1.
Pengertian Akidah
Dalam kamus al-Munawir, secara
etimologis, aqidah berakar dari kata ‘Aqada ya’qidu – ‘Aqiidu berarti simpul,
ikatan, perjanjian yang kokoh. Setelah terbentuk menjadi ‘aqidah berarti
keyakinan. Relevansi antara arti kata ‘aqdun dan ‘aqiidatun adalah keyakinan
itu tersimpul dengan kokoh dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung
perjajian. Sedangkan menurut sumber lain, kata aqidah yang kini sudah menjadi
bagian dari kosakata bahasa Indonesia, berasal dari bahasa Arab yang memiliki
arti “yang dipercayaihati”, kata ‘aqiidatun seakar dengan kata “al-‘aqdu” yang
bermakan menghubungkan menjadi satu dari semua ujung benda sehingga menyatu dan
menjadi kuat yang sulit dibuka ikatan tersebut. Alas an digunakan kata aqidah
untuk mengungkapkan makna kepercayaan atau keyakinan adalah karena kepercayaan
merupakan pangkal dan sekaligus merupakan tujuan dari segala perbuatan
mukallaf. Menurut Hasan Al-Banna dalam kitab Majmu’ah ar-Rasa’il.
“Aqa’id(bentuk jamak dari aqidah) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini
kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang
tidak bercampur sedikit pun dengan keraguan-raguan”(al-Banna,1963,hal 465)
Menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy dalam
kitab Aqidah al-Mu’min “ Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima
secara umum (aksioma) oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fitrah.
Kebenaran itu dipatrikan di dalam hati serta ditakini kesahihan dan
keberdaannya secara pasti.”(al-Jazairy, 1978, hal:21)
Informasi yang terdapat didalam
Al-Qur’an bahwa setiap manusia dilahirkan kedunia ini sudah menyatakan ikatan
iman kepada Allah, yaitu pada saat berada di alam Azali, yaitu alam yang hanya
Tuhan saja yang mengetahuinya. Pernyataan diri mengikatkan keimanan kepada
Allah itu selanjutnya dikenal dengan istilah bersyahadat. Hal ini dinyatakan
dalam al-Qur’an yang berbunyi “Dan (ingatlah) ketrika Tuhan Mu
mengeluarkan keturunan anak-anak Adam
dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman) bukankah Aku ini Tuhan mu? Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan
kami), kami jadi saksi”. (Qs. Al-A’raf:172)
Ikatan aqidah yang dinyatakan di alam
azali itu harus terus dipelihara hingga akhir hayatnya. Itulah sebabnya pada
saat manusia lahir ke dunia, dianjurkan agar dikumandangkan azan pada telinga
kanannya dan diiqomatkan pada telinga kirinya. Azan dan iqomat ini pada intinya
mengingatkan manusia pada ikatan Aqidahnya
Pernyataan kesaksian tersebut
selanjutnya diwujudkan dalam ucapan dua kalimat syahadat yang artinya “Aku
bersaksi bahwasanya tiada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad
utusan Allah”. Disamping itu, sesuai dengan proses dan konsep kejadian manusia
yang secara umum terbagi menjadi tiga, yaitu pra-dunia, dunia dan pasca dunia,
maka ada bagian yang tidak dapat dijangkau oleh panca indera serta imajinasi
manusia. Informasi tentang proses dan kemungkinan keadaan kehidupan di liau
dunia tersebut, hanya mungkin diterima dengan sikap percaya dan keyakinan hati
bahwa semua informasi tersebut adalah benar.
2. Prinsip-prinsip
Aqidah
Islam mengajarkan setiap manusia wajib menyembah
hanya kepada Allah saja dengan tidak memakai perantara apa dan siapapun. Di dalam
Al-Qur’an ditegaskan dengan gambling. Firman Allah menegaskan:
64. Katakanlah: "Hai
ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada
perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan
tidak kita persekutukan dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita
menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah". jika mereka
berpaling Maka Katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah
orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)".
Ayat
ini menegaskan bahwa dalam peribadatan Islam hanya kepada Allah semata dan
menunjukkan kemurnian dalam meng-esakan Allah. Apapun bentuk ibadat di dalam
Islam hanya ditujukan untuk Allah, baik shalat, zakat, puasa, haji maupun
perkataan, perbuatan tingkah laku yang ada hubungannya dengan sesame manusia
atau dengan alam serta lingkungan sekitarnya.
Menurut
pendapat Syekh Ali Thanthawi, “futrah dan akal manusia berperan penting dalam
masalah aqidah yang diyakini seorang”. Pendapat ini dijabarkan dalam kitab,
“Ta’rif Am bi Dinil Islam, fasal Qowaa’idul ‘Aqaid maksud dari pendapat
tersebut penulis ringkas dalam pointers berikut:
3. Ruang lingkup
Aqidah Islamiyah
Menurut sistematika Hasan al-Banna maka ruang
lingkup pembahasan aqidah Islamiyah meliputi:
a. Ilahiyat:
yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan illah (Tuhan,
Allah), seperti wujud Allah, nama-nama dan sifat Allah, perbuatan-perbuatan
(af’al) Allah dan lain-lain
b. Nubuwal:
yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi dan Rasul,
termasuk pembicaraan mengenai kitab-kitab allah, mu’jizat dan sebagainya.
c. Ruhaniyat:
yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik
dseperti malaikat, jin, iblis, setan, roh dan lain sebagainya.
d. Sam’iyyat:
yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bias diketahui lewat sam’I
yakni dalil Naqli berupa Al-Qur’an dan as-Sunnah, seperti alam barzah, akhirat,
azab, kubur, tanda-tanda kiamat, surge, neraka dan seterusnya
Disamping sistematika
di atas pembahasan aqidah bisa juga mengikuti sistematika Arkanul iman:
a. Kepercayaan
akan adanya Allah dan segala sifat-sifat-Nya yaitu sifat wajib, mustahil, dan
sifat jaiz, serta wujud-Nya yang dapat dibuktikan dengan keteraturan dan
keindahan alam semesta ini
b. Kepercayaan
tentang alam ghaib, yaitu kepercayaan akan adanya alam yang ada dibalik alam
nyata ini, yang tidak bias diamati oleh alat indera. Demikian pula
makhluk-makhluk yang ada di dalamnya seperti malaikat, jin, iblis, setan, dan
ruh
c. Kepercayaan
kepada kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada Rasul. Kitab-kitab itu
diturunkan Allah kepada para Rasul agar dijadikan pedoman hidup masyarakat
sesuai dengan zamannya. Dengan mempedomani kitab-kitab Allah manusia dapat mem
bedakan yang baik dan yang buruk, yang hak dan yang bathil serta yang halal dan
yang haram.
d. Kepercayaan
kepada para nabi dan rasul yang telah dipilih oleh Allah untuk member petunjuk
dan bimbingan kepada manusia agar melakukan hal-hal yang baik dan hak
e. Kepercayaan
kepada hari akhir serta peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat itu seperti
ba’ats (bangkit dari kubur), mizan (timbangan amal baik dan amal buruk),
paahala, siksa, surge dan neraka
f. Kepercayaan
kepada akhir (qadha dan qadar) Allah. Dengan takdir Allah ituklah terciptanya
alam dan segala isisnya.(Thoyib sah saputra, 2004, hal 4-5)
4. Metode
peningkatan Aqidah
Muhammad al-Ghazali mrngatakan: “Inilah akidah yang
kuat, akidah yang sebenarnya”. Apabila keyakinan semacam ini telah dipegang
bdan dilaksanakan, maka seirang mukmin yang semacam ini telah mempunyai prinsip
yang benar dan kokoh dalam kehidupannya.
Seorang mukmin senantiasa berkomunikasi dengan orang
yang penuh rasa tanggung jawab dan waspada dalam segala urusan. Apabila mereka
bertidak atas dasar kebenaran maka ia dapat bekerja sama dengan mereka yang
berperilaku atas kebenaran pula. Kalau ia melihat mereka ada yang menyimpang
dari jalan yang benar., maka ia mengambil jalan sendiri sesuai aqidah yang benar.
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahea
“iman itu merupakan satu hal yang `sangat fundamental dalam Islam dan dengan
sendirinya akan menjadi pengendali dalam perilaku kehidupan.” Bias jadi
gambaran iman itu laksana sebuah mobil yang mengerahkan segala kekuatannya
untuk terus berjalan mencapai tujuan. Jika tanpa mesin penggerak, maka sebuah
mobil tak ubahnya seperti benda-benda mati yang tidak bias bergerak dan tidak
dapat berjalan kea rah tujuan\
Iman adalah landasan berpijak bagi setiap orang
Islam. Manusia hidup di dunia ini, seperti yang dilukiskan oleh imam
al-Ghazali, tak ubahnya seseorang yang mengarungi lautan. Di waktu badai
mengamuk, dia menghadapu gelombang yang bergulung-gulung. Jantungnya
berdebar-debar, ia diliputi rasa cemas , takut kalau-kalau tenggelam dan
akhirnya terkubur ke dasar laut. Segala usaha dan ikhtiar dijalankan untuk
menyelamatkan diri. Apabila badai telah surut, maka ia dapat berlayar seperti
orang yang berjalan santai atau bersiul-siul. Pasang naik dan pasang
surut`dalam kehidupan lautan adalah sunnatullah yang harus ditemui dan tidak
dapat dielakkan.
Demikian jiga manusia dalam kehidupan ini tidak
lepas dari berbagai macam masalah jalan yang ditempyh kadang-kadang datar,
kadang-kadang menurun, manusia akan bertemu dengan nikmat dan bencana, bahagia
dan sengsara dan lain sebagainya. Dalam mengarungi gelombang kehidupan yang
demikian, manusia harus mempunyai landasan tempat berpijak mempunyai tali untuk
berpegag. Landasan tempat berpijak itu ialah iman, yaitu keyakinan yang
berjuang sesuai dengan martabat dan kedudukan.
5. Pengertian
Tauhid
Tauhid berasal dari kata وحد – يوحد – توحيدا ,
yaitu mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan meyakini keesaan-Nya
tanpa menyekutukan-Nya dalam rububiyah-Nya, nama-nama dan sifat-Nya, dan
uluhiyah serta dalam ibadah kepada-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala Maha
Esa walaupun manusia tidak mengesakan-Nya. Tauhid merupakan pengetahuan
kesaksian, keyakinan, dan keimanan manusia terhadap ke-Esaan Tuhan dengan
segala sifat kesempurnaan dan ke-Esaan.
Mengesakan Allah dalam hal ibadah
disebut tauhid karena seorang hamba dengan keyakinannya itu telah mentauhidkan
Allah. Ketika dia meyakini keesaan Allah, dia akan beramal sesuai keyakinannya,
dengan mengikhlaskan ibadahnya hanya kepada Allah dan berdoa kepada Allah.
Mengimani bahwasanya Allah pengatur semua urusan dan pencipta seluruh makhluk,
Dia pemilik asmaul husna dan sifat yang sempurna, dan hanya Allah saja yang
berhak untuk diibadahi dan bukan selain-Nya.
6.
Ilmu kalam
Secara harfiah, kata ‘kalam’ berarti pembicaraan. Namun
secara istilah, kalam tidak sama artinya dengan pembicaraan dalam pengertian
sehari-hari, melainkan pembicaraan yang bernalar dengan menggunakan logika. Hal
ini menjadi ciri utama ilmu kalam, yaitu rasionalitas atau logika.
Dari penjelasan di atas, kita dapatkan definisi ilmu kalam
yaitu ilmu yang membicarakan tentang wujud Allah, sifat-sifat yang wajib ada
pada-Nya, sifat-sifat yang mustahil bagi-Nya, dan sifat-sifat yang mungkin ada
pada-Nya. Ilmu ini juga membicarakan tentang rasul-rasul Allah dan cara
menetapkan kerasulannya, serta mengetahui sifat-sifat yang wajib ada pada
mereka, dan sifat-sifat yang tidak mungkin ada pada mereka.
Menurut Ibnu Khaldun, ilmu kalam adalah ilmu yang memuat
beberapa alasan untuk mempertahankan keimanan agama Islam dengan menggunakan
dalil-dalil aqli (pikiran), serta memuat pula bantahan terhadap orang yang
mengingkarinya dan berbeda pandangan dengan pemahaman salaf dan ahli sunah.
Menurut Mutakallimin bahwa tauhid dibagi menjadi
beberapa macam, diantaranya sebagai berikut:
a. Tauhid Rububiyyah
Perkataan rububiyyah bersal dari kata rabb berarti
pecipta dan mengatur segala yang ada ini. Dengan demikian, pengertian tauhid rububiyyah
itu ialah pengakuan yang buat atau keyakinan yang penuh pada Allah sajalah
yang mengatur dan menciptakan alam semesta ini, baik alam nyata maupun alam
ghaib. Hendaklah diyakinkan bahwa seluruh makhluk yang ada ini adalah ciptaan
Allah sendiri tanpa ada pemabantu-Nya, karena Allah esa dari segala-galanya;
Allah itu esa zat-Nya, sifat, dan prbuatan-Nya.
b.
Tauhid asma’ was shifat
Tauhid
asma’ was shifat adalah menetapkan nama-nama dan
sifat-sifat Allah sesuai dengan apa yang telah disifati oleh Allah
untuk diri-Nya di dalam Al-Quran atau yang telah ditetapkan oleh Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam di dalam As-Sunnah yang shahih tanpa takwil
(menyelewengkan makna), tanpa tafwidh (menyerahkan makna), tanpa tamtsil
(menyamakan dengan makhluk) dan tanpa ta’thil Allah Ta’ala berfirman
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa
dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (Q.S. Asy-Syuura :
11)
Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Allah tabaraka wa ta’ala turun ke langit dunia pada setiap malam”
(Mutafaqqun ‘Alaih). Di sini turunnya Allah tidak sama dengan
turunnya makhluk-Nya, namun turunnya Allah sesuai dengan kebesaran dan
keagungan dzat Allah. Ahlussunnah hanya mengimani bahwa Allah memang
turun ke langit dunia. Tapi tidak membahas hakikat bagaimana Allah turun
apalagi menyamakan turunnya Allah dengan turunnya makhluk.
“Sesungguhnya Allah memiliki sembilan puluh sembilan
nama, seratus kurang satu. Siapa yang menghitungnya maka dia masuk
surga."(Tirmidzi)
c.
Tauhid uluhiyah
Tauhid
uluhiyah adalah mengesakan Allah dalam ibadah,
seperti berdoa, bernadzar, berkurban, shalat, puasa, zakat, haji dan
semisalnya. Allah Ta’ala berfirman
“Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang” (Q.S. Al-Baqarah : 163)
Dan
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Maka hendaklah apa
yang kamu dakwahkan kepada mereka pertama kali adalah syahadat bahwa tiada Tuhan yang
berhak diibadahi kecuali Allah” (Mutafaqqun ‘Alaih).
Dalam riwayat Imam Bukhari, “Sampai mereka mentauhidkan Allah”.
Tauhid
uluhiyah tidak akan terwujud kecuali dengan dua dasar sebagai berikut:
1. Menjalankan
semua macam ibadah hanya keppda allah SWT bukan kepada yag lain
2.
Ibadah
yang dijalankan harus sesuai dengan perintah dan larangan Allah SWT (Aisyah
Syukur, dkk, 2004, hal 4-5)
d.
Tauhid
Mulkiyah
Menurut bahasa berasal
dari kata mulk yang akhirnya menjadi malik artinya menguasai, sedangkan menurut
istilah meyakini bahwa Allah sebagai satu-satunya zat yang menguasai alam
semesta ini, dengan hak penuh penetapan peraturan atas kehidupan.
Firman Allah QS
Albaqarah 257 :
Dalam arti lain tauhid mulkiyah adalah mentauhidkan
Allah dalam mulkiyahnya bermakna kita mengesakan Allah terhadap pemilikan,
pemerintahan dan penguasaanNya terhadap alam ini. Dialah Pemimpin, Pembuat
hukum dan Pemerintah kepada alam ini. Hanya landasan kepemimpinan yang dituntut
oleh Allah saja yang menjadi ikutan kita. Hanya hukuman yang diturunkan oleh Allah
saja menjadi pakaian kita dan hanya perintah dari Allah saja menjadi junjungan
kita. Tauhid Mulkiyah menuntuk adanya ke-wala-an secara totalitas kepada Allah,
Rasul dan Amirul Mukmin (selama tidak bermaksiat kepada Allah SWT
e.
Tauhid
Rahmaniah
Menurut bahasa
rahmaniyah berasal dari kata rahman yaitu yang memiliki arti kasih sayang,
menurut istilah adalah meyakini bahwa Allah sebagai satu-satunya zat yang
memberikan kasih sayang pada seluruh makhluk yang ada di alam semesta.
Pada prinsipnya tauhid
rahmaniyah merupakan perwujudan dari setiap sikap muslim. Yang memilki tututan
untuk memberikan dan menebarkan kasih saying pada seluruh alam semesta. Sikap
ini selaras dengan misi rahmatan lil ‘alamin yang diemban Rasulullah yaitu
untuk memberikan kasih saying kepada seluruh makhluk yang ada si alam semesta.
Pada hakikatnya segala sesuatu yang ada di alam semesta ini merupakan
manifestasi dari rahmat Allah. Namun yang ditam[pilkan dengan predikat
Al-Rahman secara langsung ialah Al-Qur’an sendiri dan surge di akhirat.
Pengembangan hubungan
baik yang dilandasi rasa kasih saying dalam lingkungan keluarga, dikenal dalam
ajaran Islam dengan silaturahim. Dalam hubungan ini dijelaskan oleh sabda Rasul
yang artinya “dari urwah dari aisyah istri Rasulullah saw dari nabi saw
bersabda : Silaturahim itu adalah ikatan makna maka barang siapa menyambunganya
maka aku akan menyambungnya dan barang siapa memutuskannya, maka aku akan
memutuskannya. (HR. Bukhari no. 5530)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar