Nabi Ibrahim as. adalah putra Azar.
Ia dilahirkan di wilayah Kerajaan Babylonia yang saat itu diperintah oleh Raja
Namrud. Namrud adalah raja yang sangat sombong yang mengaku dirinya adalah
Tuhan. Raja Namrud juga dikenal sangat kejam kepada siapa saja yang menentang
kekuasaannya.
Suatu saat ia bermimpi. Dalam
mimpinya itu, ia melihat seorang anak lakilaki yang memasuki kamarnya kemudian
mengambil mahkotanya. Maka, ia pun memanggil tukang ramal yang sangat terkenal untuk
mengartikan mimpinya tersebut. Tukang ramal mengartikan bahwa anak yang hadir
dalam mimpinya tersebut kelak akan meruntuhkan kerajaannya. Mendengar hal
tersebut, Namrud murka. Diperintahkannya kepada seluruh tentara kerajaan agar
membunuh setiap bayi laki-laki yang dilahirkan.
Azar yang istrinya saat itu sedang
mengandung bayi yang kelak adalah Ibrahim begitu khawatir akan keselamatan bayi
yang dikandung istrinya tersebut. Ia khawatir bahwa bayi yang ada dalam perut
istrinya adalah seorang bayi laki-laki yang selama ini ia idam-idamkan. Maka,
untuk menyelamatkan calon bayinya tersebut, diam-diam ia mengajak istrinya ke
dalam sebuah gua yang jauh dari keramaian. Di gua itulah kemudian bayi Ibrahim
dilahirkan. Agar tidak diketahui oleh khalayak ramai, Azar dan istrinya
meninggalkan Ibrahim yang masih bayi di dalam gua dan sesekali datang untuk
melihat keadaannya. Hal itu terus dilakukukan hingga Ibrahim menjadi anak kecil
yang tumbuh sehat dan kuat atas izin Allah Swt. Bagaimana Ibrahim dapat hidup
di dalam gua, padahal tidak ada makanan dan minuman yang diberikan? Jawabannya
karena Allah Swt. menganugerahkan Ibrahim untuk menghisap jari tangannya yang
dari situ keluarlah air susu yang sangat baik. Itulah mukjizat pertama yang
diberikan Allah kepada Nabi Ibrahim as.
Lama hidup di dalam gua tentu
membuat Ibrahim sangat terbatas pengetahuannya tentang alam sekitar. Maka, di
saat terdapat kesempatan untuk keluar dari gua, Ibrahim pun melakukannya.
Betapa terkejutnya ia, ternyata alam di luar gua begitu luas dan indah. Di
dalam ketakjubannya itu, Ibrahim berpikir bahwa alam yang luas dan indah
berikut isinya termasuk manusia, pasti ada yang menciptakannya. Maka, Nabi
Ibrahim berjalan untuk mencari Tuhan. Ia mengamati lingkungan sekelilingnya.
Namun, ia tidak menemukan sesuatu yang membuatnya kagum dan merasa harus
dijadikan Tuhannya.
Di siang hari, Ibrahim melihat
cerahnya matahari menyinari bumi. Ia berpikir, mungkin matahari adalah tuhan
yang ia cari. Tetapi ketika senja datang dan matahari tenggelam di ufuknya,
gugurlah keyakinan Ibrahim akan matahari sebagai tuhan. Sampai akhirnya, malam
pun datang menjelang. Bintang di langit bermunculan dengan indahnya. Sinarnya
berkelap-kelip membuat suasana malam menjadi lebih indah dan cerah. “Apakah ini
Tuhan yang aku cari?” Kata Ibrahim dengan gembira. Ditatapnya bintang-bintang
itu dengan penuh rasa bangga. Tapi ternyata, ketika malam beranjak pagi,
bintang-bintang itu pun beranjak satu per satu. Dengan pandangan kecewa, Nabi
Ibrahim melihat satu per satu bintang-bintang itu menghilang. “Aku tidak
menyukai Tuhan yang bisa menghilang dan tenggelam karena waktu,” gumamnya
dengan perasaan kecewa.
Nabi Ibrahim pun mencoba mencari
Tuhan yang lain. Memasuki malam berikutnya, bulan pun muncul dan bersinar
memancarkan cahayanya yang keemasan. Ia pun menduga, “Inikah Tuhan yang aku
cari?” Maka, ketika pagi datang menjelang, bulan pun hilang tanpa alasan.
Seperti halnya terhadap matahari dan bintang, Ibrahim pun memastikan bahwa
bukanlah matahari, bintang, dan bulan yang menjadi Tuhan untuk disembah, tetapi
pasti ada satu kekuatan Yang Mahaperkasa dan Mahaagung yang menggerakkan dan
menghidupkan semua yang ada. Ibrahim pun menyimpulkan bahwa Tuhan tidak lain
adalah Allah Swt.
Ketika keyakinan Nabi Ibrahim as.
kepada Allah Swt. betul-betul merasuki jiwanya, mulailah ia mengajak
orang-orang di sekitarnya untuk meninggalkan penyembahan terhadap berhala yang
tiada memiliki kekuatan apa pun. Dan tidak pula memberi manfaat. Orang pertama
yang ia ajak untuk hanya menyembah Allah Swt. adalah Azar, ayahnya yang
berprofesi sebagai pembuat patung untuk disembah. Mendengar ajakan Ibrahim,
Azar marah karena apa yang dilakukannya semata-mata apa yang sudah dilakukan
oleh nenek moyangnya dahulu. Azar meminta Ibrahim untuk tidak menghina dan
melecehkan berhala yang seharusnya ia sembah. “Wahai saudaraku! Patung-patung
itu hanyalah buatan manusia yang tidak dapat bergerak dan tidak memberi manfaat
sedikitpun. Mengapa kalian sembah dengan memohon kepadanya?” Demikian ajakan
Ibrahim kepada umatnya. Akan tetapi, kaumnya tidak mau mendengarkan dan
mengikuti ajakan Nabi Ibrahim as., bahkan mereka mencemooh dan memaki Ibrahim.
Menyadari bahwa ajakannya untuk
menyembah hanya kepada Allah Swt. Tidak mendapatkan respons dari umatnya, Nabi
Ibrahim as. mengatur cara bagaimana melakukan dakwah secara cerdas dan lebih
efektif. Maka, tatkala seluruh penduduk negeri termasuk Raja Namrud pergi untuk
berburu, Nabi Ibrahim masuk ke dalam kuil penyembahan berhala kemudian
menghancurkan semua berhala yang ada dengan sebuah kapak besar yang telah
disiapkan. Semua berhala hancur kecuali berhala yang paling besar yang ia
sisakan. Pada berhala besar itu, ia gantungkan kapak di lehernya.
Sekembalinya dari perburuan, semua
penduduk negeri termasuk Namrud, terkejut luar biasa. Mereka dengan sangat
marah mencari tahu siapa yang berani melakukan perbuatan tersebut. Mengetahui
bahwa Ibrahimlah satu-satunya lelaki yang tidak ikut serta dalam perburuan,
Raja memerintahkan semua tentara untuk memanggil dan menangkap Ibrahim untuk
dihadapkan kepada dirinya. Sesampainya di hadapan Raja Namrud, Ibrahim berdiri
dengan tegak dan penuh percaya diri.
“Hai Ibrahim, apakah kamu yang
menghancurkan berhala-berhala itu?” tanya Raja Namrud.
“Tidak, saya tidak melakukannya,”
jawab Ibrahim as.
“Jangan mengelak, wahai Ibrahim,
bukankah kamu satu-satunya orang yang berada di negeri saat semuanya pergi
berburu?” sergah Raja Namrud.
“Sekali lagi tidak! Bukan aku yang
melakukannya, tapi berhala besar itu yang melakukannya,” jawab Ibrahim as.
dengan tenang.
Mendengar pernyataan Nabi Ibrahim,
Raja Namrud marah seraya berkata, “Mana mungkin berhala yang tidak dapat
bergerak engkau tuduh sebagai penghancur berhala lainnya?”
Mendengar pertanyaan Raja Namrud,
Ibrahim as. tersenyum kemudian berkata, “Sekarang Anda tahu dan Anda yang
mengatakannya sendiri bahwa berhala-berhala itu tidak dapat bergerak dan
memberikan bantuan apa-apa. Lalu, mengapa Anda sembah ia?”
Mendengar jawaban Ibrahim as. yang
tidak disangka-sangka, Namrud sebetulnya menyadari hal tersebut. Namun, karena
kebodohan dan kesombongannya, ia tetap saja tidak memedulikan argumentasi
Ibrahim as. Ia kemudian memerintahkan semua tentaranya untuk membakar Ibrahim
hidup-hidup sebagai hukuman atas perlakuannya kepada berhala-berhala yang
mereka sembah.
Setelah semua persiapan untuk
membakar Ibrahim as. telah lengkap, dilemparkanlah ia ke dalam api yang
berkobar sangat besar dan panas. Apa yang terjadi kemudian? Allah Swt.
menunjukkan kemahakuasaan-Nya dengan meminta api agar dingin untuk
menyelamatkan Ibrahim as. Maka, api pun dingin sehingga tidak sedikit pun
Ibrahim as. terluka karenanya. Itulah mu’jizat terbesar yang diterima
oleh Nabi Ibrahim, yaitu tidak terluka saat dibakar dengan api yang sangat
panas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar