A. LATAR BELAKANG
Komponen Sistem Instruksional (KSI) merupakan manifestasi dari fungsi-fungsi pengelolaan dan pengembangan. Yang mana KSI mencakup: orang, pesan, bahan, teknik, alat, dan latar. Fungsi-fungsi pengelolaan yang telah dilaksanakan perlu dilakukan pengembangan dengan Komponen Sistem Instruksional (KSI). KSI orang dimaksudkan pada pembelajar dan pebelajar. Keduanya memiliki karakteristik yang berorientasi kepada keberhasilan belajar (Rohmad, 2014: 111).
. Selain itu, dalam perkembangan sekarang ini, alat masuk dalam Komponen Sistem Instruksional (KSI) yang termasuk dalam kawasan teknologi pembelajaran dan pendidikan (Rohmad, 2014: 111). Elemen alat inilah memiliki kedudukan penting dengan KSI lainnya. Dalam Proses Belajar Megajar (PBM) alat pembelajaran sering disebut media pembelajaran.
Adanya alat dapat mengubah pikiran manusia, mengubah cara kerja dan cara hidupnya. Juga pendidikan tidak bebas dari pengaruh teknologi. Banyak yang diharapkan dari alat-alat teknologi untuk membantu mengatasi berbagai masalah pendidikan, misalnya untuk mengatasi kekurangan guru guna memenuhi aspirasi belajar atau untuk membantu pelajar menguasai pengetahuan yang berkembang (Nasution, 1994: 99).
Kita dapat memahami bahwa penggunaan teknologi dan alat dalam pembelajaran sangat bermanfaat bagi guru, maupun kepada peserta didik dalam meningkatkan mutu pembelajaran. Pada era globalisasi seperti ini, setiap pendidik dan peserta didik perlu menyesuaikan dan mengikuti perkembangan zaman. Semua pemanfaatan multimedia (alat) yang canggih juga tidak melepaskan alat yang sederhana, karena alat sederhana juga diperlukan untuk mendukung kelengkapan suatu penyajian, sehingga harapan untuk meningkatkan mutu pembelajaran dapat tercapai. Namun perlu diingat, bahwa setiap guru harus memperhatikan karakteristik dan kemampuan masing-masing alat agar mereka dapat memilih alat mana yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan (Rohmad, 2014: 356).
Menurut Winkel, 1991 (dalam Eveline Siregar dan Hartini, 2011: 12) Pembelajaran adalah seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar siswa, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian ekstrim yang berperanan terhadap rangkaian kejadian-kejadian intern yang berlangsung dialami siswa.
Pengertian pembelajaran lainnya menurut Miarso (dalam Eveline Siregar dan Hartini, 2011: 12-13), pembelajaran adalah usaha pendidikan yang dilaksanakan secara sengaja, dengan tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan, serta pelaksanaannya terkendali. Salah satunya adalah dalam proses pembelajaran SKI.
SKI adalah singkatan dari kalimat Sejarah Kebudayaan Islam. Sejarah kebudayaan Islam bisa dipahami sebagai berita atau cerita peristiwa masa lalu yang mempunyai asal-muasal tertentu. Dan merupakan catatan lengkap tentang segala sesuatu yang di hasilkan oleh umat islam untuk kemaslahatan hidup dan kehidupan manusia. Atau suatu kejadian dimasa lalu yang dapat dibuktikan kebenarannya yang bersumber dari umat Islam. Materi SKI merupakan salah satu rumpun mata pelajaran yang ada pada jenjang madrasah.
Jenjang Madrasah Aliyah mulai dari umur 15-18 disebut juga dengan usia remaja madya. Salzman mengemukakan (dalam buku Syamsu Yusuf, 2012: 184), bahwa remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung (dependence) terhadap orang tua ke arah kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri, dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral.
Untuk merumuskan sebuah definisi yang memadai tentang remaja tidaklah mudah, sebab kapan masa remaja berakhir dan kapan anak remaja tumbuh menjadi seorang dewasa tidak dapat ditetapkan secara pasti.
Kesulitan untuk memastikan kapan berakhirnya masa remaja ini, di antaranya karena edolesen (remaja) sesungguhnya merupakan suatu ciptaan budaya, yakni suatu konsep yang muncul dalam masyarakat modern sebagai tanggapan terhadap perubahan sosial yang menyertai perkembangan industri pada anak ke-19 di Eropa dan Amerika Serikat. Setidaknya, hingga akhir abad ke-18, konsep adolesen belum digunakan untuk menunjukkan suatu periode tertentu dari kehidupan manusia. Baru sejak abad ke-19 muncuk konsep adolesen sebagai suatu periode kehidupan tertentu yang berbeda dari masa anak-anak dan masa dewasa.
SKI merupakan salah satu mata pelajaran yang terdapat pada rumpun mata pelajaran di Madrasah dimana wajib diikuti oleh pebelajar. Banyak sekali problematika yang muncul dari proses pembelajaran SKI, diantaranya adalah dimana pemahaman yang didapat pebelajar dari proses penyampaian pesan belajar kepada pebelajar dirasa kurang maksimal. Penyampaian pesan belajar yang monoton kepada pebelajar dapat menimbulkan kebosanan, pembelajar terkadang hanya menggunakan metode cermah dan cerita dalam penyampaian pesan belajarnya.
Kemudian kurangnya kretifitas pembelajar inilah yang menjadikan proses pembelajaran kurang maksimal. Ketika seorang pembelajar mampu mejadikan suasana belajar yang menarik dan asik dalam proses pembelajaran SKI, hal ini mungkin dapat mengatasi permasalahan yang terjadi sehingga transfer ilmu dan pemahaman kepada pebelajar dapat optimal. Pembelajar juga perlu memperhatikan alat yang merupakan salah satu komponen dari sistem intruksional.
Pelajaran SKI disajikan oleh pembelajar perlu memanfaatkan alat dalam pembelajaran. Hal ini untuk menghindari verbalistik. Selain itu, pebelajar menerima pelajaran terkesan kurang menarik (Rohmad, 2014). Ketika seorang pembelajar mampu memilih alat atau media yang digunakan hal ini juga akan menunjang dari optimalisasi pembeljaran SKI di Madrasah yang dimana sudah disesuaikan dari berbagai aspek diantaranya aspek psikologis.
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana memanfaatkan alat pembelajaran dalam Komponen Sistem Instruksional (KSI) pembelajaran SKI jenjang Madrasah Aliyah?
C. PEMBAHASAN
1. KSI (Komponen Sistem Instruksional)
Komponen Sistem Instruksional (KSI) merupakan manifestasi dari fungsi-fungsi pengelolaan dan pengembangan. Yang mana KSI mencakup: orang, pesan, bahan, teknik, alat, dan latar. Untuk memperjelas terapan teori teknologi pembelajaran, maka dalam pemaparan riferensi ini dipilih KSI pada elemen alat. Elemen alat inilah memiliki kedudukan penting dengan KSI lainnya. Dalam Proses Belajar Megajar (PBM) alat pembelajaran sering disebut media pembelajaran. Sehubungan dengan hal itu, terapan teori teknologi pembelajaran dalam PBM mempertimbangkan karakteristik pesan pembelajaran (Rohmat, 2014: 111).
Pola pengajaran dengan pemanfaatan sistem instruksional yang lengkap, meliputi pembelajaran bermedia dimana pengajar terlibat dalam merancang, menilai, menyeleksi, dan berperan aktif dalam fungsi pemanfaatan hal-hal yang belum tercakup dalam sistem instrruksional. Sebagian besar proses pembelajaran diberikan melalui sistem instruksional yang telah dirancang sebelumnya, dan terdiri dari komponen sistem instruksional yang bukan manusia (bahan, alat, teknik, latar, dan pesan). KSI tersebut merupakan faktor-faktor yang langsung berhubungan kepada pebelajar dalam proses belajar mengajar. Selanjutnya, supaya pembelajaran menarik, mudah diterima dan memperjelas daya serap pebelajar perlu memanfaatkan KSI alat dalam membantu berlangsungnya pembelajaran.
2. Alat Pembelajaran
Yang dimaksud dengan alat bantu pendidikan adalah alat yang mempermudah dalam penyampaian bahan pendidikan atau pengajaran. Alat bantu ini sering disebut alat peraga karena berfungsi untuk membantu dan meragakan sesuatu dalam proses pengajaran. Alat peraga ini disusun berdasarkan prinsip bahwa pengetahuan yang ada pada setiap manusia itu diterima atau ditangkap oleh panca indera (Zainal Mustakim, 2011: 148).
Alat pembelajaran adalah setiap peralatan yang dapat menunjang efektivitas dan efisiensi pembelajaran. Karena sifatnya yang demikian itu, maka sebagian orang ada yang berpendapat atau menyebutkan alat pembelajaran sebagai sarana belajar atau sarana pembelajaran. Alat pembelajaran ini juga termasuk bagian dari sumber pembelajaran karena dapat mempengaruhi tingkah laku para siswa.
Selain meningkatkan daya ingat anak terhadap sebuah pelajaran, penggunaan alat peraga juga memiliki sejumlah kegunaanya (Zainal Mustakim,2011: 158-160), diantaranya:
1. Memperoleh Konsentrasi
Di zaman modern ini, ada banyak sekali hal yang sangat mengalihkan perhatian anak dari pelajaran sekolah. Misalnya suara es krim, gangguan teman sebaya yang bosan, temanya yang menangis. Belum lagi banyak hiburan tang lebih menarik seperti Televisi, DVD dan mainan anak. Mau tak mau peran guru harus mencari cara yang dapat mempertahankan konsentrasi anak. Jika guru hanya bercerita secara untuk memanfaatkan alat peraga.
2. Mengajar dengan lebih cepat
Waktu untuk menyampaikan pelajaran sering kali dapat terbatas. bila pelajaran hanya disampaikan dengan kata-kata saja mungkin dapat disalah pahami oleh pendengarnya belum lagi waktu yang dipakai juga panjang. Namun, dengan bantuan alat peraga, guru juga dapat menjelaskan banyak hal dalam waktu yang lebih singkat, juga dapat mencapai hasil mengajar dengan lebih cepat.
3. Mengatasi masalah keterbatasan waktu.
Waktu yang sudah berlaku tidak akan pernah kembali. Bagaimana mungkin kita bias mengulang kembali peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi dimasa lampau? Dengan alat-alat peraga, kita dapat menampilkan kembali peristiwa-peristiwa sejarah dalam bentuk alat-alat peragatertentu. Dengan demikian masalah keterbatasan waktu dapat teratasi.
4. Mengatasi masalah keterbatasan tempat
Hamper semua peristiwa yang dalam Al-quran terjadi diwilayah Indonesia. Kita hamper idak mungkin mengajak anal-anak mengunjungi langsung kesan. Kendala iin dapat disiasati dengan penggunaan alat peraga. Misalnya dengan menunjukan peta atau foto wilayah palestina.
5. Mengatasi masalah keterbatasan bahasa
Kemampuan anak-anak untuk mengerti bahasa sangat terbatas.. Pengalaman hidup yang pendek dan jangkal juga menyebabkan mereka tidak dapat mengerti istilah-istilah tertentu. Misalnya mereka mengkin tidak mengeti arti “kerja sama”, namun bila dijelaskan dengan gambar tentang anak-anak yang bekerja bersama-sama, mereka pasti dapat mengerti maksud kata tersebut.
6. Membangkitkan emosi manusia
Ada pepatah “sebuah gambar mewakili ribuan kata-kata” menyampaikan sebuah berita dengan gambar-gambar akan lebih berhasil dibandingkan dengan hanya melalui kata-kata. Apalagi jika ada suara hidupnya tentu akan lebih mudah menayampaikan berita tersebut dibandingkan melalui kata-kata. Alat juga dapat membangkitkan emosi manusia.
7. Menyamapikan suatu konsep dalam bentuk yang baru
Alat peraga yang berbentuk gambar sketsa, bagan dan lain-lain, memudahkan penerimaan suatu konsep yang jelas dengan segera, dapat merangsang pikirngan dan. Juga dapat membrikan penerangan dan penjelasan yang baru dan nyata.
8. Menambah daya pengertian
Cara belajar yang monoton membuat orang merasa bosan, tetapi bila disampaikan dengan bentuk yang berbeda akan memberikan kesegaran pada murid, menambah suasana suasana belajar yang menyenangkan dan mampu membangkitkan motivasi belajar. Penggunaan peraga harus bervariasi, supaya ditengah suasana yang segar dan menyenangkan murid dapat mempelajari kebenaran dengan lebih efektif.
Prinsip pemilihan alat pengajaran menurut Moh. Uzer Usman ialah:
1. Alat-alat yang dipilih harus sesuai dengan kematangan dan pengalaman anak/siswa.
2. Alat yang dipilih harus tepat, memadai, dan mudah digunakan.
3. Harus direncanakan dengan teliti dan diperiksa lebih dahulu.
4. Penggunaan alat peraga disertai kelanjutannya dengan diskusi, analisis, dan evaluasi
5. Sesuai dengan batas kemampuan biaya.
3. Pembelajaran SKI
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar dan lingkungan belajar (kemendiknas, 2012, 4). Menurut Oemar Hamalik (2013: 57) pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.
SKI adalah singkatan dari kalimat Sejarah Kebudayaan Islam. Kata sejarah berasal dari Bahasa Arab, yaitu Syajaratun yang berarti pohon. Menurut bahasa arab, sejarah sama artinya dengan sebuah pohon yang terus berkembang dari tingkat yang sangat sederhana ke tingkat yang lebih kompleks atau ke tingkat yang lebih maju. Itu sebabnya, sejarah diumpamakan menyerupai perkembangan sebuah pohon yang terus berkembang dari akar sampai ranting yang terkecil.
Dalam bahasa inggris “sejarah” (history) berarti masa lampau umat manusia. Sedangkan bahasa jerman, kata “sejarah” (geschicht) berarti sesuatu yang telah terjadi (Wawan Badrika, 2006: 2). Sedangkan dalam KBBI kata sejarah diartikan sebagai kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2001)
Menurut Ibn khaldun (2012:9) secara hakikat, sejarah mengandung pemikiran, penelitian, dan alasan-alasan detail tentang perwujudan masyarakat dan dasar-dasarnya, sekaligus ilmu yang mendalam tentang karakter berbagai peristiwa. Karena itu, sejarah adalah ilmu yang orisinil tentang hikmah dan layak untuk dihitung sebagai bagian dari ilmu-ilmu yang mengandung kebijaksanaan atau filsafat.
Kebudayaan adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat, keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2001).
Kebudayaan menurut Syed Sajjid Husain (1994: 8-9) adalah sebuah kata yang sangat sulit untuk didefinisikan. Perlulah kita membedakannya dari peradaban. Dia merupakan rasa ingin tahu manusia yang menantang manusia untuk mendapatkan lebih banyak pengetahuan demi pengetahuan itu sendiri dan juga memanfaatkan pengetahuan tersebut dalam kehidupan nyata.
Sejarah kebudayaan Islam bisa dipahami sebagai berita atau cerita peristiwa masa lalu yang mempunyai asal-muasal tertentu. Jadi, kebudayaan ini adalah hasil karya, rasa dan cipta orang-orang Muslim. Kata Islam pada sejarah kebudayaan Islam bukan sekedar menunjukkan bahwa kebudayaan iti dihasilkan oleh orang-orang Muslim melainkan sebagai sebagai rujukan sumber nilai. Islam menjadi nilai kebudayaan itu. Ini juga berarti bahwa kebudayaan Islam adalah hasil karya, cipta, dan rasa manusia yang menafsirkan agamanya dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, sejarah kebudayaan Islam sama dengan sejarah kebudayaan lain pada umumnya, yang bersifat dinamis. Perbedaannya terletak pada sumber nilainnya (Hanafi, 2012: 7)
4. Usia Remaja
Remaja sebagai periode tertentu dari kehidupan manusia merupakan suatu konsep yang relatif baru dalam kajian psikologi. Di negara-negara Barat, Istilah remaja dikenal dengan “adolescence” yang berasal dari kata dalam bahasa Latin “adolescere” (kata bendanya adolescentia = remaja) yang berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa. Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu: 12 - 15 tahun = masa remaja awal, 15 – 18 tahun = masa remaja pertengahan, dan 18 – 21 tahun = masa remaja akhir.
Tetapi, Monks, Knoers & Haditono, (2001) membedakan massa remaja atas empat bagian, yaitu: (1) masa pra-remaja atau pra-pubertas (10-12 tahun), (2) masa remaja awal atau pubertas (12-15 tahun), (3) masa remaja pertengahan (15-18 tahun) dan (4) masa remaja akhir (18-21 tahun). Remaja awal hingga remaja akhir inilah yang disebut masa adolesen. Istilah remaja telah digunakan secara luas untuk menunjukkan suatu tahap perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa, yang ditandai oleh perubahan-perubahan fisik umum serta perkembangan kognitif dan sosial.
a. Perkembangan Fisik
Perubahan-perubahan fisik merupakan gejala primer dalam pertumbuhan masa remaja, yang berdampak terhadap perubahan-perubahan psikologis (Sarwono, 1994). Pada mulanya, tanda-tanda perubahan fisik dari masa remaja terjadi dalam konteks pubertas. Dalam konteks ini, kematangan organ-organ seks dan kemampuan reproduktif bertumbuh dengan cepat. Baik anak laki-laki maupun anak perempuan mengalami pertumbuhan fisik yang cepat, yang disebut “growth spurt” (percepatan pertumbuhan), di mana terjadi perubahan dan percepatan pertumbuhan di seluruh bagian dan dimensi badan (Zigler & Stevenson, 1993). Pertumbuhan cepat bagi anak perempuan terjadi 2 tahun lebih awal dari anak laki-laki. Umumnya nak perempuan mulai mengalami pertumbuhan cepat pada usia 10.5 tahun dan anak laki-laki pada usia 12.5 tahun. Bagi kedua jenis kelamin, pertumbuahan cepat ini berlangsung selama kira-kira 2 tahun (Diamond & Diamond, 1986).
Menurut Zigler dan Stevenson (1993), secara garis besarnya perubahan-perubahan tersebut dapat dikelompokkan dalam 2 kategori, yaitu perubahan-peruhbahan yang berhubungan dengan pertumbuhan fisik dan perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan karakteristik seksual.
b. Perkembangan kognitif
Ditinjau dari perspektif teori kognitif Piaget, maka pemikiran masa remaja telah mencapai tahap pemikiran operasioanal formal (formal operational thought), yakni suatu tahap perkembangan kognitif yang dimulai pada usia kira-kira 11 atau 12 tahun dan terus berlanjut sampai remaja mencapai masa tenang atau dewasa (Lerner & Hustlsch, 1983). Pada tahap ini, anak sudah dapat berfikir secara abstrak dan hipotesis. Pada masa ini, anak sudah mampu memikirkan sesuatu yang akan atau mungkin terjadi, sesuatu yang abstrak.
Masa remaja adalah suatu periode kehidupan di mana kapasitas untuk memperoleh dan menggunakan pengetahuan secara efisien mencapai puncaknya (Mussen, Conger & Kagan, 1969). Hal ini adalah karena selama periode remaja ini, proses pertumbuhan otak mencapai kesempurnaan. Sistem syaraf yang berfungsi memproses informasi berkembang dengan cepat. Di samping itu, pada masa remaja ini juga terjadi reorganisasi lingkungan syaraf prontal lobe (belahan otak bagian depan sampai pada belahan atau celah sentral). prontal lobe ini berfungsi dalam aktivitas kognitif tingkat tinggi, seprti kemampuan merumuskan perencanaan strategi atau kemampuan mengambil keputusan (Carol & Daavid R, 1995).
Perkembangan prontal lobe tersebut sangat berpengaruh terhadap kemampuan kognitif remaja, sehingga mereka mengembangkan kemampuan penalaran yang memberinya suatu tingkat pertimbangan moral dan kesadaran sosial yang baru. Kemudian, dengan kekuatan baru dalam penalaran yang dimilikinya, menjadikan remaja mampu membuat pertimbangan dan melakukan perdebatan sekitar topik-topik abstrak tentang manusia, kebaikan dan kejahatan, kebenaran dan keadilan. Kalau pada masa awal anak-anak, ketika mereka baru memiliki kemampuan berfikir simbolik, Tuhan dibayangkan sebagai person yang berada di awan, maka pada masa remaja mereka mungkin berusaha mencari sebuah konsep yang lebih mendalam tentang Tuhan dan eksistensi (Myers, 1996).
c. Perkembangan Kognisi Sosial
Menurut Dacey & Kenny (1997), yang dimaksud dengan kognisi sosial adalah kemampuan untuk berfikir secara kritis mengenai isu-isu dalam hubungan interpersonal, yang berkembang sejalan dengan usia dan pengalaman, serta berguna untuk memahami orang lain dan menentukan bagaimana melakukan interaksi dengan mereka. Salah satu bagian penting dari perubahan perkembangan aspek kognisi sosial remaja ini adalah apa yang diistilahkan oleh psikolog David Elkind dengan egosentrisme yakni kecenderungan remaja untuk menerima dunia (dan dirinya sendiri) dari perspektifnya mereka sendiri.
Dalam hal ini, remaja mulai mengembangkan suatu gaya pemikiran egosentris, dimana mereka lebih memikirkan tentang dirinya sendiri dan seolah-olah memandang dirinya dari atas. Remaja mulai berfikir dan menginterpretasikan kepribadian dengan cara sebagaimana yang dilakukan oleh para ahli teori kepribadian berfikir dan menginterpretasikan kepribadian, dan memantau dunia sosial mereka dengan cara-cara yang unik.
5. Penerapan Alat Pembelajaran dalam KSI Pembelajaran SKI Jenjang Madrasah Aliyah
Dalam pembelajaran SKI masih sering kita mendapati permasalahan dalam hal penyampaian materi yang diberikan kepada pebelajar. Ada beberapa faktor yang menyebabkan pebelajar kurang mampu dalam menerima materi yang disampaikan oleh pembebelajar seperti salah satunya adalah kurangnya kreatifitas yang dimiliki oleh pembelajar dalam mengemas suatu materi pembelajaran, pembelajar cenderung menggunakan metode ceramah dan membaca teks tanpa memperhatikan keadaan atau kondisi dari pebelajar pada saat proses belajar mengajar berlangsung.
Dengan adanya permasalahan tersebut diharapkan pembelajar mampu menciptakan suasana pembelajaran yang menarik dan isi materi yang disampaikan dapat diterima oleh seluruh pebelajar. Dalam hal ini, pembelajar dapat memanfaatkan alat peraga sebagai suatu media dalam salah satu tekhnik penyampaian materi pembelajaran khususnya disini adalah materi sejarah kebudayaan islam yang diketahui kriteria dari materi pembelajaran ini bersifat cerita yang biasanya ketika pebelajar memperhatikan materi yang disampaikan oleh pembelajar akan menimbulkan kebosanan pada diri pebelajar. Maka dengan adanya hal tersebut pembelajar perlu memahami alat peraga apa yang harus digunakan yang sesuai dengan kriteria materi yang akan disampaikan kepada pebelajar. Namun sebelumnya kita perlu membahas mengenai alat peraga itu sendiri.
D. KESIMPULAN
KSI merupakan manifestasi dari fungsi pengelolaan dan fungsi pengembangan. Yang mana KSI mencakup: orang, pesan, bahan, teknik, alat, dan latar. Dari kesemuanya itu berorientasi pada keberhasilan dalam proses pembelajaran. Salah satu dari komponen yang menjadi perhatian disini adalah alat. Alat pembelajaran adalah setiap peralatan yang dapat menunjang efektivitas dan efisiensi pembelajaran. Karena sifatnya yang demikian itu, maka sebagian orang ada yang berpendapat atau menyebutkan alat pembelajaran sebagai sarana belajar atau sarana pembelajaran.
Alat pembelajaran akan membantu tercapainya dari tujuan pembelajran yang dilakukan, salah satunya pada pembelajaran SKI. Dalam pemanfaatan alat pembelajaran juga perlu memperhatikan setiap aspek yang mempengaruhi pebelajar dalam penerimaan pesan belajar oleh pembelajar, diantaranya pada pembelajaran SKI jenjang Madrasah. Aspek-aspek yang perlu diperhatikan adalah pada aspek perkembangan fisik, kongitif, dan kognisi social.
Kegunaan Alat pembelajaran akan memberikan manfaat diantaranya: memperoleh konsentrasi, memberikan konsep dalam bentuk yang baru, membangkitkan motivasi dan perhatian pebelajar dan lain sebagainya. Pembelajaran SKI pada jenjang Madrasah akan menjadi lebih optimal dalam pencapaian tujuannya ketika penerapan alat pembelajarannya sesuai dengan karakteristik dan perkembangan anak dalam setiap aspeknya.
E. IMPLIKASI
Tidak adanya peranan guru maka proses penyampaian pembelajaran dengan alat akan tidak efektif, dengan adanya alat pembelajaran, merupakan salah satu peranan penting dalam proses kegiatan pembelajaran. Dengan adanya alat pembelajaran, maka peranan guru sebagai fasilitator, mediator, dan pembimbing untuk membantu proses perubahan pengetahuan bagi peserta didik.
F. REKOMENDASI
Dalam proses pembelajara harus mengetahui KSI pada alat pembelajaran untuk penunjang jalannya pendidikan. Dengan alat pembelajaran/alat peraga pendidikan, akan memudahkan pendidik dalam penyampaian materi. Maka hendaknya dalam pembelajaran perhatikan dalam penggunaan alat supaya proses penyampaian pesan dapat berjalan dengan baik dan sesuai harapan.
DAFTAR PUSTAKA
Badrika, Wawan. 2006. Sejarah untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga.
Departemen Pendidikan dan Kebdayaan. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Hamalik, Oemar. 2013. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Hanafi. 2012. Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam Kementerian Agama RI.
Husain, Syed Sajjad dan Sayed Ali Asharaf. 1994. Crisis Muslim Education (terjemahan: menyongsong keruntuhan pendidikan Islam, Drs. Rahma Astuti). Bandung: CV. Gema Risalah Press.
Kemendiknas. 2012. Undang-Undang R.I. Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas. Bandung: Citra Umbara.
Khaldun, Ibn. 2012. Mukaddimah Ibn Khaldun. (alih bahasa Masturi Irham, Lc Dkk). Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsal.
Mar’at, Samsunuwiyati. 2012. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mustakim, Zainal. 2011. Strategi dan Metode Pembelajaran. Pekalongan: STAIN Pekalongan Press.
Nasution. 1994. Teknologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Rohmat. 2014. Manajemen Pengembangan Media Pembelajaran Aplikasi Dalam Pelajaran Agama Islam. Yogyakarta: Gerbang Media Aksara.
Rohmat. 2014. Teknologi Pembelajaran Perspektif Pendidikan Islam. Yogyakarta: Deepublish.
Siregar, Eveline, dan Hartini Nara. 2011. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia.
Uzer, Moh. Usman. 1990. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Rosdakarya.
Yusuf LN, Syamsu. 2012. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Remaja Bandung: Rosdakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar