Metode Pendidikan

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir 2
Dosen Pengampu: Drs. Abd. Faishol, M.Hum
Disusun Oleh:
Febrim Nur Romadhona (123
111 162)
Fidia Astuti (123
111 163)
Fitri Marta Ningrum (123
111 164)
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI
SURAKARTA
2014
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an
ialah salah satu sumber hukum dan dalil hukum, dan sebagai petunjuk atau
sebagai sumber dari ilmu pengetahuan yang berasal dari Allah supaya manusia
menjadi makhluk yang mengenal Allah dan mampu mengemban amanah sebagai khalifah
Allah. Tafsir Al-Qur’an adalah penjelas tentang maksud firman Allah sesuai
kemampuan manusia. Kemampuan itu bertingkat-tingkat, sehingga yang dicerna atau
yang diperoleh seorang penafsir dari Al-Qur’an bertingkat-tingkat pula.
Di
dalam Al-Qur’an mengandung nilai-nilai pendidikan, pendidikan yang berlandaskan
Al-Qur’an sebagai sumber utama. Dan didalam pendidikan terdapat metode dalam
melakukan pendidikan. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami menjelaskan
tentang metode pendidikan yang terdapat pada Surat Al-Maidah ayat 67.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian di atas, kami menyimpulkan beberapa masalah, yaitu:
1.
Bagaimana
bunyi Surat Al-Maidah ayat 67?
2.
Bagaimana
terjemahan Surat Al-Maidah ayat 67?
3.
Bagaimana
tafsir dari Surat Al-Maidah ayat 67?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Surat Al-Maidah: 67
"Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu.
dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak
menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia.
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (QS. Al-Maidah: 67)"
B.
Mufrodat
يَاأَيُّهَا الرَّسُولُ : Hai rasul
بَلِّغْ : Sampaikanlah
مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ : Apa yang di turunkan kepadamu
مِنْ رَبِّكَ : Dari tuhanmu.
وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ :
Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu)
فَمَا بَلَّغْتَ : Kamu tidak menyampaikan
رِسَالَتَه : Amanat-Nya
وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ :
Allah memelihara kamu
مِنَ النَّاسِ :
Dari (gangguan) manusia
إِنَّ اللَّهَ : Sesungguhnya allah
لَا يَهْدِي : Tidak memberi petunjuk
الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ : Kepada orang-orang yang kafir
C.
Penjelasan
Allah berfirman yang ditujukan
kepada hamba sekaligus Rasul-Nya, Muhammad saw, atas nama kerosulan, serta
menyuruhnya untuk menyampaikan semua yang dibawanya dari Allah. Maka sungguh
beliau telah mentaati dan mengajarkan perintah itu dengan sempurna.
Dalam menafsirkan ayat tersebut,
al-Bukhari mengatakan dari ‘Aisyah: “Barang siapa yang menceritakan kepadamu
bahwa Muhammad menyembunyikan sesuatu dari apa yang telah diturunkan oleh Allah
kepadanya, sungguh orang itu telah berdusta. Sebab Allah SWT berfirman: ‘Hai
Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu.’’’
Firman-Nya: “dan jika tidak kamu
kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan
amanat-Nya.” Yakni, jika engkau menyembunyikan satu ayat yang diturunkan
kepadamu dari Rabbmu, berarti engkau tidak menyampaikan risalah-Nya.
Firman Allah: “Allah memelihara
kamu dari (gangguan) manusia.” Maksudnya, sampaikanlah risalah-Ku, niscaya
Aku akan menjaga, menolong dan mendukungmu dalam menghadapi musuh-musuhmu,
serta memenangkan dirimu atas mereka. Maka janganlah engkau takut dan bersedih,
karena tidak akan ada seorang pun yang dapat berlaku jahat terhadap dirimu dan
menyakitimu. Sebelum ayat ii turun Rasulullah dalam keadaan dijaga (dikawal),
sebagaimana Imam Ahmad berkata: ‘Aisyah memberitahuhkan, bahwa Rasulullah pada
suatu malam pernah tidak tidur malam, ketika itu ia (‘Aisyah) berada ke sisi
beliau. Ia berkata: ‘lalu kutanyakan: ‘Ya Rosulullah, apa yang terjadi
denganmu?’ Beliau menjawab: ‘Aku berharap ada seorang yang shalih dari
para sahabatku yang menjagaku pada malam ini.’ ‘Aisyah berkata: ‘ketika
dalam keadaan itu, tiba-tiba aku mendengar suara senjata.’ Lalu beliau
bertanya: ‘Siapa itu?’ orang itu menjawab: ‘Ini aku, Sa’ad bin Malik.’
Beliau bertanya: ‘Apa yang menjadikanmu datang ke sini?’ Ia menjawab: ‘Aku
datang untuk menjagamu, ya Rosulullah.’ ‘Aisyah berkata: ‘Maka aku pun
mendengar suara tidur Rosulullah.’” (Al-Bukhari dan Muslim juga
meriwayatkan dalam ash-shahihain)
Firman-Nya: “Sesungguhnya Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” Maksudnya,
sampaikanlah risalah Rabbmu, sebab Allah-lah yang memberi petunjuk kepada siapa
yang dikehendaki-Nya, dan menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya, sebagaimana
Allah berfirman: “Bukanlah kewajibanmu memberi petunjuk kepada mereka,
tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang
dikendaki-Nya,” (QS. Al-Baqarah: 272)[1]
Thabathaba’i juga membahas
penempatan ayat ini, menegaskan bahwa ayat ini berbicara tentang satu masalah
agama yang sangat khusus, yang bila tidak disampaikan, maka ajaran agama secara
keseluruhan tidak beliau sampaikan. Thahir Ibn ‘Asyur menambahkan bahwa ayat
ini mengingatkan Rasul agar menyampaikan ajaran agama kepada Ahl al-Kitab tanpa
menghiraukan kritik dan ancaman mereka, apalagi teguran-teguran yang dikandung
oleh ayat-ayat lalu harus disampaikan Nabi saw. Itu merupakan teguran keras,
seperti banyak di antara mereka yang fasiq dan frman-Nya: ”Apakah
akan aku beritakan kepada kamu tentang yang lebih buruk dari itu pembalasannya
di sisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuk dan dimurkai Allah” dan
lain-lain teguran tegas ini, pada hakikatnya tidak sejalan dengan sifat Nabi
saw.[2]
D. Penerapan
atau Aplikasi Terhadap Dunia Pendidikan
Metode pembelajaran dan mengajar
dalam Islam tidak terlepas dari sumber pokok ajaran yaitu Al-Qur’an. Al-Qur’an
sebagai tuntunan dan pedoman bagi umat telah memberikan garis-garis besar
mengenai pendidikan terutama tentang metode pembelajaran dan metode mengajar.
Ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan metode pembelajaran dan mengajar dalam
presfektif Al-Qur’an salah satunya terdapat Surat Al-Maidah ayat 67.
Dalam ayat tersebut terdapat kalimat
“Balligh” yang artinya “Sampaikanlah”. Balligh berasal dari kata Al-Balagh
atau Al-Bulugh yaitu sampai ke tujuan yang dimaksud baik berupa tempat, masa
atau lainnya. Sedangkan masdarnya tabligh berarti ajakan atau seruan yang jelas
dan gambling karena masa awal-awal Islam tabligh tersebut disampaikan secara
sembunyi-sembunyi.
Secara bahasa, Tabligh berasal dari
kata balagha, yuballighu, tablighan, yang berarti menyampaikan. Tabigh
adalah kata kerja “transtif”, yang berarti membuat seseorang sampai,
menyampaikan, atau melaporkan, dalam arti menyampaikan sesuatu kepada orang
lain. Dalam bahasa Arab, orang yang menyampaikan disebut Mubaligh.
Dalam pandangan Muhammad A’la
Thanvi, membahas Tabligh sebagai sebuah istilah ilmu dalam retorika, yang
didefinisikan sebagai sebuah pernyataan kesastraan yang secara fisik maupun
logis mungkin. Bagaimana orang yang diajak bicara bisa terpengaruh, terbuai,
atau terbius, serta yakin dengan untaian kata-kata atau pesan yang disampaikan.
Jadi menurut pendapat ini, dalam Tabligh ada aspek yang berhubungan dengan
kepiawaian penyampai pesan dalam merangkai kata-kata yang indah yang mampu
membuat lawan bicara terpesona.
Sedangkan menurut Dr. Ibrahim,
Tabligh adalah, “Memberikan informasi yang benar, pengetahuan yang factual, dan
hakikat pasti yang bisa menolong dan membantu manusia untuk membentuk pendapat
yang tepat dalam suatu kejadian atau dari berbagai kesulitan.
Sedangkan dalam koteks ajaran Islam,
tabligh adalah penyampaian dan pemberitaaan tentang ajaran-ajaran Islam kepada
umat manusia, yang dengan penyampaian dan pemberitaan tersebut, pemberita
menjadi terlepas dari beban kewajiban memberitakan dan pihak penerima berita
menjadi terikat dengannya. Dalam konsep Islam, tabligh merupakan salah satu
perintah yang dibebankan kepada para utusan-Nya. Nabi Muhammad sebagai utusan
Allah beliau menerima risalah dan diperintahkan untuk menyampaikannya kepada
seluruh umat manusia, yang selanjutnya tugas ini diteruskan oleh pegikut dan
umatnya.
QS Al-Maidah ayat 67 ini
memerintahkan kepada Nabi Muhammad supaya menyampaikan apa yang telah
diturunkan kepadanya tanpa menghiraukan besarnya tantangan yang akan
dihadapinya. Dalam melaksanakan tugas tabligh ini, beliau menunjukkan metode
langsung, baik berupa contoh, maupun ajakan.
Nabi Muhammad adalah teladan di
dalam alam nyata. Mereka memperhatikan beliau, sedangkan beliau adalah manusia
seperti mereka lalu melihat bahwa sifat-sifat dan daya-daya itu menampakan diri
didalam diri beliau. Mereka menyaksikan hal itu secara nyata didalam diri
seorang manusia. Oleh karena itu hati mereka tergerak dan perasaan
mereka tersentuh. Mereka ingin mencontoh Rasulullah. Semangat mereka tidak
mengendur, perhatian mereka tidak dipalingkan, serta tidak membiarkannya
menjadi impian kosong yang terlalu muluk, karena mereka melihatnya dengan nyata
hidup di alam nyata, dan menyaksikan sendiri kepribadian itu secara konkrit
bukan omong kosong di alam khayalan belaka.
Oleh karena itu Rasulullah Saw
merupakan teladan terbesar buat umat manusia, beliau adalah seorang pendidik,
seorang yang memberi petunjuk kepada manusia dengan tingkah lakunya sendiri
terlebih dahulu sebelum dengan kata-kata yang baik.
Islam berpendapat, bahwa suri
tauladan adalah tehnik pendidikan yang paling baik, dan seorang anak harus
memperoleh teladan dari keluarga dan orang tuanya agar ia semenjak kecil sudah
menerima norma-norma Islam dan berjalan berdasarkan konsepsi yang tinggi itu.
Dengan demikian Islam mendasarkan metodologi pendidikannya kepada sesuatu yang akan
mengendalikan jalan kehidupan dalam masyarakat. Maka bila suatu masyarakat
Islam terbentuk, masyarakat itu akan mengisi anak-anaknya dengan norma-norma
Islam melalui suri tauladan yang diterapkan dalam masyarakat dan terlaksana
didalam keluarga dan oleh orang tua.
Dari uraian diatas bahwa dapat
dikatakan bahwa pendidikan adalah sebagai jalan untuk menyelamatkan manusia
dalam hal ini anak didik, maka pendidikan harus dibina dan jalankan secara
baik, guru yang bertugas sebagai pemberi ilmu atau sebagai orang yang
memfasilitasi anak didiknya untuk mendapatkan wawasan diharuskan mengajar sesusai
dengan norma-norma pendidikan yang ada. Menyampaikan ilmu pengetahuan secara
jelas dan tepat, tidak hanya mentransferkan ilmunya saja tetapi harus diimbangi
dengan sikap atau akhlak yang baik yang sesuai dengan aturan Agama dan adat
yang ada.
Rasulullah sebagai pengembang
risalah Allah, beliau dituntut untuk menyampaikan yang haq kepada umat manusia
di bumi ini, tidak menyembunyikan sedikitpun dari risalah yang ada
meskipun itu pahit dirasakannya, beliau adalah sosok manusia yang sempurna
ucapan dan perbuatannya seimbang sehingga beliau adalah cerminan dari Al-Quran
yang menjadi tauladan bagi umat manusia. Begitupun bagi seorang guru sebagai
penyampai ilmu pengetahuan, guru dituntut untuk menyampaikan ilmu pengetahuan
secara baik kepada anak didiknya.[3]
BAB III
KESIMPULAN
Ayat
ini memberi ketegasan bahwa menyampaikan perintah Allah kepada umatnya adalah
suatu tugas yang penting yang tidak boleh diabaikan. Tafsir surat Al-Maidah
ayat 67 ini mengandung makna bahwa menyampaikan risalah itu merupakan perintah Allah.
Allah memerintahkan Nabi untuk menyampaikan risalah kenabian kepada umatnya.
Bagi Nabi tugas ini sangat berat karena merupakan tanggung jawab dunia akhirat.
Nabi menegaskan kembali tentang tugas yang dipikul kepadanya. Ini artinya
sebuah perintah harus dipertanggung jawabkan. Bagi seorang guru pada akhir
tugas pembelajaran harus ada pertanggng jawaban.
Dalam
dunia pendidikan guru pun mendapat tantangan seperti itu guru adalah profesi
mulia yang harus dijalankan sepenuh hati sebagai pemegang amanah mulia ini guru
dituntut bekerja professional, artinya dalam menyampaikan ilmu pengetahuan
tidak boleh asal-asalan harus merujuk pada pedoman atau kode etik guru dalam
mengajar, pasal-pasal tentang perlindungan guru pun telah diupayakan olah
Negara, sehingga guru dalam melaksanakan tugasnya tidak terbebani oleh
masalah-masalah yang dikhawatirkannya.
DAFTAR
PUSTAKA
http://secerahpewarna.wordpress.com/2012/06/16/metode-pembelajaran-suri-tauladan/
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah: pesan, kesan dan
keserasian Al-qur’an. Jakarta: Lentera Hati.
Syaikh, ‘Abdullah bin Muhammad Alu. 2008. Labaabut Tafsir Min
Ibni Katsir. Terjemahan oleh ‘Abdul Ghoffur. Jakarta: Pustaka Imam
Asy-syafi’i.
[1] ‘Abdullah bin
Muhammad Alu Syaikh, Labaabut Tafsir Min Ibni Katsir, Terjemah ‘Abdul Ghoffur,
(Jakarta: Pustaka Imam Asy-syafi’i, 2008), hlm, 154-156.
[2] M. Quraish
Shihab, Tafsir Al-Mishbah: pesan, kesan dan keserasian Al-qur’an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), hlm 151-152.
[3]
http://secerahpewarna.wordpress.com/2012/06/16/metode-pembelajaran-suri-tauladan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar