BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam
hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, terkandung suatu maksud
bahwa manusia bagaimanapun juga tidak lepas dari individu yang lainnya. Secara
kodrati manusia akan selalu hidup bersama. Hidup bersama antarmanusia akan
berlangsung dalam berbagai bentuk komunikasi dan situasi. Dalam kehidupan
semacam inilah terjadi interaksi. Dengan demikian kegiatan hidup manusia akan
selalu dibarengi dengan proses interaksi atau komunikasi, baik interaksi dengan
alam lingkungan, interaksi dengan sesama, maupun interaksi dengan tuhannya,
baik itu sengaja maupun tidak disengaja.
Sehubungan dengan hal tersebut, dengan ketidak terbatasannya akal
dan keinginan manusia, maka manusia memerlukan bimbingan konseling. Bimbingan
konseling Islam merupakan pemberian pencerahan hati atau pemberian bantuan
terarah, kontinu dan sistematis kepada seseorang baik yang mengalami
kesukaran-kesukaran rohani dalam kehidupan maupun dalam mengembangkan potensi
setiap individu agar ia dapat mengembangkan potensinya. Ilmu psikologi pun erat
kaitannya dalam bimbingan konseling.
Ilmu psikologi akan selalu terus berkembang seiring dengan
berkembangnya zaman dan dari bertambahnya masalah diri manusia itu sendiri.
Teori-teori yang muncul biasanya merupakan kritik dari teori-teori sebelumnya. Ada
beberapa aliran, Tetapi dalam makalah ini hanya akan membahas tentang aliran humanistik yang
di dalamnya memuat teori-teori pandangan
humanistik dan penerapan dalam konseling.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
pandangan teori aliran humanistik?
2.
Bagaimana
pandangan teori Rogers?
3.
Bagaimana
pandangan teori Maslow?
4.
Seperti
apa proses konseling?
5.
Apa
tujuan konseling?
6.
Bagaimana
pembahasan tentang konseling yang berpusat pada individu?
7.
Apa
saja kontribusi dan keterbatasan pada teori humanistik?
8.
Seperti
apa contoh yang berhubungan dengan teori humanistik?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pandangan Humanistik
Aliran humanistik muncul pada pertengahan abad ke-20 sebagai reaksi
terhadap teori psikodinamik dan behavioristik. Para teoritikus humanistik,
seperti Carl Rogers dan Abraham Maslow meyakini bahwa tingkah laku manusia
tidak dapat dijelaskan sebagai hasil dari konflik-konflik yang tidak disadari
maupun sebagai hasil pengondisian yang sederhana. Teori ini menyiratkan
penolakan terhadap pendapat bahwa tingkah laku manusia semata-mata ditentukan
oleh faktor di luar dirinya. Sebaliknya, teori ini melihat manusia sebagai
aktor dalam drama kehidupan.[1]
Aliran humanistik menolak dan menentang pada aliran psikodinamik
dan behavioristik karena bagi aliran humanistik memandang bahwa aliran behavouristik
dan psikodinamik, telah merendahkan jati diri manusia yang dianggap robot yang
mudah dikondisikan perilakunya. Dan aliran humanistik juga menganggap bahwa aliran behavioristik
dan psikodinamik itu bersikap pesimis terhadap kodrat manusia dan menganggap
bahwa manusia tidak memiliki sikap jati diri. Aliran humanistik malah
menganggap sebaliknya dengan sikap optimisnya dan menganggap bahwa potensi yang
terdapat dalam diri manusia itu merupakan sumber utama.
Humanistik merupakan perspektif ketiga dalam konseling. Pada area
di dalamnya, Rogers mempertanyakan validitas keyakinan yang banyak dipegang
oleh konselor yaitu dalam proses konseling, konselor adalah orang yang paling
mengetahui.[2]
Maksudnya, pada dasarnya manusia itu dapat dipercaya dan setiap
manusia itu memiliki potensi, dan di dalam potensi tersebut manusia dapat
memahami dirinya sendiri dan dapat mengatasi masalahnya. Bahkan manusia
memiliki potensi untuk lebih mengembangkan dirinya, walaupun tanpa bantuan
langsung konselor.
Dalam teori humanistik, pada dasarnya manusia memiliki potensi yang
baik, baik dari imajinasi, kreativitas, daya analisis, tanggung jawab,
aktualisasi diri, pengembangan pribadi, kebebasan berkehendak, humor, makna
hidup dan lainnya. Humanistik juga menunjukkan bahwa manusia itu makhluk yang
sadar dan mandiri. Dan setiap manusia itu memiliki kecenderungan untuk berjuang
menjadi apa yang mereka inginkan.
B.
Pandangan teori Rogers
Rogers
mengidentifikasikan studi mengenai diri sebagai sesuatu yang diperlukan kebanyakan
orang awam dari psikologi. Rogers juga menentukan cara manusia seharusnya
bersikap, yaitu individual dan berusaha keras, dengan istilah-istilah yang
sangat terikat dengan kebudayaan.[3]
Maksudnya ialah
peranan guru dalam kegiatan belajar siswa menurut pandangan teori humanistik sebagai
fasilitator yang berperan aktif dalam menciptakan iklim kelas yang kondusif, memperjelas
tujuan belajar, membantu siswa untuk memanfaatkan cita-cita mereka sebagai
kekuatan pendorong belajar, menyediakan sumber belajar kepada siswa, dan
menerima pertanyaan dan pendapat, serta perasaan dari berbagai siswa
sebagaimana adanya.
C.
Pandangan teori Maslow
Maslow
mengembangkan teori motivasi manusia yang tujuannya menjelaskan segala jenis
kebutuhan manusia dan mengurutkannya menurut tingkat prioritas manusia dalam
pemenuhan. Berikut ini hirarki kebutuhan menurut maslow.

Hirarki
kebutuhan menurut Maslow[4]
Penjelasan dari
gambar diatas ialah dimulai dari kebutuhan fisiologis, fisioligis merupakan
kebutuhan utama setiap orang seperti makan, minum, tempat tinggal dan
kehangatan. Apabila kebutuhan fisiologis tidak terpenuhi, maka kebutuhan
diatasnya (kebutuhan rasa aman) tidak bisa terpenuhi. Jadi, kebutuhan
fisiologis harus dapat dipenuhi supaya mendapatkan rasa aman. Dan ketika sudah
merasa aman, maka akan terpenuhi atau yang terpeting kebutuhan berikutnya yaitu
kebutuhan sosial. Ketika kebutuhan sosial sudah terpenuhi maka yang terpenting
adalah kebutuhan untuk dihargai. Kemudian perhatian kita beralih pada pemenuhan
kebutuhan intelektual. Maka berlanjut pada kebutuhan diatasnya yaitu kebutuhan
estetis seperti, kerapian, kebersihan, keindahan dan keseimbangan. Dan yang
terakhir dalam kebutuhan manusia adalah kebutuhan untuk mengaktualisasikan
diri, seperti pemenuhan pribadi dan mencapai pontensi yang dimiliki. Kebutuhan ini
melibatkan keinginan yang terus-menerus untuk memenuhi potensi, untuk menjadi
semua yang kita bisa.
D.
Proses Konseling
Perangkat yang
digunakan konseling menurut Rogers yakni kemampuan untuk mendengar aktif,
konseli memiliki jawaban atas permasalahan yang dihadapinya, sementara konselor
berperan dalam mendengarkan tanpa memberi penilaian.[5]
Maka proses
konseling itu, konselor melihat konseling sebagai sebuah proses yang dapat
membantu seseorang dalam mengaktualisasikan potensi atau kekuatan-kekuatan
positif yang sudah dimilikinya. Maka dengan adanya konseling ini, akan membuat
seseorang itu lebih memiliki dorongan dalam diri. Harus dicermati pula, bahwa
konseling itu bukan sarana atau proses untuk melihat kejadian yang sudah
dilalui seseorang, namun untuk membangun keberlangsungan masa depan. Setelah
adanya konseling, konseli diberikan kebebasan oleh konselor untuk membuat
keputusan.
E.
Tujuan Konseling
Menurut Rogers,
tujuan konseling bukan semata-mata menyelesaikan masalah tetapi membantu
konseli dalam proses pertumbuhannya, sehingga konseli dapat mengatasi masalah
yang dialaminya sekarang dengan lebih baik dan dapat mengatasi masalahnya
sendiri di masa yang akan datang.[6]
Pada aliran
humanistik ini, konseling memiliki beberapa tujuan seperti dalam pencapaian kemandirian
dan integritas diri, untuk membantu konseli menemukan konsep dirinya dan untuk
membantu penyelesaian dan mengatasi
masalah yang dialami konseli. Dalam membantu individu menemukan konsep
dirinya yang lebih positif lewat komunikasi konseling, dimana konselor
mendudukkan konseli sebagai orang yang berharga dan orang yang memiliki potensi
positif dengan penerimaan tanpa syarat, maksudnya ialah konselor tidak
melakukan penilaian dan penghakiman terhadap perasaan, pikiran dan tingkah laku
konseli berdasarkan standar norma tertentu.
F.
Pembahasan tentang konseling yang berpusat pada individu
Pendekatan ini
kini mendominasi bidang konseling. Salah satu alasan yang menunjukkan
pendekatan ini berpusat pada siswa adalah karena kesederhanaannya. Dalam proses
konseling, konselor melakukan pendekatan-pendekatan kepada konseli. Dalam
pendekatan ini, konselor melakukan komunikasi dengan baik kepada konseli secara
mendalam dan jujur sebagai pribadi, hal
ini dilakukan supaya konselor dapat memahami kondisi konseli lebih jauh dan
dapat memahami permasalahan konseli, melihat melalui sudut pandang konseli,
peka terhadap perasaan konseli, sehingga konselor mengetahui bagaimana konseli
merasakan perasaannya.
G.
Kontribusi dan keterbatasan teori pendekatan humanistik
Kontribusinya,
teori humanistik muncul sebagai pemberontakan terhadap psikologi perilaku dan
psikodinamika. Aliran humanistik mengingatkan kita akan pentingnya pengalaman
manusia sebagai individu dalam aspek-aspek penting dalam pengalaman manusia, dan
humanistik menyediakan model konseling yang sederhana dan efektif.
Keterbatasan
teori ini telah menghasilkan teori dan gagasan yang sangat sukar diuji dengan
penelitian ilmiah, karena pokok permasalahan dalam pengalaman pribadi manusia.
Kemudian banyak gagasan humanistik yang terkait dengan kebudayaan dan tidak
mudah diterapkan.[7]
Dengan adanya
kontribusi tersebut maka dalam suasana pembelajaran dapat saling menghargai
dengan adanya kebebasan berpendapat dan kebebasan mengungkapkan gagasan. Selalu
mengedepankan akan hal-hal yang bernuansa demokratis dan partisipatif-dialogis.
Tentunya bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap dan
analisis terhadap fenomena sosial. Dan dalam pendidikan, indikator dari
keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang dan bergairah, berinisiatif
dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan
sendiri
Keterbatasan
dalam pandangan teori humanistik ini sama artinya dengan mengalami pembiasan
terhadap nilai individualistis. Peserta didik sebagian tentunya mengalami
kesulitan dalam mengenal diri dan potensi-potensi yang ada pada diri meraka.
H.
Contoh kasus
Berikut ini contoh kasus dari teori Abraham Maslow:
Rani seorang
anak yang membutuhkan makan dan minum apabila kebutuhannya ini terpuaskan, maka
munculah kebutuhan rasa ingin aman seperti terhindar dari bahaya dan
bencana. Setelah Rani merasa aman Rani membutuhkan teman yang bisa dia miliki,
Rani juga membutuhkan rasa dihargai oleh orang lain. Hal yang paling penting
Rani perlu mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya yang dipunyainya yang
orang tidak punya.
Berikut contoh kasus lainnya:
Leon seorang mahasiswa, dia melihat dirinya
sebagai dokter masa depan, tetapi nilainya dari sekolah kedokteran ternyata
dibawah rata-rata. Perbedaan dirinya (konsep diri) atau ideal konsep diri dan
realitas kinerja akademis yang buruk dapat menyebabkan kegelisahan. Leon harus
melihat bahwa ada masalah atau setidaknya ia tidak cukup nyaman untuk
menghadapi penyesuaian psikologis untuk mengeksplorasi kemungkinan untuk
perubahan.
Konseling berlangsung, klien dapat mengeksplorasi
lebih luas keyakinan dan perasaan. Klien dapat mengekspresikan ketakutannya,
rasa bersalah, kecemasan, malu, kebencian, kemarahan, dan lainnya. Emosi telah
dianggap terlalu negatif untuk menerima dan memasukkan ke dalam diri mereka.
Dengan demikian, proses konseling ini berpusat pada individu. Sehingga konselor
mengetahui bagaimana klien merasakan perasaannya. Kemudian konselor membantu
klien untuk mengaktualisasikan kekuatan positif yang dimilikinya, sehingga
memiliki dorongan dari dalam diri sendiri. Dan konselor tetap memberi kebebasan
kepada klien untuk membuat keputusan.
BAB III
KESIMPULAN
Aliran
humanistik muncul sebagai reaksi terhadap teori psikodinamik dan behavioristik
karena aliran humanistik memandang bahwa aliran behavouristik dan psikodinamik telah
merendahkan jati diri manusia yang dianggap robot yang mudah dikondisikan
prilakunya dan bersikap pesimis terhadap kodrat manusia dan menganggap bahwa
manusia tidak memiliki sikap jati diri.
Humanistik
merupakan perspektif ketiga dalam konseling dengan para teoritikus seperti Carl
Rogers dan Abraham Maslow. Rogers mengidentifikasikan studi mengenai diri
sebagai sesuatu yang diperlukan kebanyakan orang awam dari psikologi. Rogers
juga menentukan cara manusia seharusnya bersikap, yaitu individual dan berusaha
keras, dengan istilah-istilah yang sangat terikat dengan kebudayaan.
Sedangkan
Maslow, mengembangkan teori motivasi manusia yang tujuannya menjelaskan segala
jenis kebutuhan manusia dan mengurutkannya menurut tingkat prioritas manusia
dalam pemenuhan.
Pendekatan
ini kini mendominasi bidang konseling. Salah satu alasan yang menunjukkan
pendekatan ini berpusat pada siswa adalah karena kesederhanaannya. Menurut
Rogers, tujuan konseling bukan semata-mata menyelesaikan masalah tetapi
membantu konseli dalam proses pertumbuhannya, sehingga konseli dapat mengatasi
masalah yang dialaminya sekarang dengan lebih baik dan dapat mengatasi
masalahnya sendiri di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Desmita. 2012. Psikologi
Perkembangan peserta didik. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Jarvis, Matt.
2000. Teori-teori Psikologi: Pendekatan Modern untuk Memahami Perilaku,
Perasaan, dan pikiran Manusia. Bandung: Nusa Media.
Komalasari,
Gantina, dkk. 2011. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta: Indeks.
[1] Desmita, Psikologi
Perkembangan peserta didik, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hlm 45.
[2] Gantina
komalasari, dkk, Teori dan Teknik Konseling, (Jakarta: Indeks, 2011),
hlm 261.
[3] Matt Jarvis, Teori-teori
Psikologi: Pendekatan Modern untuk Memahami Perilaku, Perasaan, dan pikiran
Manusia, (Bandung: Nusa Media, 2000), hlm 92.
[4] Ibid, hlm
94.
[5] Gantina Komalasari,
dkk, hlm 264.
[6] Ibid, hlm
266.
[7] Matt Jarvis,
hlm 104-105.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar