BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pembahasan sanad merupakan sandaran
yang sangat prinsipil dalam ilmu hadis yang merupakan jalur utama untuk
mencapai tujuannya yang luhur, yakni untuk membedakan antara hadis yang
diterima dan hadis yang ditolak.
Para muhadditsin meneliti dan
menganalisis sanad karena kajian atas sanad telah banyak sekali mengantarkan
kepada keberhasilan kritik atas matan, bahkan kritik matan tidak mungkin
berhasil tanpa melalui kajian sanad. Para ulama telah berupaya keras menelusuri
dan meneliti sanad, sehingga mereka mengadakan perlawatan ke berbagai negara
dan menempuh perjalanan ke berbagai penjuru dunia dengan segala resikonya hanya
untuk menemukan suatu sanad atau untuk meneliti sanad yang rumit bagi mereka.
Cabang-cabang mushthalah hadits yang
berkitan dengan sanad adakalanya merupakan kajian sanad yang bersambung atau
tidak bersambungnya. Adapun telaah atas sanad dari segi bersambung dan tidak
bersambungnya di uraikan dalam dua bagian, yaitu : kajian tentang sanad yang
bersambung dan kajian sanad yang tidak bersambung. Dalam kajian sanad yang
bersambung terdapat beberapa hadis seperti hadis muttashil, hadis musnad,
hadis mu’an’am, hadis mu’annan, hadis musalsal, hadis ‘ali, hadis nazil,
dan tambahan rawi pada sanad muttashil. Di dalam makalah ini penulis ingin
menjelaskan lebih detail dalam pembahasan hadis musalsal.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian Musalsal?
2.
Apa
saja macam-macam Musalsal?
3.
Apa
hukum hadis Musalsal?
4.
Apa
saja kitab-kitab hadis Musalsal?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Musalsal artinya yang terangkai atau yang berangkai. Menurut
bahasa musalsal berasal dari kata يُسَلْسِلُ,سَلْسَلَةٌ
, سَلْسَلَ yang
berarti berantai dan bertali menali. Hadis ini dinamakan musalsal karena ada
kesamaan dengan rantai (silsilah) dalam segi pertemuan pada masing-masing
perawi atau ada kesamaan dalam bagian-bagiannya.
Lebih luas
Al-Iraqi memberikan definisi musalsal adalah hadis yang perawinya dalam sanad
berdatangan satu persatu dalam satu bentuk keadaan atau dalam satu sifat, baik
sifat para perawi maupun sifat penyandaran (isnad) baik terjadi pada
isnad dalam bentuk penyampaian periwayatan (ada’ ar-riwayah) maupun
berkaitan dengan waktu dan tempatnya, baik keadaan para perawi maupun
sifat-sifat mereka, dan baik perkataan maupun perbuatan.
Dengan demikian
hadis musalsal adalah hadis yang secara berturut-turut sanad-nya sama
dalam satu sifat atau dalam satu keadaan dan atau dalam satu periwayatan.
Musalsal dalam
pembicaraan ilmu Hadits adalah “Satu Hadits yang rawi-rawinya atau jalan
meriwayatkannya berturut-turut atas satu keadaan”
Yang dikatakan musalsal pada rawi-rawinya ialah :
a.
Sama
nama-namanya, tetapi berlainan orangnya.
Contoh
: semua rawi bernama Ahmad, tetapi yang satu Ahmad bin Ibrahim, yang lain Ahmad
bin Salim dan lainnya.
b.
Sama
tentang sifatnya.
Contoh
: semua rawi ahli fiqh atau ahli hadits, atau imam-imam.
c.
Sama
nasib mereka.
Contoh
: semua rawi orang Mekkah atau orang Madinah dan sebagainya.
d.
Berturut-turut
keluarga meriwayatkan dari keluarga.
Contoh
: anak meriwayatkannya dari bapak, bapak dari datuk, datuk dari saudaranya,
selanjutnya sampai penghabisan sanad.
Adapun
musalsal dalam jalan meriwayatkannya,
adalah :
a.
Lafazh-lafazh
sanadnya semua sama.
Contoh
: semua rowi berkata: “aku telah mendengar” atau “telah mengkhabarkan
kepada kami” atau “telah menceritakan kepada kami” atau dalam
sanadnya semua pakai perkataan (عَنْ) "dari".
b.
Dalam
meriwayatkannya itu, semua rawi pakai sumpah.
Contoh
: “wallahi”, “billahil-‘azhim” dan sebagainya.
c.
Sama
hari meriwayatkannya.
Contoh
: Nabi sabdakan satu ucapan pada hari raya, lalu sahabat yang mendengar,
sampaikannya pada hari raya juga.
d.
Sama
tempat meriwayatkannya.
Contoh
: Nabi bersabda di ‘Arafah. Sahabat yang mendengar sampaikan sabda Nabi itu di
‘Arafah juga. Rawi yang mendengar itu, sampaikan kepada rawi di ‘Arafah,
sehingga akhir sanad.
e.
Kelakuan
dan keadaan yang sama, yakni semua rawi kerjakan sebagaimana yang pertama.
1.
Musalsal
keadaan perawi (musalsal bi ahwal ar-ruwat)
Musalsal keadaan perawi
terkadang dalam perkataan (qawli), perbuatan (fi’li), atau
keduanya (perkataan dan perbuatan atau qawli dan fi’li).
Contoh musalsal
qawli :
حَدِيْثُ
مُعَاذِ بْنِ جَبَلِ أَنَّ النَّبِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ لَهُ
: يَا مُعَاذُ إِنِّي أُحِبُّكَ, فَقُلْ فِيْ دُبُرِ كُلِّ صَلَاةِ : اَلَّلهُمَّ أَعِنِّي عَلَى
ذِكْرِكَ وَ شُكْرِكَ وَ حُسْنِ عِبَادَتِكَ.
Artinya :
“Hadis
Mu’adz bin Jabal, bahwasannya Nabi Muhammad SAW brsabda kepadanya : Hai Mu’adz
sesungguhnya aku mencintaimu, maka katakanlah pada setiap setelah shalat : Ya
Allah Tolonglah aku untuk dzikir kepada-Mu, syukur kepada-Mu, dan baik dalam
ibadah kepada-Mu.” (HR. Abu Dawud).
Hadis di atas
musalsal pada perkataan setiap perawi ketika menyampaikan periwayatan dengan
ungkapan : sesungguhnya aku mencintaimu, maka katakan di setiap selesai
shalat. Setiap perawi yang menyampaikan perawi hadis ini selalu memulai
dengan kata-kata tersebut sebagaimana yang dilakukan Rosulullah terhadap
Mu’adz.
Contoh musalsal
fi’li (perbuatan) :
حَدِيْثُ
أَبِي هُرَيْرَةَ قَلَ : شَبَّكَ بِيَدِيْ أَبُو الْقَاسِمِ صَلَّ اللّهُ عَلَيْهِ
وَ سَلَّمَ وَ قَالَ : خَلَقَ الَلهُ الَأ رْضَ يَوْمَ السَّبْتِ.
Artinya :
“Hadis Abu
Hurairah dia berkata : Abu Al-Qasim memasukkan jari-jari tangannya kepada
jari-jari tanganku (jari jemari) bersabda : Allah menciptakan bumi pada hari
sabtu”. (HR. Al-Hakim)
Setiap
perawi yang menyampaikan periwayatannya selalu jari jemari terhadap orang yang
menerima hadis tersebut sebagaimana yang dilakukan Rasulullah.
Contoh
musalsal qawli dan fi’li sekaligus ialah :
حَدِيْثُ
أَنَسِ بْنِ مَالِكِ رضي اللّه عنه قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللُه صَلَّ اللَهُ
عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : لَا يَخِدُ الْعَبْدُ حَلَاوَةَ الْإِيْمَا نِ حَتَّى
يُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرَّهِ, حُلْوِهِ وَمُرِّهِ, وَقَبَضَ رَسُوْلُ اللَّه صَلَّى اللًهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى
لِحْيَتِهِ وَقَالَ آمَنْتُ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ, حُلْوِهِ
وَمُرِّهِ.
Artinya :
“Hadis
Anas bin Malik Berkata : Rasulullah bersabda : seorang hamba tidak mendapatkan
manisnya iman sehingga beriman kepada ketentuan Allah (qadar) baik dan buruk,
manis dan pahitnya. Rasulullah sambil memegang jenggot dan bersabda : Aku
beriman kepada ketentuan Allah (qadar) baik dan buruk, manis dan pahitnya.”
(HR. Al-Hakim secara musalsal)
Hadis
diatas musalsal qawli dan fi’li (musalsal perkataan dan
sekaligus perbuatan) yaitu perkataan : “Aku beriman kepada ketentuan Allah (qadar)
baik dan buruk, manis dan pahitnya” dan perbuatan memegang jenggot. Semua
perawi ketika menyampaikan periwayatannya juga melakukan hal itu sebagaimana
Rosulullah.
2.
Musalsal sifat periwayat (musalsal bi shifat ar-ruwah)
Musalsal ini dibagi menjadi perkataan (qawli) dan perbuatan (fi’li).
Contoh musalsal sifat perawi dalam bentuk perkataan :
أَنَّ
الصَّحَابَةَّ سَألُوْا الرَّسُوْلَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ
أَحَبَّ الأَعْمَالِ إلَى اللَهِ عَزَّ وَجَلَّ لِيَعْمَلُوْهُ فَقَرَأَ
عَلَيْهِمْ سُوْرَةَ الصَّفِّ.
Artinya :
“bahwasannya
sahabat bertanya kepada Rosulullah tentang amal yang paling disukai Allah agar
diamalkan, maka Nabi membacakan mereka Surah Ash-Shaff.”
Hadis
ini musalsal pada membacakannya Surah Ash-Shaff. Setiap periwayat
membacakan Surah Ash-Shaff ketika menyampaikan periwayatan kepada muridnya atau
yang menerima hadisnya.
Contoh
musalsal sifat perawi dalam bentuk perbuatan (fi’li) :
حَدِيْثُ
اِبْنُ عُمَرَ مَرْفُوْعًا : الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ
Artinya :
“hadis
Ibnu Umar secara marfu’ : Penjual dan pembeli boleh mengadakan khiyar (memilih
jadi atau tidak).”
Hadis
diatas musalsal diriwayatkan oleh fuqaha kepada para fuqaha secara teru
menerus. Atau termasuk musalsal ini seperti kesepakatan nama-nama para
perawi. Seperti: musalsal dalam nama Al-Muhammadin kesepakatan dalam
menyebut bangsa atau nisbat mereka seperti musalsal dalam menyebut
Ad-Dimasyqiyin dan Al-Mishriyin.
3.
Musalsal dalam sifat periwayatan (musalsal bi Shifat ar-riwayah)
Dalam musalsal ini terbagi
menjadi 3 macam, yaitu :
a.
Musalsal dalam bentuk ungkapan penyimpanan periwayatan (ada’)
Contonya
seperti hadis mualsal pada perkataan setiap perawi dengan menggunakan سَمِعْتُ فُلَانَا = Aku mendengar si Fulan atau أَخْبَرَنَا
فُلَانٌ
, حَدَّثَنَا فُلَانٌ = Memberitakan kepada kami si Fulan dan
seterusnya.
b.
Musalsal pada waktu periwayatan
Contoh :
حَدِيْثُ
اِبْنُ عَبَّاسِ قَالَ : شَهِدْتُ رَسُوْلَ اللَه صَلَّ اللَهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فِيْ يَوْمِ عِيْدِ فِطْرِ أوْ أَضْحَى, فَلَمَّا فَرَغَ مِنَ الصَّلَاةِ أقْبَلَ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ , فَقَالَ :
أَيُها النَّسُ قَدْ أصَبْتُمْ خَيْرَا
Artinya :
“Hadis
Ibnu Abbas berkata : aku menyaksikan Rasulullah saw pada hari raya Idul Fitri
atau Idul Adha, setelah beliau selesai shalat menghadap kita dengan wajahnya
kemudian bersabda : wahai manusia kalian telah memperoleh kebaikan....”
Hadis
di atas musalsal waktu periwayatan yaitu pada hari raya Idul Fitri
atau Idul Adha. Setiap perawi mengungkapkan kalimat tersebut dalam
menyampaikan periwayatan kepada muridnya.
c.
Musalsal pada tempat periwayatannya
Seperti kata Ibnu Abbas tentang
terijabah doa di Multazam :
سَمِعْتُ
رَسُوْلُ اللَّه صَلَّ اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : المُلْتَزَمُ
مَوْضِعٌ يُسْتَجَابُ فِيْهِ الدُّعَاءُ ,وَمَا دَعَا اللَّهَ
فِيْهِ عَبْدٌ دَعْوَةً إَلَّا اسْتَجَابَ لَهُ
Artinya :
“aku
mendengar Rasulullah bersabda : Multazam adalah suatu tempat yang diperkenankan
doa padanya. Tidak ada seorang hamba yang berdoa padanya melainkan
dikabulkannya.”
قَالَ
ابْنُ عَبَّاسِ : فَوَاللَّه مَا دَعَوْتُ اللَّه عَزَّ وَجَلّ فِيْهِ قَط
مُنْذُسَمِعْتُ هَذَا الْحَدِيْثَ إلَّا اسْتَجَابَ لِيْ
Artinya :
“Ibnu
Abbas berkata : Demi Allah, aku tidak berdoa kepada Allah padanya padanya sama
sekali sejak mendengar hadis ini melainkan Allah memperkenankan doaku.”
Hadis musalsal
pada tempat periwayatannya, masing-masing periwayat mengungkapkan
sebagaimana perkataan Ibnu Abbas tersebut setelah menyampaikan periwayatan
hadis kepada orang lain.
Terkadang hadis
terjadi musalsal dari awal sampai akhir dan terkadang sebagian musalsal
terputus di permulaan atau di akhiran. Al-Hafizh Al-Iraqi berkata : sedikit
sekali hadis musalsal yang selamat dari kedha’ifan, dimaksudkan
di sini sifat musalsal bukan pada asal matan karena sebagian matan
shahih. Ibnu Hajar berkata : musalsal yang paling shahih di dunia adalah
musalsal hadis membaca Surah Ash-Shaff. Disebutkan dalam Syarah
An-Nukhbah musalsal para huffazh memberi faedah ilmu yang
pasti (qathi). Maka tidak seluruh hadis musalsal shahih. Hukum musalsal
adakalanya Shahih, Hasan dan Dha’if tergantung keadaan para perawinya. Keshahihan
hadis ditentukan 5 persyaratan yakni :
1.
Persambungan
sanad.
2.
Periwayat
yang adil.
3.
Dhabith (kuat daya ingatan).
4.
Tidak
adanya syadzdz (kejanggalan).
5.
Tidak
adanya ‘illah (cacat).
Di antara kelebihan musalsal adalah
:
1.
Menunjukkan
kemuttashilan dalam mendengar.
2.
Tidak
adanya tadlis dan inqitha’.
3.
Nilai
tambah kedhabithan para perawi.
Hal ini
dibuktikan dengan perhatian masing-masing perawi dalam pengulangan menyebut
keadaan atau sifat para perawi atau periwayatann.
D.
Kitab-kitab Hidis Musalsal
Diantara kitab hadis
musalsal yang terkenal adalah :
1.
Al-Musalsalat
Al-Kubra karya As-Suyuthi, memuat 85 buah
hadis.
2.
Al-Manahil
As-Salsalah fi Al-Ahadis Al-Musalsalah, karya
Muhammad Abdul Baqi Al-Ayyubi, mengandung sebanyak 212 buah hadis.
3.
Al-Musalsalat,
karya Al-Hafizh Isma’il bin Ahmad bin Al-Fadhal Al-Taymi.
BAB
III
KESIMPULAN
1.
Pengertian
Hadis yang secara berturut-turut
sanad-nya sama dalam satu sifat atau dalam satu keadaan dan atau dalam satu
periwayatan.
2.
Macam-macam
musalsal
·
Musalsal
keadaan perawi (musalsal bi ahwal ar-ruwat)
Musalsal keadaan perawi terkadang dalam perkataan (qawli), perbuatan
(fi’li), atau keduanya (perkataan dan perbuatan atau qawli dan fi’li).
·
Musalsal sifat periwayat (musalsal bi shifat ar-ruwah)
Musalsal ini dibagi menjadi perkataan (qawli) dan perbuatan (fi’li).
·
Musalsal
pada tempat periwayatannya
Dalam musalsal ini terbagi
menjadi 3 macam, yaitu :
ü Musalsal dalam bentuk ungkapan penyimpanan periwayatan (ada’)
ü Musalsal pada waktu periwayatan
ü Musalsal pada tempat periwayatannya
3.
Hukum
hadis musalsal
Hukum musalsal
adakalanya Shahih, Hasan dan Dha’if tergantung keadaan para perawinya.
4.
Kitab-kitab
hadis musalsal
·
Al-Musalsalat
Al-Kubra
·
Al-Manahil
As-Salsalah fi Al-Ahadis Al-Musalsalah
·
Al-Musalsalat
DAFTAR
PUSTAKA
Khon, Abdul Majid. 2010. Ulumul Hadis. Jakarta : Amzah.
Hassan,
Qadir. 1996. Ilmu Mushthalah Hadits. Bandung : Diponegoro.