy, beliau tetap bersabar. Para sahabat hambir kehilangan kesabaran
dan akan menghajarnya, tapi Nabi melarang dan justru nendoakannya:
3)
Husnudzan Kepada Diri Sendiri
Husnudzan terhadap diri
sendiri bisa berarti kita bahwa kita harus mempunyai penilaian baik terhadap
diri kita. Jika kita sadar bahwa kita memang belum baik, maka kita berprangka
baik baik diri kita bisa memperbaiki sikap kita. Husnudzan terhadap diri
sendiri juga bisa berwujud sikap percaya diri, kita percaya bahwa kita bisa
menjadi orang yang baik, menjadi manusia yang dapat meraih cita-cita. Sikap Husnudzan
terhadap diri sendiri ini sangat penting, karena tidak sedikit di antara
manusia, yang selalu berprasangka jelek pada sendiri, menyalahkan diri sendiri,
merasa tidak mampu, pesimistis, dan frustasi.
… dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu
panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburukburuk panggilan ialah
(panggilan) yang buruk sesudah iman. (QS.Al-Hujurat
[49] : 11)
c. Larangan Su’udzan
Sebaliknya kadang kala
secara tidak sadar manusia berprasangka yang tidak baik terhadap Allah atau terhadap orang lain. Sikap Su’udzan
adalah sikap tercela yang harus dihilangkan dari jiwa manusia. Tidak
diperbolehkan Su’udzan kepada siapa saja, apalagi Su’udzan
terhadap Allah Swt. Yang Maha Kuasa dan Maha Mengetahui, serta Maha
Bijaksana terhadap hamba-hamba-Nya.
Beranikah manusia berburuk sangka terhadap yang Menciptakan, yakni
terhadap Allah Swt. yang Maha Bijaksana, Maha Mengetahui, Maha Penyayang, Maha
Pengampun, Maha Kuasa, dan Maha Perkasa itu ? Hanya orang-orang yang tidak
memakai akal, hanya orang-orang yang aniaya, hanya orang-orang yang celaka, dan
orang-orang yang sangat merugi dalam kehidupan di dunia dan di akhirat sajalah
yang bertindak bodoh semacam itu.
Dan supaya Dia mengadzab
orang-orang munak laki-laki dan perempuan
dan orang orang musyrik laki-laki dan perempuan yang mereka itu
berprasangka buruk terhadap Allah. Mereka akan mendapat giliran
(kebinasaan) yang amat buruk dan Allah memurkai dan mengutuk
mereka serta menyediakan mereka neraka jahannam. Dan (neraka jahannam)
itulah sejahat-jahat tempat kembali. (QS. Al-Fath [48] : 6)
d. Hikmah dan Keuatamaan Husnudzan
1.
Husnudzan akan mendatangkan
ketentraman lahir batin
2.
Orang
yang memiliki sikap Husnudzan pada Allah menunjukkan bahwa ia telah
memiliki jiwa yang takwa, sabar, tabah dan tawakkal
3.
Orang
yang memiliki sikap Husnudzan kepada Allah akan senantiasa dicintai Allah karena ia senantiasa menerima terhadap
apa saja yang telah dilimpahkan kepadanya.
4.
Orang
yang memiliki sikap Husnudzan kepada sesama manusia akan senantiasa
dicintai oleh sesama, karena orang lain merasa tidak pernah dirugikan oleh
ulahnya
5.
Sikap
Husnudzan akan menjauhkan seseorang dari perbuatan keluh kesah, iri,
dengki, memtnah, mengadu domba, dendam dan menggunjing.
e. Bahaya dari sikap Su’udzan
1.
Su’udzan akan menimbulkan pnederitaan batin bagi pelakunya. Ia akan
senantiasa gerlisah karena batinnya dipenuhi dengan tuduhan-tuduhan yang tidak
berdasar.
2. Su’udzan akan membuat seseorang jauh dari Allah, ia akan keluh kesah
terus menerus, dan menderita tekanan
batin.
3. Su’udzan akan menimbulkan retaknya hubungan dengan sesama, terlebih lagi
jika sasaran Su’udzan tersebut mengerti. Dan pada puncakknya Su’udzan
bisa menimbulkan ketegangan bahkan peperangan, karena masing-masing pihak
menaruh kecurigaan kepada pihak lainnya.
4. Su’uzzan akan menimbulkan dosa yang lain misalnya, iri, dengki, menuduh,
ghibah, adu domba, tnah dan lain sebagainya.
5. Su’uzzan akan menimbulkan pelakunya dibenci oleh orang-orang sekitarnya,
kita akan dikucilkan dari masyarakat dan menjadi terisolir.
2.
Raj’
a.
Pengertian
Raj’
Secara bahasa raj’
berasal dari kata rajaa yarjuu raj aj’an, yang berarti mengharap dan
pengharapan. Apabila dikatakan raj’ahu maka artinya ammalahu: dia
mengharapkannya. Jika dirunut dari makna bahasa, maka asal makna raj’
adalah menginginkan atau menantikan sesuatu yang disenangi. Menginginkan kebaikan yang ada di sisi Allah berupa keutamaan, ihsan dan kebaikan
dunia akhirat. Raja’ adalah sikap mengharap rida, rahmat, dan
pertolongan Allah Swt. serta yakin hal itu dapat diraih.
Mengharap atau harapan
menurut Al-Gazali adalah kegembiraan hati karena menanti harapan yang kita
senangi dan kita idam-idamkan. Harapan yang kita nantikan harus disertai dengan
ikhtiar, doa dan tawakkal. Harapan yang tidak disertai usaha dan doa dapat
menjadikan seseorang menghayal atau berangan-angan. Khayalan atau anganangan
kosong disebut Gurur. Orang yang hanya berikhtiar tanpa doa maka
sesungguhnya ia adalah orang yang sombong, sedang orang yang hanya berdoa tanpa
disertai dengan ikhtiar, ia adalah orang yang pemalas. Setelah berikhtiar dan
berdoa maka kita bertawakkal kepada Allah Swt.
Jika mengharap ridha,
rahmat, serta pertolongan Allah Swt., kita harus memenuhi ketentuan Allah Swt.
jika kita tidak pernah melakukan salat ataupun ibadah-ibadah lainnya jangan
harap akan meraih ridha, rahmat, atau pertolongan Allah Swt. Sementara orang
yang sudah tidak punya harapa disebut orang yang putus asa, dan ini sangat
berbahaya. Sayidina Ali bin Abi Thalib, r.a. berkata, ”Sesungguhnya orang alim
yang benar ialah yang tidak membuat orang-orang putus asa terhadap rahmat Allah
dan tidak membuat orang merasa aman dari hukuman Allah.” Oleh karena
itu, para ulama adalah pewaris para nabi. Ulama adalah dokter-dokter hati yang
memberikan nasihat yang mendatangkan harapan (raja’) bagi setiap orang
sakit.
b.
Ciri-Ciri
sifat Raj’
1.
Optimis
Optimis memungkinkan seseorang melewati setiap tahapan kehidupan
dengan lebih indah dan membuat suasana hati lebih terang. Rasa optimis dapat
menghilangkan penderitaan batin seseorang dan harapannya dapat timbul kembali.
Tidak ada factor yang mampu mengurangi beban permasalahan dalam kehidupan ini,
sebagaimana daya dan kekuatan yang terkandung dalam rasa optimisme. Rona
kebahagiaan akan tampak diwajah orang yang optimis, tidak saja ketika ia
menikmati kepuasan hidup, juga sepanjang hidupnya baik dalam situasi positif maupun
negatif. Dalam berusaha mencapai cita-cita tidak jarang kita menemui kesulitan,
hambatan, bahkan tantangan, namun satu yang perlu kita yakini bahwa Allah Swt.
akan memberikan jalan keluar dari kesulitan tersebut.
Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan. (QS. At-Thalaq [65] :7)
Orang yang sakitpun harus mempunyai perasaan optimis akan mudah
sembuh dan memiliki semangat hidup. Keyakinan akan sembuh dan semangat untuk
hidup akan memberikan sugesti tersendiri sehingga membantu proses penyembuhan. Rasa
putus asa hampir selalu menghinggapi jiwa manusia. Kenyataan dalam hidup ini,
kadang mengharuskan seseoran berhadapan dengan kesulitan, kemelut, frustasi,
serta kegagalan. Namun, sebagai orang yang beriman dan bermental kuat, kit harus
mempunyai perlawanan untuk mengalahkan rasa frustasi, mengatasi kesulitan,
kemelut, gelisah dan kemudian bangkit dari kegagalan.
Orang bijak mengatakan,”Kemasyhuran tidak terletak pada
kenyataan bahwa kita tidak pernah jatuh, tetapi kita bangkit lagi setelah
jatuh.” Artinya untuk meraih kesuksesan, kemasyhuran dan lain sebagainya harus
didahului oleh sebuah proses yang terkadang cukup panjang yang mengharuskan
seseorang harus jatuh bangun. Percaya kepada diri sendiri adalah sikap yang
sangat penting dalam mencapai usaha atau cita-cita. Pada dasarnya cita-cita
akan mudah diraih jika kita yakin mampu meraihnya. Akan tetapi, sangat
disayangkan jika dalam pikiran kita selalu membayangkan kegagalan, ragu-ragu,
dan rasa takut. Ibarat orang yang akan bertanding, kalah sebelum berperang.
Agar keyakinan menjadi kuat, perlu disertai dengan semangat
percaya diri dengan membuang rasa takut dan ragu. Menghargai dan percaya diri
sangat diperlukan agar dapat menemukan jati diri yang seutuhnya sehingga usaha
meraih cita-cita dapat berhasil. Mari kita renungkan ungkapan orang yang selalu
optimis dan percaya kepada diri sendiri berikut ini.
“ Aku percaya kepada diri dan kemampuanku karena aku tahu bahwa
sebutir kepercayaan diri lebih besar nilainya daripada sekarung bakat yang
tertidur. Yakin dan percaya kepada Allah dan percaya diri menciptakan mukjizat
di atas dunia.”
2.
Dinamis
Dinamis adalah sikap untuk terus berkembang, berpikr cerdas,
penuh kreasi, dan rajin beradaptasi dengan lingkungan. Orang yang dinamis tidak
akan mudah merasa puas dengan prestasiprestasi yang ia peroleh, tetapi akan
berusaha terus menerus untuk meningkatkan kualitas diri. Allah Swt.
mengajarkan kepada kita apabila selesai menyelesaikan suatu urusan atau tugas
maka bergegaslah untuk merencanakan program-program berikutnya. Itulah ajaran
dinamis, seperti yang terkandung dalam QS. Al-Insyirh [94] : 7-8 dan Al-Jumu’ah
[62] : 10 berikut:
Maka apabila engkau telah
selesai (sesuatu urusan), tetaplah bekerja
keras (untuk urusan yang lain). (QS. Al-Insyirh [94] : 7- 8)
Apabila salat telah
dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu
di muka bumi dan carilah karunia Allah. (QS. Al-Jumu’ah [62] : 10)
Kita tidak bisa berdiam
diri berpangku tangan tanpa mempunyai inisiatif untuk melakukan hal-hal yang
positif. Imam Sya’i pernah mengingatkan kepada kita dengan nasihat berikut.
Harimau
harus keluar dari gua jika ingin makan. Air yang bergerak akan lebih bersih, bening, dan jauh dari berbagai penyakit.
Demikian
pula batu yang bergerak akan menghasilkan suara dan percikan api yang akan
berguna bagi manusia. Orang yang dinamis akan bekerja keras dalam melakukan
usaha baik yang berhubungan dengan aspek duniawi maupun ukhrawi.
Orang
yang dinamis akan jauh dari sifat malas, berpangku tangan menunggu bintang
jatuh atau hujan emas. Ia akan selalu berusaha dan bertindak sehingga tampak
inovatif dan kreatif. Nabi Muhammad Saw. mengajarkan doa kepada kita agar
terlindung dari sifat negatif termasuk sifat bermalas-malasan.
Sikap
dinamis menuntut kreatitas dan mengisi waktu luang dengan kegiatan positif,
menciptakan kreasi baru serta tidak mebiasakan diri berperilaku statis dan
konsumtif. Perhatikan juga enam resep sehingga kita bisa berakhalkul karimah,
menghindari akhla madzmumah seta mempunyai sikap dinamis, seperti yang
disampaikan KH. Mawardi Labbay El Sulthani berikut:
1.
Mengingat
keutamaan, menahan marah, dan menyadari terpujinya sifat pemaaf, seperti yang
disebutkan dalam al-Qur’an dan hadis.
2.
Mengingat pedihnya siksa Allah Swt. serta sadar
kekuasaan Allah Swt. lebih besar daripada kekuasaan diri kita. Sadar bahwa kita
juga sedang mengharap ampunan Allah Swt. supaya di hari akhir nanti tidak
mendapat siksa.
3.
Ingatlah,
akibat dari permusuhan, iri, dan dengki yang dapat menyebabkan pertikaian
berkepanjangan.
4.
Bercerminlah
supaya kita melihat rupa yang jelek, tak ubahnya seperti seekor anjing yang
buta yang sedang mengamuk.
5.
Melakukan
semua hal yang dapat menyembuhkan dendam dan dengki. Renungkan kenapa takut
dipandang rendah di hadapan manusia, tetapi tidak takut dipandang rendah oleh
Allah Swt. dan Rasulullah Saw. dihari kiamat.
6.
Renungkanlah, apakah marah itu disebabkan oleh sesuatu yang
pantas kita marah atau tidak? Ceritakanlah, pengalaman kita kepada orang lain,
apakah menurut ukuran orang lain kasus yang kita hadapi pantas dilakukan dengan
rasa marah atau tidak sehingga mengakibatkan kita menyesal dikemudian hari? Sejarah
telah membuktikan bahwa Rasulullah saw. sering diejek, dilempari, dan diancam
akan dibunuh, tetapi beliau tetap tabah dan tenang menghadapi semuanya. Bahkan,
beliau selalu menjawab ejekan dengan doa kebaikan untuk yang mengejek.
c.
Cara
Membiasakan Sifat Raja’
1.
Selalu
berpegang teguh kepada tali agama Allah
yaitu agama Islam,
2.
Selalu
berharap kepada Allah, agar selalu diberikan kesuksesan dalam berbagai macam usaha dan mendapat ridha
dari-Nya,
3.
Selalu
merasa takut kepada ancaman dan siksaan
Allah di hari akhirat kelak,
4.
Selalu
cinta (mahabbah) kepada Allah
dalam beragam situasi dan keadaan.
5.
Yakin
bahwa rahmat Allah sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik
d.
Hikmah
dan Keutamaan raja’
1)
Sikap
raja’ merupakan sikap optimisme total, sebagaimana seorang pedagang yang
rela mempertaruhkan seluruh modal usahanya karena meyakini keuntungan besar yang bakal segera
diraihnya. \
2)
Raja’ akan menjadikan seseorang hidup tanpa kesedihan. Sebesar
apapun bahaya dan ancaman yang datang tidak mampu
menghapus ‘senyum’ optimisme dari wajahnya.
3)
Raja’ akan membuat seseorang berprasangka baik membuang jauh
prasangka buruk.
4)
Raja’ akan membuat seseorang mengharapkan rahmat Allah dan tidak mudah putus asa
5)
Raja’ akan membuat seseorang merasa tenang, aman, dan tidak merasa
takut pada siapapun
6)
Raja’
dapat meningkatkan rasa syukur atas nikmat yang telah diteriamnya
7)
Raja’
dapat menghilangkan rasa hasud, dengki, dan sombong kepada orang lain
3. Taubat
a.
Pengertian
Taubat
Kata taubat berasal dari
kata taba, yang darinya terbentuk antara lain kata taubat, pada
mulanya berarti “kembali”. Taubat berarti memohon ampunan kepada Allah Swt.
atas segala dosa dan kesalahan. Taubat merupakan bentuk pengakuan atas segala
kesalahan dan pernyataan menyesal atas dosa-dosa yang telah dilakukan.
b.
Dasar
Taubat
Banyak sekali ayat ayat al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad saw.
yang memuat kewajiban dan anjuran bertaubat, antara lain;
Disamping itu masalah taubat juga disampaikan dalam QS.
at-Tahrim [66] ayat 8; QS. al-Baqarah [2] ayat 222; QS. al-Munqn [63] ayat
10–11; QS. an-Nis’[4] ayat 17-18 dan QS. al-Ahzab[33] ayat 73
Mengapa manusia harus bertaubat? Jawabannya karena perbuatan
dosa yang dilakukan seseorang dapat membawa akibat buruk bagi pelakunya.
Beberapa kerugian yang diakibatkan oleh perbuatan dosa, antara lain
1)
menjauhkan
dari pertolongan Allah Swt. karena Allah Swt. hanya akan menolong hamba-Nya yang taat (lihat QS.
Hd [11] : 44);
2)
membuat
hidup tidak berkah atau tidak berdaya guna dan tidak bermanfaat (lihat QS. Al-A’rf [7] : 96),
3)
membuat
rusak lingkungan hidup dan penderitaan
(lihat QS. Ar-Rm [30] : 41), dan
4)
membuat hati
menjadi keras sehingga sulit untuk menerima kebenaran.
Allah
Maha Pengampun dan sifat Allah yang Maha
Pengampun dijelaskan sendiri dalam Al-Qur’an. Allah Swt. mempunyai beberapa
nama yang menunjukkan bahwa Allah Maha
Pengampun. Nama-nama itu adalah sebagai berikut.
1.
Al-Gafr berarti yang Maha Pengampun
2.
Al-Afuwwu berarti yang Maha Pemaaf
3.
At-Tawwb berarti yang Maha
Menerima Taubat
c.
Syarat
Taubat
Ada beberapa syarat yang
harus dipenuhi oleh orang yang bertaubat agar taubatnya diterima Allah
Swt. syarat-syarat itu adalah sebagai
berikut.
·
taubat
yang dilakukan seketika itu juga, yaitu setelah sadar bahwa ia telah berbuat
kesalahan.
·
jika
ada hak orang lain yang harus diselesaikan terlebih dahulu, misalnya hutang,
maka harus diselesaikan.
·
taubat hendaknya
merupakan taubat nasuha, yaitu benar-benar menyesal atas kesalahan yang diperbuat dan
bertekad tidak akan mengulangi lagi.
·
mengakui
dan menyadari bahwa dirinya sangat membutuhkan magrah atau ampunan Allah Swt.
·
mengganti
kesalahan dengan kebaikan.
Disamping itu ada beberapa
amal ibadah yang apabila dilakukan akan menghapus atau melebur dosa kita,
antara lain
·
wudhu;
·
shalat
fardu dan shalat jum
·
sujud
dalam salat;
·
puasa
ramadan;
·
salat
tarawih;
·
ibadah
haji dan umrah;
·
tasbih,
tahmid, takbir bakda salat;
·
sabar
dalam penderitaan;
·
menziarahi
dan mendoakan orang tua;
·
sedekah.
d.
Hikmah
dan Keutamaan Taubat
-
Orang
yang bertaubat akan sadar bahwa ia tidak sempurna dan bisa berbuat kesalahan, karena itu bisa menimbulkan
sikap hati-hati dan tidak gegabah.
-
Orang
yang bertaubat tidak mudah melakukan kesalahan lagi, karena sudah tertanam
dalam hatinya penyesalan.
-
Orang
yang bertaubat hidupnya akan dipenuhi dengan optimis yang besar akan masa depan
hidup yang akan dijalaninya.
-
Orang yang
bertaubat memiliki kesempatan
besar untuk mendapatkan surga Allah Swt.
-
Orang
yang bertaubat akan mendapat rahmat dari Allah Swt.
-
Orang
yang bertaubat akan bersih jiwanya dari dosa dan sifat buruk.
-
Orang
yang bertaubat akan terhindar dari azab Allah Swt.
e.
Doa
Taubat
Berikut ini adalah beberapa contoh doa taubat:
1.
Surah
Ali-Imran Ayat 147
... Ya Tuhan kami ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan
kami yang berlebihan (dalam) urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan
tolonglah kami terhadap orang-orang kafir. (QS.
Ali-Imran [3] : 147)
2.
QS.
Ali-Imran/3 Ayat 193
... Ya Tuhan kami ampunilah dosa-dosa kami dan hapuskanlah kami kesalahan-kesalahan
kami dan matikanlah kami beserta orang-orang yang berbakti. (Q.S. li-Imrn [3] : 193)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar