Selasa, 02 Desember 2014

AKIDAH DAN TAUHID



1.      Pengertian Akidah
Dalam kamus al-Munawir, secara etimologis, aqidah berakar dari kata ‘Aqada ya’qidu – ‘Aqiidu berarti simpul, ikatan, perjanjian yang kokoh. Setelah terbentuk menjadi ‘aqidah berarti keyakinan. Relevansi antara arti kata ‘aqdun dan ‘aqiidatun adalah keyakinan itu tersimpul dengan kokoh dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung perjajian. Sedangkan menurut sumber lain, kata aqidah yang kini sudah menjadi bagian dari kosakata bahasa Indonesia, berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti “yang dipercayaihati”, kata ‘aqiidatun seakar dengan kata “al-‘aqdu” yang bermakan menghubungkan menjadi satu dari semua ujung benda sehingga menyatu dan menjadi kuat yang sulit dibuka ikatan tersebut. Alas an digunakan kata aqidah untuk mengungkapkan makna kepercayaan atau keyakinan adalah karena kepercayaan merupakan pangkal dan sekaligus merupakan tujuan dari segala perbuatan mukallaf. Menurut Hasan Al-Banna dalam kitab Majmu’ah ar-Rasa’il. “Aqa’id(bentuk jamak dari aqidah) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikit pun dengan keraguan-raguan”(al-Banna,1963,hal 465)
Menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy dalam kitab Aqidah al-Mu’min “ Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum (aksioma) oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan di dalam hati serta ditakini kesahihan dan keberdaannya secara pasti.”(al-Jazairy, 1978, hal:21)
Informasi yang terdapat didalam Al-Qur’an bahwa setiap manusia dilahirkan kedunia ini sudah menyatakan ikatan iman kepada Allah, yaitu pada saat berada di alam Azali, yaitu alam yang hanya Tuhan saja yang mengetahuinya. Pernyataan diri mengikatkan keimanan kepada Allah itu selanjutnya dikenal dengan istilah bersyahadat. Hal ini dinyatakan dalam al-Qur’an yang berbunyi “Dan (ingatlah) ketrika Tuhan Mu mengeluarkan  keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) bukankah Aku ini Tuhan mu? Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami jadi saksi”. (Qs. Al-A’raf:172)
Ikatan aqidah yang dinyatakan di alam azali itu harus terus dipelihara hingga akhir hayatnya. Itulah sebabnya pada saat manusia lahir ke dunia, dianjurkan agar dikumandangkan azan pada telinga kanannya dan diiqomatkan pada telinga kirinya. Azan dan iqomat ini pada intinya mengingatkan manusia pada ikatan Aqidahnya
Pernyataan kesaksian tersebut selanjutnya diwujudkan dalam ucapan dua kalimat syahadat yang artinya “Aku bersaksi bahwasanya tiada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah”. Disamping itu, sesuai dengan proses dan konsep kejadian manusia yang secara umum terbagi menjadi tiga, yaitu pra-dunia, dunia dan pasca dunia, maka ada bagian yang tidak dapat dijangkau oleh panca indera serta imajinasi manusia. Informasi tentang proses dan kemungkinan keadaan kehidupan di liau dunia tersebut, hanya mungkin diterima dengan sikap percaya dan keyakinan hati bahwa semua informasi tersebut adalah benar.
2.      Prinsip-prinsip Aqidah
Islam mengajarkan setiap manusia wajib menyembah hanya kepada Allah saja dengan tidak memakai perantara apa dan siapapun. Di dalam Al-Qur’an ditegaskan dengan gambling. Firman Allah menegaskan:
64.  Katakanlah: "Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah". jika mereka berpaling Maka Katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)".
Ayat ini menegaskan bahwa dalam peribadatan Islam hanya kepada Allah semata dan menunjukkan kemurnian dalam meng-esakan Allah. Apapun bentuk ibadat di dalam Islam hanya ditujukan untuk Allah, baik shalat, zakat, puasa, haji maupun perkataan, perbuatan tingkah laku yang ada hubungannya dengan sesame manusia atau dengan alam serta lingkungan sekitarnya.
Menurut pendapat Syekh Ali Thanthawi, “futrah dan akal manusia berperan penting dalam masalah aqidah yang diyakini seorang”. Pendapat ini dijabarkan dalam kitab, “Ta’rif Am bi Dinil Islam, fasal Qowaa’idul ‘Aqaid maksud dari pendapat tersebut penulis ringkas dalam pointers berikut:
3.      Ruang lingkup Aqidah Islamiyah
Menurut sistematika Hasan al-Banna maka ruang lingkup pembahasan aqidah Islamiyah meliputi:
a.       Ilahiyat: yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan illah (Tuhan, Allah), seperti wujud Allah, nama-nama dan sifat Allah, perbuatan-perbuatan (af’al) Allah dan lain-lain
b.      Nubuwal: yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi dan Rasul, termasuk pembicaraan mengenai kitab-kitab allah, mu’jizat dan sebagainya.
c.       Ruhaniyat: yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik dseperti malaikat, jin, iblis, setan, roh dan lain sebagainya.
d.      Sam’iyyat: yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bias diketahui lewat sam’I yakni dalil Naqli berupa Al-Qur’an dan as-Sunnah, seperti alam barzah, akhirat, azab, kubur, tanda-tanda kiamat, surge, neraka dan seterusnya
Disamping sistematika di atas pembahasan aqidah bisa juga mengikuti sistematika Arkanul iman:
a.       Kepercayaan akan adanya Allah dan segala sifat-sifat-Nya yaitu sifat wajib, mustahil, dan sifat jaiz, serta wujud-Nya yang dapat dibuktikan dengan keteraturan dan keindahan alam semesta ini
b.      Kepercayaan tentang alam ghaib, yaitu kepercayaan akan adanya alam yang ada dibalik alam nyata ini, yang tidak bias diamati oleh alat indera. Demikian pula makhluk-makhluk yang ada di dalamnya seperti malaikat, jin, iblis, setan, dan ruh
c.       Kepercayaan kepada kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada Rasul. Kitab-kitab itu diturunkan Allah kepada para Rasul agar dijadikan pedoman hidup masyarakat sesuai dengan zamannya. Dengan mempedomani kitab-kitab Allah manusia dapat mem bedakan yang baik dan yang buruk, yang hak dan yang bathil serta yang halal dan yang haram.
d.      Kepercayaan kepada para nabi dan rasul yang telah dipilih oleh Allah untuk member petunjuk dan bimbingan kepada manusia agar melakukan hal-hal yang baik dan hak
e.       Kepercayaan kepada hari akhir serta peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat itu seperti ba’ats (bangkit dari kubur), mizan (timbangan amal baik dan amal buruk), paahala, siksa, surge dan neraka
f.       Kepercayaan kepada akhir (qadha dan qadar) Allah. Dengan takdir Allah ituklah terciptanya alam dan segala isisnya.(Thoyib sah saputra, 2004, hal 4-5)
4.      Metode peningkatan Aqidah
Muhammad al-Ghazali mrngatakan: “Inilah akidah yang kuat, akidah yang sebenarnya”. Apabila keyakinan semacam ini telah dipegang bdan dilaksanakan, maka seirang mukmin yang semacam ini telah mempunyai prinsip yang benar dan kokoh dalam kehidupannya.
Seorang mukmin senantiasa berkomunikasi dengan orang yang penuh rasa tanggung jawab dan waspada dalam segala urusan. Apabila mereka bertidak atas dasar kebenaran maka ia dapat bekerja sama dengan mereka yang berperilaku atas kebenaran pula. Kalau ia melihat mereka ada yang menyimpang dari jalan yang benar., maka ia mengambil jalan sendiri sesuai aqidah yang benar.
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahea “iman itu merupakan satu hal yang `sangat fundamental dalam Islam dan dengan sendirinya akan menjadi pengendali dalam perilaku kehidupan.” Bias jadi gambaran iman itu laksana sebuah mobil yang mengerahkan segala kekuatannya untuk terus berjalan mencapai tujuan. Jika tanpa mesin penggerak, maka sebuah mobil tak ubahnya seperti benda-benda mati yang tidak bias bergerak dan tidak dapat berjalan kea rah tujuan\
Iman adalah landasan berpijak bagi setiap orang Islam. Manusia hidup di dunia ini, seperti yang dilukiskan oleh imam al-Ghazali, tak ubahnya seseorang yang mengarungi lautan. Di waktu badai mengamuk, dia menghadapu gelombang yang bergulung-gulung. Jantungnya berdebar-debar, ia diliputi rasa cemas , takut kalau-kalau tenggelam dan akhirnya terkubur ke dasar laut. Segala usaha dan ikhtiar dijalankan untuk menyelamatkan diri. Apabila badai telah surut, maka ia dapat berlayar seperti orang yang berjalan santai atau bersiul-siul. Pasang naik dan pasang surut`dalam kehidupan lautan adalah sunnatullah yang harus ditemui dan tidak dapat dielakkan.
Demikian jiga manusia dalam kehidupan ini tidak lepas dari berbagai macam masalah jalan yang ditempyh kadang-kadang datar, kadang-kadang menurun, manusia akan bertemu dengan nikmat dan bencana, bahagia dan sengsara dan lain sebagainya. Dalam mengarungi gelombang kehidupan yang demikian, manusia harus mempunyai landasan tempat berpijak mempunyai tali untuk berpegag. Landasan tempat berpijak itu ialah iman, yaitu keyakinan yang berjuang sesuai dengan martabat dan kedudukan.
5.      Pengertian Tauhid
Tauhid berasal dari kata وحد  – يوحد  – توحيدا , yaitu mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan meyakini keesaan-Nya tanpa menyekutukan-Nya dalam rububiyah-Nya, nama-nama dan sifat-Nya, dan uluhiyah serta dalam ibadah kepada-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala Maha Esa walaupun manusia tidak mengesakan-Nya. Tauhid merupakan pengetahuan kesaksian, keyakinan, dan keimanan manusia terhadap ke-Esaan Tuhan dengan segala sifat kesempurnaan dan ke-Esaan.
Mengesakan Allah dalam hal ibadah disebut tauhid karena seorang hamba dengan keyakinannya itu telah mentauhidkan Allah. Ketika dia meyakini keesaan Allah, dia akan beramal sesuai keyakinannya, dengan mengikhlaskan ibadahnya hanya kepada Allah dan berdoa kepada Allah. Mengimani bahwasanya Allah pengatur semua urusan dan pencipta seluruh makhluk, Dia pemilik asmaul husna dan sifat yang sempurna, dan hanya Allah saja yang berhak untuk diibadahi dan bukan selain-Nya.
6.      Ilmu kalam
Secara harfiah, kata ‘kalam’ berarti pembicaraan. Namun secara istilah, kalam tidak sama artinya dengan pembicaraan dalam pengertian sehari-hari, melainkan pembicaraan yang bernalar dengan menggunakan logika. Hal ini menjadi ciri utama ilmu kalam, yaitu rasionalitas atau logika.
Dari penjelasan di atas, kita dapatkan definisi ilmu kalam yaitu ilmu yang membicarakan tentang wujud Allah, sifat-sifat yang wajib ada pada-Nya, sifat-sifat yang mustahil bagi-Nya, dan sifat-sifat yang mungkin ada pada-Nya. Ilmu ini juga membicarakan tentang rasul-rasul Allah dan cara menetapkan kerasulannya, serta mengetahui sifat-sifat yang wajib ada pada mereka, dan sifat-sifat yang tidak mungkin ada pada mereka.
Menurut Ibnu Khaldun, ilmu kalam adalah ilmu yang memuat beberapa alasan untuk mempertahankan keimanan agama Islam dengan menggunakan dalil-dalil aqli (pikiran), serta memuat pula bantahan terhadap orang yang mengingkarinya dan berbeda pandangan dengan pemahaman salaf dan ahli sunah.
Menurut Mutakallimin bahwa tauhid dibagi menjadi beberapa macam, diantaranya sebagai berikut:
a.       Tauhid Rububiyyah
Perkataan rububiyyah bersal dari kata rabb berarti pecipta dan mengatur segala yang ada ini. Dengan demikian, pengertian tauhid rububiyyah itu ialah pengakuan yang buat atau keyakinan yang penuh pada Allah sajalah yang mengatur dan menciptakan alam semesta ini, baik alam nyata maupun alam ghaib. Hendaklah diyakinkan bahwa seluruh makhluk yang ada ini adalah ciptaan Allah sendiri tanpa ada pemabantu-Nya, karena Allah esa dari segala-galanya; Allah itu esa zat-Nya, sifat, dan prbuatan-Nya.
b.      Tauhid asma’ was shifat
Tauhid asma’ was shifat adalah menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah sesuai dengan apa yang telah disifati oleh Allah untuk diri-Nya di dalam Al-Quran atau yang telah ditetapkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di dalam As-Sunnah yang shahih tanpa takwil (menyelewengkan makna), tanpa tafwidh (menyerahkan makna), tanpa tamtsil (menyamakan dengan makhluk) dan tanpa ta’thil Allah Ta’ala berfirman
Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (Q.S. Asy-Syuura : 11)
Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Allah tabaraka wa ta’ala turun ke langit dunia pada setiap malam” (Mutafaqqun ‘Alaih). Di sini turunnya Allah tidak sama dengan turunnya makhluk-Nya, namun turunnya Allah sesuai dengan kebesaran dan keagungan dzat Allah. Ahlussunnah hanya mengimani bahwa Allah memang turun ke langit dunia. Tapi tidak membahas hakikat bagaimana Allah turun apalagi menyamakan turunnya Allah dengan turunnya makhluk.
“Sesungguhnya Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu. Siapa yang menghitungnya maka dia masuk surga."(Tirmidzi)
c.       Tauhid uluhiyah
Tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah dalam ibadah, seperti berdoa, bernadzar, berkurban, shalat, puasa, zakat, haji dan semisalnya. Allah Ta’ala berfirman
“Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang” (Q.S. Al-Baqarah : 163)
Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Maka hendaklah apa yang kamu dakwahkan kepada mereka pertama kali adalah syahadat bahwa tiada Tuhan yang berhak diibadahi kecuali Allah” (Mutafaqqun ‘Alaih). Dalam riwayat Imam Bukhari, “Sampai mereka mentauhidkan Allah”.
Tauhid uluhiyah tidak akan terwujud kecuali dengan dua dasar sebagai berikut:
1.      Menjalankan semua macam ibadah hanya keppda allah SWT bukan kepada yag lain
2.      Ibadah yang dijalankan harus sesuai dengan perintah dan larangan Allah SWT (Aisyah Syukur, dkk, 2004, hal 4-5)
d.      Tauhid Mulkiyah
Menurut bahasa berasal dari kata mulk yang akhirnya menjadi malik artinya menguasai, sedangkan menurut istilah meyakini bahwa Allah sebagai satu-satunya zat yang menguasai alam semesta ini, dengan hak penuh penetapan peraturan atas kehidupan.
Firman Allah QS Albaqarah 257 :
Dalam arti lain tauhid mulkiyah adalah mentauhidkan Allah dalam mulkiyahnya bermakna kita mengesakan Allah terhadap pemilikan, pemerintahan dan penguasaanNya terhadap alam ini. Dialah Pemimpin, Pembuat hukum dan Pemerintah kepada alam ini. Hanya landasan kepemimpinan yang dituntut oleh Allah saja yang menjadi ikutan kita. Hanya hukuman yang diturunkan oleh Allah saja menjadi pakaian kita dan hanya perintah dari Allah saja menjadi junjungan kita. Tauhid Mulkiyah menuntuk adanya ke-wala-an secara totalitas kepada Allah, Rasul dan Amirul Mukmin (selama tidak bermaksiat kepada Allah SWT
e.       Tauhid Rahmaniah
Menurut bahasa rahmaniyah berasal dari kata rahman yaitu yang memiliki arti kasih sayang, menurut istilah adalah meyakini bahwa Allah sebagai satu-satunya zat yang memberikan kasih sayang pada seluruh makhluk yang ada di alam semesta.
Pada prinsipnya tauhid rahmaniyah merupakan perwujudan dari setiap sikap muslim. Yang memilki tututan untuk memberikan dan menebarkan kasih saying pada seluruh alam semesta. Sikap ini selaras dengan misi rahmatan lil ‘alamin yang diemban Rasulullah yaitu untuk memberikan kasih saying kepada seluruh makhluk yang ada si alam semesta. Pada hakikatnya segala sesuatu yang ada di alam semesta ini merupakan manifestasi dari rahmat Allah. Namun yang ditam[pilkan dengan predikat Al-Rahman secara langsung ialah Al-Qur’an sendiri dan surge di akhirat.
Pengembangan hubungan baik yang dilandasi rasa kasih saying dalam lingkungan keluarga, dikenal dalam ajaran Islam dengan silaturahim. Dalam hubungan ini dijelaskan oleh sabda Rasul yang artinya “dari urwah dari aisyah istri Rasulullah saw dari nabi saw bersabda : Silaturahim itu adalah ikatan makna maka barang siapa menyambunganya maka aku akan menyambungnya dan barang siapa memutuskannya, maka aku akan memutuskannya. (HR. Bukhari no. 5530)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PORTOFOLIO RANGKUMAN TUGAS PEMBATIK LEVEL 4 TAHUN 2023

Tidak terasa perjalanan yang luar biasa hingga sampai pada titik ini. Langkah demi langkah, menyelesaikan tugas demi tugas yang tentunya ber...